Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 25

"Can you be my lover up until the very end?"

Pink Sweat$ - At My Worst

"Akhirnya pekerjaan ini selesai!" Jisoo mengangkat tinggi-tinggi botol minumannya. "Terima kasih teman-temanku!" seru Jisoo yang sudah setengah mabuk.

Setelah bekerja lembur selama hampir dua minggu, divisi di bawah pimpinan Doyoung dan Jaehyun itu berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik dan cepat. Maka dari itu malam ini semua karyawan divisi keuangan tengah merayakannya dengan makan bersama.

Jisoo yang beberapa hari belakangan ini sering mengeluh akibat pekerjaan yang tak kunjung selesai, kini dapat tersenyum riang dengan segelas bir yang dicampur dengan soju di tangannya.

Nana melakukan hal yang sama, tak jauh berbeda dari Jisoo—daripada makan, Nana lebih memilih menghabiskan sebotol soju untuk diminum sendiri.

"Nana-si, kau tidak makan?" tanya Yohan yang sejak tadi memperhatikan Nana minum tanpa memakan nasinya.

Nana tak menggubris dan justru menuangkan minumnya ke gelas Yohan. "Yohan-si, apa kau tidak merasa bosan makan nasi terus? Lebih baik isi perutmu dengan minuman." Nana menoleh menatap Jisoo. "Benar, 'kan, Jisoo-si?" tanya Nana yang kemudian dijawab anggukan pelan dari Jisoo.

Yohan menggeleng ngeri melihat dua wanita mabuk di depannya. "Astaga, kalian berdua sudah mabuk," ucap Yohan, kemudian meneguk minumannya.

Mendengar ucapan Yohan, Nana mengangkat tangannya dan menunjuk Yohan menggunakan telunjuknya. "Hey! Walau kau senior kami di sini, tapi Jisoo-si lebih tua darimu!" omel Nana melantur.

Jisoo yang sudah nyaris hilang kesadaran itu mengangguk. "Betul! Seharusnya kau di luar kantor memanggilku Kakak!" gerutu Jisoo.

Tak lama kemudian Nana meletakkan kepalanya di meja, dan memperhatikan Jaehyun yang duduk jauh di ujung bersama Doyoung. "Wakil Direktur sangat tampan jika dilihat dari jauh," gumam Nana. "Dan seterusnya aku hanya bisa mengaguminya dari jauh."

Nana mengangkat kepala, dan menegakkan badannya. "Aku mau pulang," ucap Nana.

Jisoo melambaikan tangannya ke arah Nana. "Hati-hati di jalan, Nana-si!"

Melihat Nana yang bersusah payah untuk bangkit, Yohan yang sejak tadi memperhatikan Nana langsung berjaga-jaga memegangi tangan wanita di depannya. "Nana-si hati-hati. Rumahmu di mana biar aku antar," ucap Yohan.

Nana menggeleng cepat, dan menyelipkan rambutnya di belakang telinga. "Tidak perlu, aku bisa berjalan sendiri, aku bisa pesan taksi juga," ucap Nana, namun tak lama kemudian tubuh Nana hilang keseimbangan dan akhirnya wanita itu jatuh terduduk.

Karena melihat kondisi Nana yang tak meyakinkan, Yohan merasa tidak tega jika membiarkan juniornya itu harus pulang sendirian dalam kondisi mabuk. "Jangan pulang sendirian, aku akan mengantarmu sampai rumah." Yohan bangkit dan mengambil kunci mobilnya. "Ayo! Nana-si aku—" Ucapan Yohan terhenti begitu melihat seseorang berjalan menghampiri Nana. "Wakil Direktur?" ucap Yohan ketika Jaehyun sudah berada di hadapannya.

Nana celingukan begitu mendengar Yohan menyebut wakil direktur. "Di mana Wakil Direktur?" tanya Nana sambil melihat Jaehyun sudah tidak ada di tempat duduknya.

Jaehyun menatap Yohan dan Nana bergantian. Pria itu menggeleng tak habis pikir melihat kelakuan Nana sejak tadi. "Ternyata begini kebiasaan mabukmu Nana-si?" Jaehyun mendecak. "Yohan-si," panggil Jaehyun.

Seperti terkena hipnotis, tubuh Yohan langsung tegap menghadap depan begitu namanya dipanggil oleh wakil direktur yang terkenal garang itu. "Ya Wakil Direktur Jung," jawab Yohan dengan tegas.

"Silakan kalau ingin memesan makanan lagi, dan jika kalian mau melanjutkan untuk ke tempat karaoke atau yang lain silakan," ucap Jaehyun. "Nanti Direktur Kim yang bayar, kartu kreditku sudah kutitipkan padanya." Jaehyun melirik Doyoung yang kini sedang menyantap daging.

Yohan mengangguk. "Terima kasih, Wakil Direktur. Tapi bagaimana dengan Nana-si? Dia harus kuantar pulang," ucap Yohan.

Jaehyun melihat Nana yang kini sedang memainkan selada di tangannya. "Biar aku saja yang antar, karena aku juga kebetulan ingin pulang," ucap Jaehyun. "Ayo, Nana-si kita pulang." Jaehyun menepuk pundak Nana.

Nana mendongak, dan tersenyum lebar ketika melihat Jaehyun di depan matanya. "Wakil Direktur!" pekik Nana hingga membuat semua perhatian mengarah padanya dan Jaehyun.

"Ayo pulang, Nana-si," ajak Jaehyun sekali lagi.

Kini Jaehyun mulai agak kesal karena sekarang semua orang tengah memperhatikannya.

Nana cemberut. "Kepalaku pusing, aku mau digendong Wakil Direktur!" rengek Nana sembari mengulurkan kedua tangannya ke depan, seolah meminta Jaehyun menerima uluran tangannya lalu menggendongnya.

Mendengar temannya bertingkah aneh ketika mabuk, Jisoo langsung memukul kepala Nana. "Sadarlah! Dia bukan ayahmu, kenapa harus menggendongmu!" omel Jisoo.

Sontak Nana menarik tangannya dan melipatnya di depan dada. "Maafkan aku, Wakil Direktur. Kalau begitu jangan gendong, tapi peluk!" Lagi-lagi Nana mengulurkan tangannya ke depan, dan tersenyum lebar kepada Jaehyun.

Beberapa detik kemudian Yeji yang duduk di samping Nana langsung membungkam bibir Nana dengan tangan. "Nana-si sadar, dia wakil direktur," bisik Yeji.

Karena tak tahan dengan tatapan banyak orang, dan tingkah Nana yang memalukan, Jaehyun langsung mengambil tas dan menarik pergelangan tangan Nana. "Ayo, kita pergi Nana-si."

Jaehyun dan Nana sukses menjadi bahan tontonan satu ruangan, tidak hanya itu beberapa orang mulai menerka ada hubungan apa antara wakil direktur dan si karyawan baru.

Wajah Jaehyun sudah merah akibat malu melihat perlakuan Nana di depan karyawan tadi, rasanya ingin cepat-cepat meninggalkan rumah makan itu dan membawa Nana pulang.

"Ayo Nana-si cepat." Jaehyun berjalan di depan Nana dengan terburu-buru.

Nana yang sedang mabuk berat itu justru sangat berkebalikan dengan Jaehyun, wanita itu berjalan sangat pelan bahkan kini ia membutuhkan sebuah dinding untuk membantunya menjaga keseimbangan.

Jaehyun memutar tubuh ke belakang dan melihat Nana yang kini sedang merayap di tembok seperti cicak. Pria itu akhirnya hilang kesabaran dan berjalan ke belakang lagi dan kini menggandeng tangan Nana agar wanita itu tidak lagi merayap di dinding.

"Wakil Direktur, aku pusing!" keluh Nana, seraya memegangi kepalanya. "Lihat langt dan tanahnya berputar." Nana mendongak menatap langit sembari berjalan sempoyongan.

"Aku juga pusing!" omel Jaehyun. "Nana-si rumahmu di mana?"

"Rumahku di apartemen resonance, kamar nomor dua puluh tiga," ucap Nana.

Jaehyun menoleh, dan menatap Nana tajam. "Yang benar saja itu rumahku!" Jaehyun membuka pintu mobilnya, dan mendorong masuk Nana.

Setelah keduanya masuk di dalam mobil, Nana justru langsung tertidur padahal ia belum menjawab di mana rumahnya dan kini Jaehyun bingung setengah mati harus membawanya ke mana.

"Nana-si," panggil Jaehyun untuk memastikan apakah Nana dapat meresponsnya. Namun nihil, Nana sudah hilang kesadaran dan kini Jaehyun kebingungan sendiri di dalam mobil.

**

Sudah berulang kali Jaehyun bertanya di mana rumah Nana, wanita itu tetap diam tak ingin memberi tahu. Karena tak ada pilihan lain, Jaehyun akhirnya membawa Nana pulang ke rumahnya. Kesabaran Jaehyun kembali diuji, karena Nana tidak mampu berjalan sendiri, dan mengharuskan pria itu menggendong Nana sampai ke apartemennya. Padahal belakangan ini punggung dan leher Jaehyun terasa nyeri akibat duduk terlalu lama.

"Nana-si, aku izin melepas sepatumu ya," ucap Jaehyun setibanya di apartemen, dan kini ia sedang melepas sepatu Nana dengan hati-hati. Sungguh merepotkan menggendong, tapi juga harus melepaskan sepatu.

Jaehyun berjalan hati-hati agar tidak berisik, karena Nora yang sudah tidur.

"Wakil Direktur," panggil Nana.

"Apa?" sahut Jaehyun sembari berjalan membawa Nana ke kamarnya. Jaehyun menghela napas kasar, membayangkan kamarnya yang bersih dan wangi itu keesokan paginya jadi berbau menyengat karena alkohol.

"Aku suka wangi parfum ini, wangi Wakil Direktur," ucap Nana dengan pelan.

Jaehyun mendudukkan Nana di ranjangnya, dan melihat wanita itu sudah menatap ke arahnya dengan tatapan tak biasa.

"Kenapa menatapku begitu?" tanya Jaehyun.

"Aku sedih, karena aku menemukan parfum yang kau pakai di mall, tapi harganya mahal sekali jadi aku tidak membelinya," ucap Nana dan beberapa detik kemudian tanpa terkendali bola matanya sudah berkaca-kaca.

Jaehyun duduk di samping Nana, dan menggeleng tak habis pikir. "Lagi pula untuk apa seorang wanita membeli parfum pria? Aneh sekali," ucap Jaehyun.

Nana menghapus air matanya yang mengalir di pipi. "Aku menyukai Wakil Direktur, aku sampai kelelahan dengan perasaan ini. Aku pikir ini hanya sebatas kagum, ternyata bukan. Aku sangat ingin menghilangkan perasaan ini, aku mencoba melupakannya tapi justru aku semakin tersiksa!" Nana menutup wajah dengan kedua tangannya, dan menumpahkan tangisnya di sana.

"Lalu aku harus bagaimana Nana-si?" tanya Jaehyun. Pria itu melirik Nana yang menangis tersedu-sedu.

"Apakah menyukaimu adalah sebuah dosa, Wakil Direktur? Aku sampai kewalahan menahan perasaanku, aku ingin menunjukkan semuanya padamu, pelukan, dukungan, bantuan, tapi terlalu sulit karena kau tak menyukaiku, dan itu membuatku tampak menyedihkan." Nana mengeringkan pipinya yang basah dengan lengan bajunya. "Aku sangat menyukai Nora, dan sangat menyukai ayahnya juga! Ah, kenapa aku begini!"

Jaehyun mengambil sapu tangan dari sakunya, dan mengulurkan sapu tangannya kepada Nana.

Nana menggeleng cepat. "Tidak perlu, aku bisa pakai tangan sendiri." Nana menghapus air matanya dengan punggung tangan, kemudian memutar tubuh menghadap Jaehyun. "Maaf sudah lancang menyukaimu, aku akan mencoba menyelesaikan perasaan ini sendiri, pasti sebentar lagi aku akan melupakanmu," ucap Nana dengan suaranya yang serak.

Bukan sekali atau dua kali Jaehyun mendengar pengakuan wanita, hati Jaehyun pun biasa saja ketika mendengar semua pengakuan, dan kata manis. Namun, Nana, wanita yang baru saja hadir di kehidupannya, justru memberikan rasa yang berbeda.

Tubuh Jaehyun melemah ketika mendengar semua ucapan yang keluar dari bibir Nana, apalagi ketika wanita itu bicara bahwa ia ingin melupakan Jaehyun setelah pengakuannya. Seperti diterbangkan ke awan, kemudian ditenggelamkan ke dasar palung.

"Bagaimana denganku? Bagaimana jika justru nanti aku yang tidak bisa melupakanmu?" tanya Jaehyun.

Nana yang sesenggukan itu menggeleng, sembari menghapus ingusnya. "Kau orang yang sibuk, pekerjaan dan tanggung jawabmu banyak. Kau pasti bisa melupakanku," jawab Nana.

Jaehyun tersenyum tipis, tangannya bergerak ke atas kepala Nana kemudian mengusapnya pelan. "Aku tanya sekali lagi. Nana-si, kau benar-benar ingin melupakanku? Kau bisa melupakanku?" tanya Jaehyun. Jemarinya menyelipkan rambut Nana ke belakang telinga.

"Tidak bisa, aku tidak tahu bagaimana caranya melupakanmu." Nana kembali menangis lagi. "Tak bisakah kau menyukaiku juga?" tanya Nana. Wanita itu bahkan bisa merasakan sedih walau mabuk sekalipun.

Jaehyun menatap kedua bola mata Nana intens. Pria itu sedang mengumpulkan keyakinan dalam dirinya, ini seperti mengambil keputusan yang sulit. Jaehyun memutar posisi tubuhnya jadi berhadapan dengan Nana.

Debaran jantung Jaehyun semakin kencang, ia bahkan lupa cara mengatur bagaimana agar tidak gugup. Padahal Jaehyun sudah sering memimpin banyak orang, puluhan bahkan ratusan. Tapi sekarang, hanya dihadapkan dengan seorang wanita saja, untuk bernapas tenang sangat sulit bagi Jaehyun.

Sekilas ingatannya tentang Rose melintas tanpa permisi membuat hati Jaehyun tidak karuan. Pria itu sangat yakin ia sudah melupakan Rose, hanya saja rasa trauma menjalin sebuah hubungan dengan seorang wanita itu masih ada.

Suara tangisan Nana semakin menguasai kepala Jaehyun.

"Menyukai seseorang yang tidak menyukaimu juga adalah hal yang paling melelahkan." Nana menghapus air mata yang membasahi pipinya, dan kembali menangis lagi.

Melihat Nana yang menangis di hadapannya dengan seluruh ungkapan isi hatinya membuat detak jantung dan aliran darah Jaehyun semakin cepat. Ingin sekali pria itu jujur akan sebuah hal, tapi ucapannya itu seolah tertahan di pangkal lidah. Susah bagi Jaehyun untuk mengungkapkan isi hatinya.

Jaehyun duduk di samping Nana dengan gelisah, beberapa kali pria itu juga melirik ke arah wanita itu.

"Wakil Direktur aku—"

"Aku akan menyukaimu Nana-si," ucap Jaehyun, yang kemudian disusul dengan sebuah napas lega dari mulutnya.

Seketika Nana berhenti menangis, dan menatap Jaehyun bingung. "Apa-apaan itu? Kau mau menyukaiku karena kasihan, bukan? Tidak!" bentak Nana.

Beberapa detik Jaehyun terdiam. Pria itu tidak habis pikir bahwa respons Nana jauh di luar dugaannya. "Tidak, mana mungkin aku seperti itu. Aku akan menyukaimu, bahkan bisa melebihi rasa sukaku pada kopi, aku bisa melebihi rasa sukamu padaku," ucap Jaehyun.

Nana bingung, apakah ini hanya mimpi atau halusinasi karena ia sedang mabuk. "Kau benar Wakil Direktur Jung? Wakil Direktur tidak mungkin menyukaiku," ucap Nana, kemudian menangis kembali dan kali ini tangisan Nana terdengar lebih putus asa.

Jaehyun mengendurkan dasinya, dan melepas satu kancing kemejanya. Mendadak pria itu merasa panas dan salah tingkah.

Benar-benar salahku bicarakan hal ini kepada wanita yang sedang mabuk, batin Jaehyun.

Jaehyun menggaruk pelipis dan tengkuknya. Pria itu kebingungan harus berbuat apa agar Nana bisa mempercayainya. "Aku harus bagaimana agar kau percaya?" tanya Jaehyun.

"Cium pipiku, Wakil Direktur pasti tidak mau melakukannya, karena dia tidak menyukaiku." Nana menatap Jaehyun dengan sepasang bola matanya yang kini semakin terasa berat.

Mendengar itu lantas membuat Jaehyun semakin gugup. Mengingat sudah lama ia tidak pernah lagi mencium wanita. Namun, bila itu memang dapat membuat Nana yakin Jaehyun akan mencobanya.

Pelan-pelan Jaehyun meyakinkan dirinya bahwa setelah ini jalan yang sudah ia pilih adalah bukanlah pilihan yang buruk.

"Wakil Direktur memang tidak mau mencium pipimu, tapi Jung Jaehyun belum tentu," ucap Jaehyun kemudian mencium pipi Nana sekilas. "Bagaimana? Sudah percaya?"

Nana celingukan melihat kanan dan kiri, ia bahkan menyentuh pipinya sendiri. "Bukan mimpi ya?" tanya Nana.

Sudah hampir dibuat salah tingkah Jaehyun oleh Nana, tapi wanita di hadapannya itu masih bertingkah meragukannya.

Jaehyun menghela napasnya, dan menangkup pipi Nana. "Masih bisa mengatakan bahwa ini mimpi?" tanya Jaehyun sekali lagi mencoba meyakinkan Nana bahwa apa yang dilihat dan didengarnya adalah nyata.

"Sulit dipercaya, tapi aku sangat senang sekarang," ucap Nana.

Jaehyun tersenyum hingga kedua lesung pipinya nampak. "Jika kau senang, maka aku juga."

Nana menyentuh lesung pipi Jaehyun, lalu tersenyum lebar. "Aku sangat ingin sekali menyentuh ini. Can I have this?" tanya Nana, lalu disusul dengan tawa.

Jaehyun menggeleng cepat. "Tidak bisa, kau tidak boleh memiliki ini." Jaehyun mengambil tangan Nana dan menggenggamnya. "Terima kasih sudah mau menungguku," ucap Jaehyun lalu mencium tangan Nana.

Terlepas semua ini hanya mimpi atau bukan, tapi aku sangat berterima kasih..., batin Nana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro