Chapter : 2
"Maaf aku tidak bisa melindungimu,
aku harap kau akan baik-baik saja "
Ikon - Apology
"Halo, Jhonny? Kau ada di mana?" Jaehyun menyandarkan punggungnya di pilar, sambil menelepon seorang teman.
"Tempat seperti biasa. Ah, ada Rose juga. Ayo ke sini!"
Jaehyun menatap sepasang sepatunya. Ia berdiri sendirian di peron subway, sambil menunggu kereta terakhir malam ini. "Ah, oke. Aku akan ke sana," ucap Jaehyun lalu menggigit bibir bawahnya. Rasanya berat sekali untuk meminta bantuan temannya, khawatir jika nanti merepotkan.
"Kenapa dengan nada bicaramu? Apa ada sesuatu?"
Jaehyun menyipitkan matanya, ketika lampu kereta yang masuk ke stasiun menyorotnya. "Nanti saja aku ceritakan di sana," tandasnya.
"Ah- baiklah. Hati-hati."
Jaehyun mematikan sambungan telepon, lalu diam sesaat untuk menunggu penumpang kereta keluar. Di keramaian semacam ini pun Jaehyun bisa merasa sepi. Ia bertanya-tanya, apakah ada orang yang punya masalah lebih besar darinya? Kenapa di saat bahagia waktu begitu terasa cepat, tapi ketika sedih terasa lambat?
Jaehyun membuka galeri ponselnya. Ia memperhatikan foto-foto kenangannya dengan Rose, selama dalam perjalanan. Di sana Rose selalu memamerkan senyum cantiknya, namun itu hanyalah sebuah foto. Sekarang gadis itu sering menangis, marah dan kerap menyalahkan diri. Rasa itu datang lagi. Jaehyun diselimuti rasa bersalah dan berdosa, sebab sudah menghilangkan kepercayaan ayahnya, membuat sedih kakaknya, dan ia telah merenggut kebahagiaan kekasihnya.
Tangannya mengusap wajah, sembari memeluk tas yang kini di pangkuan. Rasanya sangat lelah, dan ingin memejamkan mata walau sebentar. Tapi sayangnya kereta yang ia tumpangi sebentar lagi sampai di stasiun pemberhentian.
Jarak subway dan cafe bar milik Taeyong cukup dekat, jadi bisa dijangkau dengan berjalan kaki tanpa naik transportasi lain. Tiap malam Hongdae selalu ramai, banyak mahasiswa, pelajar, wisatawan yang menghabiskan malamnya di jalan ini. Tapi yang jelas, siapapun yang datang ke Hongdae, sudah pasti hatinya tengah bergembira. Tidak seperti Jaehyun yang sekarang sedang bersusah hati.
Sekitar lima belas menit berjalan kaki, Jaehyun akhirnya sampai di cafe bar milik Taeyong. Cafe bar itu kerap dijadikan basecamp oleh muda-mudi seusianya untuk berkumpul.
Tanpa ragu Jaehyun mendorong pintu di hadapannya, lalu melangkah masuk. Begitu menginjakkan kaki di sana, Jaehyun langsung disambut oleh seorang bartender. "Selamat datang!"
Jaehyun membalas sambutan itu dengan senyum seadanya. Kedua bola matanya sibuk mencari-cari di mana posisi Jhonny, tapi yang didapat justru Jaehyun bertemu pandang dengan Rose. Gadis itu sedang duduk bersama teman-temannya, termasuk Jhonny.
Beberapa detik kemudian Rose membuang wajahnya, karena malas menatap Jaehyun terlalu lama. "Siapa yang mengajaknya ke sini? Menyebalkan," sindir Rose kemudian meminum cocktail-nya. Ia melirik Jhonny kesal. Niat awal datang ke cafe bar untuk menenangkan pikiran, tapi sekarang justru sebaliknya.
Karena tidak tahu apa yang sedang terjadi, Jhonny menaikkan sebelah alisnya, dan menatap Rose bingung. "Apa maksudnya?" tanya Jhonny, lalu menoleh ke belakang untuk mengetahui apa yang sedang ditatap Rose. Ternyata itu adalah Jaheyun yang sekarang sedang berjalan mendekatinya. "Wah, lama sekali. Aku kira tidak jadi datang." Jhonny menarik sebuah kursi untuk Jaehyun.
Jaehyun menggeleng. Ia melepas tas lalu meletakkannya di kursi. Matanya tidak bisa lepas dari Rose, tidak peduli walau gadis itu terus berusaha menghindari tatapan matanya. "Kenapa teleponku tidak diangkat? Aku mengirimkanmu pesan banyak sekali, kenapa tidak dibalas?"
Rose menelan salivanya, lalu memutar bola matanya jengah. "Kenapa aku harus mengangkat teleponmu? Kenapa juga aku harus menjawab pesan-pesanmu?" Rose menoleh, dan menatap Jaehyun sinis. Gadis itu muak, dan sangat malas bertemu Jaehyun.
Karena merasakan suasananya menjadi dingin, dan tidak bersahabat, Jhonny mencoba menengahi. "Wow, wow, kalian bertengkar?" tanya Jhonny dengan aksen bicaranya yang khas. Jhonny menatap Jaehyun dan Rose bergantian, hal yang sama pun dilakukan juga oleh Yuta, dan Doyoung.
Jaehyun dan Rose mengabaikan pertanyaan Jhonny, membuat suasana makin terasa aneh dan canggung. Hingga akhirnya Jhonny berpura-pura memainkan ponsel, dan Doyoung yang pura-pura sibuk memilah ayam goreng untuk di makan. Dua laki-laki itu memilih lebih baik tidak perlu ikut campur, daripada semakin runyam, tapi tidak dengan Yuta. Laki-laki berdarah Jepang itu, justru menatap drama perselisihan Jaehyun dan Rose dengan rasa penasaran yang menggunung.
Kepala Jaehyun rasanya kacau, disebabkan oleh sikap Rose yang membingungkan sekaligus menyebalkan. Walau begitu, kecemasan Jaehyun terhadap pacarnya jauh lebih diutamakan. "Apa aku salah, kalau aku khawatir?" tanyanya dengan hati-hati. Lengan Jaehyun bertumpu di meja, dan menatap intens Rose sembari menunggu jawaban dari gadisnya.
"Kenapa kau repot menghawatirkanku? Khawatirkan saja dirimu sendiri Jung Jaehyun," ucap Rose ketus, lalu membuang wajahnya, kemudian meminum cocktail-nya.
Jaehyun melihat apa yang diminum Rose, dan langsung menjauhkan gelas cocktail itu dari jangkauan Rose. "Jung Jaehyun!" bentak Rose.
"Apa?!" gertak Jaehyun. "Kau benar-benar ingin membunuhnya?! Kau sudah gila!"
Melihat sikap Jaehyun yang seolah peduli, membuat gadis pemilik nama Park Rose kesal bukan main. Jemari Rose menyisir rambutnya ke belakang, menyingkirkan helai rambut yang menempel di wajahnya. "Ya. Aku memang berencana membunuhnya. Kenapa? Bukankah jika dia tidak ada, tidak akan menjadi bencana 'kan?"
"Begitukah caramu menyelesaikan masalah?" Jaehyun menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Ia menghela napas kasar. "Dia manusia, dan kau itu ibunya," sambung Jaehyun.
"Apa katamu?" Yuta masuk ke dalam pembicaraan. "Membunuh siapa? Rose adalah ibu? Apa maksud dari semua ini?" Yuta mencecar Jaehyun dengan banyak pertanyaan, sembari menatap laki-laki di hadapannya dengan curiga.
Melihat situasi yang semakin runyam, Doyoung mengurungkan niatnya yang hendak menggigit chicken wings. Laki-laki itu merasa sungkan bila terus sibuk makan padahal ada keributan di depannya.
"Rose sedang hamil?" tanya Jhonny. Ia melihat minuman yang tadi diminum oleh Rose, dan langsung merasa ngeri. "Astaga. Kenapa kau minum ini? Kau bisa-bisa keguguran." Jhonny semakin menyingkirkan jauh cocktail Rose.
Rose tersenyum sengit. Gadis itu menggigit kuat bibirnya. "Bagus bukan sekarang? Semua orang tahu, bahwa aku sedang hamil. Apakah ini membuatmu senang Jung? Kau sudah mempermalukanku, apakah kau sudah puas?!" cecar Rose.
Yuta menarik tangan Rose, dan menuntut sebuah penjelasan. "Sejak kapan?" tanya Yuta. "Jadi, ini ternyata alasanmu dikeluarkan dari agensi itu?" Gadis yang ditanya justru bungkam, dan tidak berani menatap matanya.
Melihat sikap Rose, dan mendengar Yuta yang menghujani dengan banyak pertanyaan, belum lagi tatapan teman-temannya membuat Jaehyun frustrasi. Kepalanya pening, hingga akhirnya membuat laki-laki itu menarik Rose untuk menyelesaikan masalah ini di luar.
Dengan sigap Yuta menahan kuat tangan Jaehyun, dan menarik Rose kembali. Saat ini Yuta tengah dibakar amarah, dan sangat butuh penjelasan, sebab sejak tadi ia hanya terus menerka-nerka. "Jelaskan itu padaku, sejak kapan?! Kenapa kau bisa sangat bodoh Jung Jaehyun?!" gertak Yuta tepat di wajah Jaehyun. Karena melihat emosi Yuta yang meledak, nyaris membuat Jhonny dan Taeyong turun tangan, berjaga-jaga agar tidak terjadi hal yang lebih dari itu.
Tangan Jhonny menepuk punggung Jaehyun pelan. "Jelaskan Jaehyun-a," bujuk Jhonny agar termannya itu mau membuka suara, agar masalah ini tidak terlalu lama berbelit-belit.
Sebelum Jaehyun membuka mulutnya, mata Jaehyun yang lelah itu menatap Rose seakan meminta izin. "Sebetulnya sudah berjalan 4 bulan, kami menyembunyikan ini. Semua terjadi karena aku terus memaksa Rose untuk mempertahankan anak itu. Rose benar, semua ini murni kecerobohan dan keegoisanku," ucap Jaehyun.
"Pantas saja semakin lama Rose terlihat sedikit menggemuk," celetuk Doyoung yang kemudian dilayangkan lirikan tajam dari Rose. Seketika Doyoung menyesali ucapannya, seharusnya ia makan ayam saja, dan tidak perlu ikut bicara.
Mendengar penjelasan singkat dari Jaehyun, membuat emosi di diri Yuta semakin berkobar. Laki-laki itu sontak menggebrak meja di hadapannya dengan keras. "Dasar bodoh!"
Jaehyun refleks memundurkan tubuhnya, rasanya seakan hilang keseimbangan, setelah mendengar sahabat karibnya menggertak. "Aku berencana untuk bertanggung jawab. Tapi aku butuh waktu yang tepat untuk melakukan itu. Setidaknya tunggu aku sampai menyelesaikan tugas akhir."
"Egois," cicit Yuta.
Jaehyun setuju tentang itu, dan sekarang ia menyesali perilakunya. "Iya, aku memang egois. Aku tidak berpikir panjang. Hingga semua berujung berantakan. Rose ketahuan hamil oleh pelatihnya, dan berakibat harus kehilangan mimpinya." Jaehyun menatap Rose. Ia sangat menyesal jika melihat Rose.
Setelah mendapat penjelasan dari Jaehyun, dan melihat gerak-gerik Rose yang tampak terpukul. Emosi di diri Yuta semakin berkuasa, dan ingin rasanya menghantam wajah Jaehyun
"Kau gila, dan ceroboh! Bagaimana bisa kau sebodoh ini!" Yuta menatap murka Jaehyun, rasanya sudah tiada ampun untuk temannya itu. "Gara-gara dirimu! Dia—" Yuta menunjuk Rose. "Gadis ini kehilangan mimpi dan cita-citanya, ia harus merasakan semua kesulitan ini, karena kau! Jung Jaehyun!" matanya menyorot Jaehyun tajam, telunjuknya diarahkan ke dada Jaehyun, kemudian mendorong dada Jaehyun dengan tegas.
Tidak lama, Rose pun terisak. Gadis itu dibayangi rasa kesal, dan benci. "Andai saja aku menggugurkannya lebih cepat, aku pasti tidak akan dikeluarkan dari agensi. Sekarang mimpiku jadi idol sudah pupus. Kau puas?!" Rose mengusap jejak air mata yang membasahi pipinya.
Batin Jaehyun terpukul. "Rose-" bibir Jaehyun kaku. Ia tidak bisa lagi membalas perkataan Rose atau pun Yuta.
Rose tidak peduli sekarang menjadi bahan tontonan orang di bar. Rose menatap Jaehyun penuh kebencian. "Orang tuaku, marah besar! Jangan pernah berpikir bahwa mereka bisa menerima anak ini Jung Jaehyun-si! Jangan harap mereka bisa menerima anak ini!" tekan Rose.
Jaehyun memegang kedua pundak Rose, mencoba menenangkan gadisnya. "Dengarkan aku dulu, aku sudah bilang aku akan bertanggung jawab! Tak bisakah kalian mempercayaiku?! Aku juga diusir dari rumah, ayahku pun marah besar. Tidak cuma kau saja yang kesulitan di sini, Rose." Jaehyun menatap Rose, kemudian beralih ke Yuta dan teman-temannya yang lain.
Rose melepas paksa tangan Jaehyun dari pundaknya, ia merasa tidak memerlukan penjelasan apa-apa lagi. "Kau mau bertanggung jawab apa?! Menikahiku, hidup bahagia bersamaku, dan membesarkan ini?!" Rose menunjuk perutnya sendiri. "Jung Jaehyun, ini bukan drama. Ini realita yang tak semudah kelihatannya. Kau pikir dengan bertanggung jawab, maka semuanya akan selesai? Apa kau tidak berpikir, apa yang terjadi selanjutnya padaku?"
Jaehyun seperti tertampar dengan ucapan Rose, dan laki-laki itu hanya bisa diam. Terkadang kata maaf bahkan sebuah tanggung jawab saja belum tentu bisa menjamin semua yang telah terjadi akan kembali baik-baik saja.
"Lihat dirimu sekarang ini! Kau bahkan diusir dari rumah, kau juga tidak memiliki keahlian atau pun perkerjaan yang bisa menghasilkan uang. Apa tanggung jawabmu itu hanyalah sebatas omong kosong? Aku dan anakmu ini, mau kau beri makan apa?" Rose menyeka air matanya. "Kau tidak memiliki apa-apa sekarang. Jadi sadarlah!" bentak Rose, kemudian terisak.
Tak lama setelah itu Yuta menarik lengan Rose, dan menggiring gadis itu untuk keluar dari cafe bar. "Ayo aku antar pulang." Yuta menggandeng tangan Rose.
Melihat itu, Jaehyun beranjak dari kursinya dan berlari mencegah Yuta. "Yuta, please. Hal seperti ini tidak seharusnya kau ikut campur. Ini urusanku dengannya." Jaehyun menahan dada Yuta dengan satu tangannya.
"Singkirkan tangan itu." Yuta menyembunyikan Rose di balik punggungnya. "Aku pernah bilang kepadamu Jaehyun-a, jika kau membuatnya menangis, atau macam-macam maka aku tidak tinggal diam, 'kan? Lagi pula, dia sudah enggan berurusan denganmu." Yuta menyingkirkan tangan Jaehyun dari dadanya, dan menatap Jaehyun sengit.
Jaehyun menatap Rose dan Yuta bergantian. "Tapi aku Ayah dari anak itu."
Yuta tersenyum miring. Ia benar-benar geram. "Iya kau Ayahnya, dan Rose Ibunya. Kalian sama-sama memiliki hak bukan? Jadi, jangan seolah-olah kau yang mengambil alih kendali semuanya. Rose juga punya hak atas tubuhnya sendiri. Kau paham sampai sini?"
"Tapi, anak dalam kandungan itu juga punya hak untuk hidup." Jaehyun membalas ucapan Yuta. Ia tidak ingin kalah begitu saja, dan menyerah.
Yuta meringis. Ia sudah malas untuk melihat Jaehyun saat ini. "Ah ... benar-benar si keras kepala ini. Dia baru bisa mendapatkan hak itu ketika dia sudah terlahir." Yuta mendorong pelan Jaehyun. "Maka dari itu Jung Jaehyun, segala keputusan berada di tangan manusia yang sudah lahir."
Jaehyun tidak bisa menjawab lagi. Tenaga, dan pikirannya seperti terkuras habis. Laki-laki itu juga merasa sia-sia saja jika hal ini terus dibahas. Apalagi suasananya masih berapi-api, dan mungkin efek lelah jadi pemicu emosi yang datang.
Rose menatap Jaehyun, gadis itu tersedu-sedu. "Akan kupikirkan lagi. Tapi yang jelas, aku tidak menginginkannya." Setelah itu Rose berjalan mendahului Yuta, dan keluar dari cafe bar.
Melihat Rose yang meninggalkannya, Jaehyun merasa patah. Hatinya yang sudah babak belur itu, kini hancur sempurna akibat ulah gadis yang amat disayanginya. Ingin rasanya menahan, dan ingin menuntaskannya malam itu juga tapi apa daya Rose juga memiliki hak untuk menolak. Sekarang yang dilakukannya cukup berpikir positif. Kemungkinan memang benar Rose sedang butuh waktu agar bisa menimbang keputusan.
Yuta berkacak pinggang, ia menatap Jaehyun tajam. "Pegang ucapanku ini. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Apakah kau tahu? Kau sangat memuakkan," ucap Yuta, lalu meludah di depan Jaehyun, dan menyenggol pundak Jaehyun kasar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro