Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 16

"But I'll always stay by your side

I'll never leave you."

A Little Girl - Oh Hyuk

---

Hidup di kota besar yang maju adalah keinginan semua orang, namun untuk bisa bertahan kita harus bisa bergerak cepat. Di mana saja, dan kapan pun kita berada. Seoul jadi salah satu kota yang pergerakannya cepat, sosial, kultur, perekonomian, bahkan dalam hal naik ke atas bus pun kalau tidak bergegas bisa dihadiahi lirikan, atau bahkan sindiran tajam.

Seperti Nana, untuk naik ke atas bus saja butuh perjuangan ekstra, karena kakinya sedang terluka. Sebelum pulang dari rumah Jaehyun, Nana dipinjamkan slipper agar ia tidak kesulitan berjalan. Karena sebuah slipper, sepanjang perjalanan pulang Nana tak hentinya tersenyum. Matanya pun enggan menyingkir dari slipper yang dipakai.

Hanya dengan menatap slipper yang membuat hati Nana berbunga-bunga, wanita berdarah campuran itu melupakan rasa nyeri yang diakibatkan goresan kaca di kakinya. Lagi pula, luka gores itu telah diobati oleh manusia favoritnya di bumi beberapa waktu belakangan ini.

Dengan langkah pincang, Nana berjalan menuju pintu apartemennya. Jemarinya memasukkan kode sandi pintu, yang kemudian membuat pintunya terbuka. Begitu kakinya melangkah masuk, Nana baru menyadari bahwa lampu apartemennya sudah menyala dan terdapat sepasang converse yang tergeletak di depan keset.

Nana berjalan masuk ke ruang tengah, dan telah menemukan kakaknya yang sedang duduk manis sembari menikmati camilan di depan TV. Yuta Nakamoto, kakak sekaligus saudara satu-satunya yang ia miliki. Setelah Ayah dan Ibunya meninggal hanya ada Yuta yang Nana punya.

"Kenapa lama sekali?" tanya Yuta. Pria itu menoleh, dan tak sengaja melihat kaki Nana yang terbalut perban.

Nana meletakan tasnya di meja, dan mengambil air minum dari lemari pending. "Aku lembur kerja," ucap Nana, dan meneguk air melepas dahaganya.

"Ada apa dengan kakimu?" tanya Yuta. Akhirnya si pria berambut coklat itu lebih fokus ke kaki adiknya dibanding dengan cuplikan film di TV.

Nana menatap Yuta sekilas, sebelum akhirnya berjalan masuk ke kamar mandi. "Tadi saat bekerja aku tidak sengaja menginjak pecahan gelas. Aku tidak berhati-hati tadi, tapi tenang saja— sudah diobati oleh ahlinya," jelas Nana dari dalam kamar mandi.

Yuta hanya bisa menghela napas disertai gelengan. Dia hapal seceroboh apa Nana, hingga menginjak pecahan gelas.

"Kak, bagaimana dengan pekerjaanmu?" tanya Nana, yang beru saja selesai membersihkan riasan wajah. "Jarang sekali ke sini tanpa mengabari dulu." Nana menoleh karena melihat pantulan Yuta dari cermin. Kini kakaknya sedang berdiri menyandar di daun pintu.

"Kenapa kau tidak mau tinggal di rumah saja, dan malah sewa apartemen? Bukan kah, biaya sewanya bisa kau tabung?" tanya Yuta. Netranya mengarah serius ke adiknya, yang kini sedang memunggunginya karena sibuk mencuci wajah.

Nana sudah tahu, pasti pertanyaan ini akan muncul terus dari bibir Yuta. Sebenarnya bukan tidak mau, tapi Nana mencoba berpikir efisien.

Nana mengelap wajahnya yang basah dengan tisu. "Jarak rumah dan kantor sangat jauh. Aku harus memakan waktu dua jam di perjalanan dengan kereta. Aku lebih suka begini, lagi pula aku nyaman dan tidak keberatan."

Yuta tidak terkejut, jika adiknya akan menjawab seperti itu. Nana memang kelihatannya saja lugu, dan sangat lembut. Tapi, wanita itu memiliki pendirian keras bahkan ia bisa berubah jadi sangat keras kepala jika menyangkut apa yang ia yakini atau ia pertahankan.

"Jika kau kesulitan, atau ada masalah di tempat kerja, kau tahu kan harus mengadu ke pada siapa?" Yuta masih setia menatap Nana.

Nana terkekeh. "Kau pikir aku masih anak kecil?" Nana geleng kepala tak habis pikir dengan Yuta. "Ada-ada saja," sambung Nana.

Yuta tersenyum miring, ia melipat kedua lengannya di depan dada. "Di mataku, kau masih terlihat seperti anak kecil. Mau sampai kapan pun, kau tetap adik kecilku." Yuta mengacak-acak puncak kepala Nana.

Tiba-tiba sebuah ingatan tentang masa lalu, melintas tanpa permisi. Nana masih ingat sekali bagaimana ia pernah mendapatkan perlakuan tidak baik di tempat kerja yang lama, dan Yuta lah yang membantu membela sekaligus menyelesaikan masalahnya.

Walau Yuta kaku, dan sulit mengekspresikan perasaannya, tapi Nana yakin bahwa kakaknya adalah orang yang sangat peduli dan penyayang. Hal yang membuat heran, Yuta masih setia sendiri dan tidak begitu tertarik menjalin hubungan. Entahlah Nana tidak tahu, karena Yuta termasuk ke dalam manusia yang enggan membagi masalahnya dan lebih baik menyimpan dan menyelesaikannya sendiri.

**

Pagi ini cuacanya cerah, udaranya sangat bagus untuk berjalan-jalan. Tapi sayangnya, pagi ini Nora harus mengikuti jadwal terapi. Kemungkinan, ayah dan anak itu baru bisa jalan-jalan nanti siang hari usai sesi terapi.

Setelah sarapan, dan bersih-bersih rumah Jaehyun mengantarkan sekaligus mendampingi anaknya terapi. Walau pun Jaehyun tidak tidak bisa menemani Nora dari dekat, tapi pria itu bisa mengawasi putrinya dari jauh.

Kali ini terapinya di sebuah ruangan kosong yang luas, rupanya tema terapi kali ini menari bersama. Sejujurnya Jaehyun khawatir jika Nora akan terganggu dan berakhir marah tiada henti. Tapi ternyata, kekhawatirannya itu tak terjadi. Dugaannya salah, karena baru saja musik diputar dan si terapis mulai memberikan instruksi- Nora sudah menunjukkan tanda-tanda ada ketertarikan.

"Ayo, sekarang kita membuat baris melingar dulu yang rapi!"

Seorang terapis ditemani asistennya berdiri di tengah ruangan, memandu anak-anak penyandang autisme untuk melakukan terapi bermain.

"Satu! Dua! Tiga! Ayo angkat tangannya ke atas! Yang tinggi ya!" Terapis wanita yang tak Jaehyun kenal namanya itu, sepertinya sukses menarik perhatian Nora. Melihat Nora yang mengikuti instruksi dengan baik, membuat Jaehyun senang.

Karena Jaehyun hanya bisa melihat dari luar jendela, pria itu hanya memotret, sekaligus merekam Nora. Pria itu seolah tidak ingin melupakan setiap kemajuan Nora walau sekecil apapun.

Baru saja sedang fokus memperhatikan Nora yang tengah menari dengan teman-temannya, sebuah pesan masuk dari Nana membuat kerutan di kening Jaehyun muncul ke permukaan.

Nana : Wakil Direktur~!

Nana : Apakah aku boleh menyimpan slipper ini?

Nana : *Nana send a picture*

Kerutan di kening Jaehyun semakin dalam begitu membaca pesan dari Nana. Pria itu membuang napasnya, dan memilih mencari tempat duduk.

Jaehyun : Oke.

Nana : TERIMA KASIH!

Jaehyun : Oke

Nana : Wakil Direktur~

Jaehyun : Apa lagi?

Nana : Bagaimana kalau ini buat aku saja? ><

Jaehyun memijat pangkal hidungnya, kendati mendapat pesan-pesan yang tidak penting dari Nana. Walau pun demikian, Jaehyun tetap mengetikan balasan untuk pesan Nana.

Jaehyun : Apa kau tidak memiliki slipper di rumah?

Nana : Tidak. Hehe^^

Jaehyun : Oke itu untukmu.

Nana : Terima kasih banyak Wakil Direktur~!^^

Jaehyun : Oke

Usai mengirim balasan pesan tersebut, Jaehyun bangkit dari kursi dan kembali fokus menyaksikan Nora yang tengah bermain. Senyumnya merekah ketika sepasang bola matanya, melihat Nora bergerak ke sana ke mari, seperti layaknya anak-anak normal pada umumnya.

Jaehyun merasa bahwa wajah Nora semakin mirip dengan Rose. Nora memiliki mata yang sama persis dengan ibunya. Sangat cantik. Sebuah lengkungan di bibir Jaehyun terukir, ketika melihat Nora kini berjalan keluar ruangan, dan menghampirinya. Sepertinya, sesi terapinya sudah selesai.

"Ayah," panggil Nora, yang kini sudah berdiri di hadapan Jaehyun dan tengah menggandeng tangan ayahnya itu.

Sementara itu, di tengah ramainya orang-orang, Jaehyun merendahkan tubuhnya di hadapan Nora kemudian mendekatkan telinganya ke wajah Nora. "Ada apa, Sayang?"

"Pulang," ucap Nora.

Jaehyun menanggapi dengan senyuman. "Ayo pulang. Mau makan apa kita siang hari ini?" tanya Jaehyun. "Nora mau makan apa?"

"Makan apa?" Nora diam sejenak, gadis kecil itu tersenyum lebar hingga gigi ompongnya terlihat. "Makan sapi!" seru Nora. Nora sangat menyukai sapi, boneka sapi, suara sapi, sampai makan daging sapi.

Jaehyun tertawa kemudian mengangguk, ia mengacak lembut rambut anaknya. "Ayo kita makan sapi, tapi harus belanja dulu. Oke?"

"Oke!" Nora meloncat-loncat kegirangan. Gadis kecil itu tidak sabar ingin makan daging sapi masakan ayahnya.

Tangan Jaehyun menggandeng Nora, dan berjalan beriringan di koridor. Sesekali Jaehyun tersenyum gemas, melihat gadis kecil di sampingnya itu seperti berusaha menyamai besar langkah kakinya. Tak jarang Jaehyun menggoda Nora dengan sengaja melebarkan lagi langkahnya, agar Nora kesulitan mengikutinya. Namun, yang terjadi justru Nora bukan melangkah, melainkan melompat.

Kelak suatu saat, kau akan melangkah sendiri tanpa aku yang menemani di sampingmu anakku ... tapi, ayahmu ini akan selalu setia berjalan di belakangmu selamanya tanpa perlu kau meminta.

--

Ny.Min Note :

BANJIIRRRRRRRRRRRRRR

Aduh Papa muda begini nyari dimana ya Lord..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro