Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter : 10

Malam ini menu masakan Jaehyun adalah steak salmon yang dipanggang matang memakai mentega dan bawang. Tak lupa, jajaran asparagus yang telah dipanggang sebelumnya diletakkan di samping daging, yang semakin membuat cantik penampilan makan malam kali ini. Karena hanya hidup berdua, dan menjadikannya harus memainkan banyak peran penting di rumah, membuat Jaehyun banyak sekali berlatih memasak.

Pria itu menata piring, serbet, dan alat makan lainnya dengan sangat rapi. Ini padahal hanya sekadar makan malam berdua di ruang makan, tapi seolah makan di restoran berbintang lima. Menjadi tertata, dan rapi adalah ciri khas Jaehyun, bahkan soal urusan table manner, pria itu ahlinya. Pernah bekerja sebagai waiters rupanya membawa banyak pengalaman yang mengesankan.

Dengan iringan Canon in D milik Johann Pachelbel, yang dimainkan oleh Nora, semakin menambah kesan mewah dan elegan makan malam sederhana anak dan ayah itu.

Jaehyun menghampiri Nora yang kini tengah asyik memainkan piano. Karena makanan sudah siap, Jaehyun hendak meminta Nora menghentikan dulu permainan pianonya. Sebetulnya Jaehyun sudah tahu, menghentikan Nora bermain piano sama saja dengan melarang ikan untuk berenang.

"Nora-ya ... ayo kita makan dulu." Jaehyun duduk di samping Nora. Pria itu mengusap kepala dan menyelipkan rambut Nora ke belakang telinga. "Makan dulu Nora, nanti kalau sudah kita bisa main piano lagi," rayu Jaehyun.

Nora tidak menggubris ayahnya dan terus saja memainkan piano. Nora bukannya tidak dengar, gadis itu memang sengaja tak acuh dengan ayahnya.

Melihat tiada respons yang diberikan Nora, Jaehyun pun diam sejenak untuk berpikir mencari cara lain agar putrinya mau makan. Ia melihat jemari Nora yang menari di atas tuts. Lalu sebuah ide melintas di kepala Jaehyun, yang membuat pria itu semringah.

Jaehyun memposisikan dirinya menghadap piano, kemudian meletakkan tangannya di atas tuts. Nora yang sadar akan hal itu, langsung melirik Jaehyun penasaran, dan berhenti memainkan piano. Gadis itu seakan tahu ayahnya ingin memainkan pianonya, maka Nora menghentikan permainannya dan memilih memperhatikan Jaehyun dengan rasa penasaran yang besar.

Sudut bibir Jaehyun terangkat, pria itu merasa senang melihat Nora yang kini fokus kepadanya. "Lihat ya, ayah juga bisa bermain piano sebagus dirimu." Jaehyun pun mulai menggerakkan jarinya.

Sebuah intro lagu dimainkan oleh Jaehyun, karena Nora tak pernah mendengar lagu itu sebelumnya—rasa penasaran Nora semakin menumpuk, dan gadis itu jadi semakin antusias.

"When i was just a little girl, i asked my mother what will i be. Will i be pretty, will i be rich. Here's what she said to me ...." Jaehyun menoleh, dan senyumnya merekah saat melihat Nora terlihat menikmati permainan pianonya.

"Que sera, sera. Whatever will be, will be. The future not our to see. Que sera, sera. What will be, will be ...."

Lalu Jaehyun menghentikan permainan pianonya, dan langsung dihadiahi tepuk tangan yang meriah dari Nora. Gadis cilik itu bahkan sampai mengusap kepala ayahnya. "Ayah pintar!" Nora tersenyum lebar, lalu menepuk tangannya lagi.

Jaehyun selalu mengusap kepala, dan memuji Nora jika telah melakukan hal yang baik. Sekarang Nora seolah menirukan kebiasaan ayahnya itu, dan membuat Jaehyun senang bukan main.

"Ayah pintar?" tanya Jaehyun, yang kemudian dibalas anggukan oleh Nora. Pria itu langsung memeluk putrinya. "Terima kasih, Sayang." Kemudian diakhiri sebuah kecupan singkat di puncak kepala Nora.

Nora melepas pelukan Jaehyun, kemudian menarik lengannya. "Ayah! Nora mau memainkan lagu itu!" pinta Nora dengan semangat.

Mendengar itu, Jaehyun langsung bersemangat. Waktunya menjalankan misi.

"Nora mau belajar lagu tadi?" tanya Jaehyun memastikan.

Tanpa pikir panjang, dan ragu-ragu. Nora mengangguk, dan langsung memposisikan dirinya dengan siap di depan piano. Rasa keingin tahuan anak itu sangatlah besar jika menyangkut tentang musik, dan piano.

Jaehyun menggaruk kepalanya, kemudian melipat tangannya di depan dada. Raut wajahnya dibuat seolah tak yakin. "Wah, bagaimana ini? Lagu ini sangat sulit dipahami." Jaehyun menunggu reaksi selanjutnya dari Nora. "Kita harus mengisi tenaga dulu, agar bisa memahami lagu ini," kata Jaehyun.

Nora menatap jari-jarinya, dan mencoba berpikir bagaiman cara untuk mengisi tenaga seperti yang ayahnya maksud. "Nora mau memainkan lagu itu. Bagaimana Ayah?"

Telunjuk Jaehyun diangkat, dan ditempelkan di pilipisnya. "Aha!" seru Jaehyun. "Ayah tahu caranya. Nora harus makan dulu, agar bisa mempelajari lagu ini dengan baik."

"Kalau begitu, ayo kita makan, Ayah!" Nora beranjak dari kursinya, dan menarik-narik tangan Jaehyun agar cepat-cepat pergi ke meja makan.

Melihat tingkah Nora yang mendadak semangat makan, Jaehyun tersenyum penuh kemenangan. Usahanya berhasil dalam membujuk Nora makan. Walau pun kemungkinan steak di meja sudah dingin, tapi mengetahui anaknya bersemangat untuk makan seperti ini saja—sudah sangat melegakan.

Flashback

Seoul, 2016

Di luar apartemen tengah hujan deras, dan Johnny terjebak di apartemen Jaehyun hingga sore. Pria itu paling malas mengendarai mobil saat hujan, maka ia lebih memilih menunggu hujannya reda.

Sembari menunggu hujan reda, Johnny dan Jaehyun berencana untuk makan ramyeon, dan kimchi. Cuacanya amat mendukung, dan sangat nikmat bila semangkuk ramyeon panas dihidangkan.

Jaehyun sedang sibuk memasak ramyeon di dapur, dan Johnny bertugas menjaga Nora yang bermain di depan TV. Johnny yang baru menyelesaikan studinya itu memang belum banyak kegiatan, bahkan ia belum mendapat pekerjaan karena menunggu surat lisensinya keluar. Jadi selama itu yang dilakukan Johnny hanya bersantai, mengunjungi Jaehyun, kadang berpergian menghabiskan waktu seorang diri.

Nora sejak tadi terlihat diam saja, dan sibuk bermain leggo. Namun, yang dilakukan Nora hanyalah menata leggo tersebut di lantai, dan menjajarkannya—begitu leggo-leggo tertata, Nora mengacak-acaknya kemudian menatanya kembali seperti awal.

Johnny memang sempat beberapa kali memperhatikan Nora, bahkan ia menjadi lebih fokus karena Nora telah melakukan hal yang berulang selama hampir satu jam.

"Nora-ya," panggil Johnny. Pria itu mencoba mengetes Nora, dengan memanggil nama gadis usia tiga tahun itu. Karena tiada jawaban, dan Nora tidak menoleh, akhirnya membuat Johnny lebih mendekat ke pada Nora.

Perasaan Johnny jadi sedikit tak beraturan. Firasatnya mengatakan ada yang tidak beres dengan Nora. Sebetulnya, Johnny sudah memiliki firasat semacam ini sejak lama, namun hal itu menjadi sangat meyakinkan saat melihat Nora sekarang ini.

Gadis itu tidak bisa bermain peran, dengan boneka. Sekarang ia justru sibuk menata leggo secara berurutan, tapi kemudian dihancurkan, lalu diurutkan kembali—hal itu dilakukan secara terus menerus tanpa arti. Jika dipanggil Nora tidak merespons, padahal gadis itu tidak memiliki masalah pendengaran atau bicara.

Kemudian Johnny mengambil beberapa leggo di lantai dan menyembunyikannya. Mengetahui hal itu, Nora langsung merengut lalu menangis histeris. Mendengar suara tangis Nora yang amat kencang, membuat Jaehyun berlari dari dapur dan menghampiri Nora dengan panik.

"Johnny ada apa?!" tanya Jaehyun yang raut wajahnya sudah merah hitam, panik dan kebingungan.

Johnny takut mengatakan yang sebenarnya. Ia hanya khawatir dugaan-dugaan yang selama ini dikumpulkannya salah. Johnny takut keliru dalam mendiagnosis Nora, walau ia sudah menempuh pendidikan magister psikologi—Johnny masih meragukan keahliannya dalam menilai Nora.

Jaehyun menggendong Nora, dan menatap Johnny penuh tuntutan atas jawaban. "Kenapa Nora tiba-tiba menangis?" tanya Jaehyun, dengan masih menyimpan setitik kesabaran. Ia mencoba tidak marah dulu, dan menunggu penjalasan Johnny.

Johnny menarik napasnya dalam-dalam, lalu dikeluarkan. Kepalanya menengadah, dan menatap Jaehyun yang kini berdiri di hadapannya. "Kau duduklah dulu, aku mau bertanya." Johnny menepuk bantal duduk di lantai, meminta agar Jaehyun mau mendengarkannya dengan tenang.

Kemudian Jaehyun menurut, dan duduk menghadap Johnny. Nora masih menangis di pelukan Jaehyun saat ini.

"Pernahkah Nora menatapmu ketika namanya dipanggil? Atau pernakah dia menghindari kontak mata?" tanya Johnny.

Jaehyun bingung kenapa temannya menanyakan hal semacam itu. Tapi jika diingat-ingat memang Nora tidak pernah menatapnya, walau namanya dipanggil. Jaehyun mengangguk. "Aku pikir itu biasa dialami anak seusia Nora. Mungkin karena dia masih terlalu kecil."

Mendengar pernyataan jujur Jaehyun, membuat Johnny geleng-geleng kepala. "Lalu, kau mengetahui hal itu hanya diam saja? Tanpa menaruh curiga sekalipun?" tanya Johnny, sedikit kesal.

"Kenapa tiba-tiba kita membicarakan hal ini?" Jaehyun mulai terserang panik.

Johnny mengambil Nora dari pelukan Jaehyun, lalu mendudukannya di lantai, dan membiarkan Nora bermain dengan leggo-nya kembali.

"Nora selalu menangis jika diajak ke tempat ramai, maka dari itu kau selalu menitipkan Nora ke pengasuhnya dan tidak pernah membawa Nora ke luar rumah lagi. Iya, 'kan?" Johnny menebak, mengumpulkan semua fakta atas dugaannya terhadap Nora.

"Dia juga selalu menyusun mainannya seperti ini tanpa arti apa-apa, kemudian mengacak-acaknya sendiri, lalu disusun kembali. Apa kau tidak merasa ada yang mengganjal, Jung Jaehyun?" tanya Johnny.

Mendengar ucapan Johnny yang sangat serius membuat Jaehyun cemas. Darahnya seperti mengalir deras, jantungnya juga tak karuan. "Aku harus curiga bagaimana, aku mengira semuanya terlihat normal biasa saja Johnny-ya."

Johnny mendecak kesal. "Biasa yang bagaimana Jaehyun-a? Normal seperti apa jika begini?"

Jaehyun tertohok. Ia tak habis pikir ucapan semacam itu keluar dari bibir Johnny. "Jadi maksudmu, Nora tidak normal? Begitukah Seo Johnny?!"

Mendengar nada bicara Jaehyun yang mulai kesal itu, Johnny mencoba menarik dirinya agar tidak berbicara terlalu jauh. Lagi pula ini hanya dugaan awal, Johnny belum bisa memberikan diagnosis yang tepat. Tapi yang jelas, Nora lain dari anak yang biasanya.

"Tidak, bukan maksudku bicara seperti itu. Tolong tahan emosimu." Johnny menatap Jaehyun yang kini rautnya sudah tidak terlihat bersahabat.

"Ayo kita atur jadwal, aku akan mengantarkanmu bertemu seniorku—seorang psikolog yang bekerja di rumah sakit. Aku pikir kita harus melakukan ini, agar kau bisa mengerti kondisi Nora sedini mungkin." Johnny menatap Jaehyun serius. Ia bahkan berhati-hati dalam cara bicaranya, karena takut bila Jaehyun tersinggung.

Jantung Jaehyun seperti dijatuhkan dari gedung apartemennya. Ia menatap Nora dengan raut wajah yang tak bisa dijelaskan. Iba, sedih, dan takut.

"Sebenarnya, Nora kenapa?" tanya Jaehyun. Nada bicaranya terdengar lemah, dan bergetar. Ia takut bila ada hal yang buruk terjadi menimpa Nora.

"Tolong dengarkan aku. Apa pun, nanti hasilnya. Jangan pernah malu, atau jangan pernah merasa sedih. Karena hanya kau yang dimiliki gadis ini, oke?" Johnny memberi jeda, sampai Jaehyun mengangguk paham. "Aku rasa Nora mengalami gangguan perkembangan Jaehyun-a. Kau tahu anak yang mengidap autisme?" tanya Johnny.

"Ya, aku tahu."

"Aku rasa, Nora salah satu dari mereka. Jenis autisme itu beragam, tapi yang jelas Nora menunjukkan beberapa gejala-gejala dari autism spectrum disorder—sebuah gangguan perilaku yang ditandai dengan kesulitan berinteraksi, mengekspresikan emosi dan komunikasi," jelas Johnny.

Tangan Johnny mengusap kepala Nora, dan menatap Jaehyun tak tega. "Untuk kategori autisme itu sendiri, aku tidak bisa menilainya dengan sekali lihat. Jadi kita membutuhkan tenaga yang memang ahli di bidang ini, agar benar-benar akurat."

Sebagian jiwa Jaehyun seperti kaku, mati rasa. Kejadian apa lagi ini? Mengapa hal-hal semacam ini selalu menimpanya? Belum cukup selama tiga tahun ini hidup seperti orang asing, kini ditambah kondisi Nora.

Sekarang jika semua dugaan Johnny benar, Jaehyun harus melakukan apa? Pria itu lagi-lagi hilang tujuan hidupnya, ia tidak tahu harus mengadu ke pada siapa lagi.

"Apakah Noraku, bisa sembuh?" tanya Jaehyun.

Dengan berat hati, Johnny menggeleng pelan. "Ini bukan sebuah penyakit Jaehyun-a, ini gangguan perkembangan—artinya, kita harus memberikan penanganan yang khusus untuk Nora bisa hidup mandiri nantinya. Kau dan Nora, pasti bisa melalui ini. Aku percaya keajaiban selalu ada," ucap Johnnya. Ia menatap Jaehyun, mencoba meyakinkan temannya, bahwa Jaehyun mampu melewati semuanya.

Flashback End

Jaehyun memperhatikan Nora yang kini menyantap makan malamnya dengan lahap. Melihat itu saja, bisa membuat hati Jaehyun bahagia. Tangan Jaehyun meraih kepala Nora, kemudian mengacak-acak gemas rambut anaknya.

"Masakan ayah enak?" tanya Jaehyun.

Nora mengacungkan ibu jarinya, kemudian menyuapkan sepotong salmon ke mulutnya. Senyum di bibir Jaehyun mengembang dan menampakkan lesung pipinya. Jemari Jaehyun menghapus jejak saus yang menempel di ujung bibir Nora.

"Makan yang banyak ya, Sayang."

"Ayah makan yang banyak," jawab Nora, kemudian tangan kecilnya mengusap rambut Jaehyun, seolah meniru perilaku ayahnya.

Mendapat perlakuan manis dari Nora, yang sangat jarang ditunjukkan itu membuat Jaehyun bahagia bukan main. Pria itu tak pernah tanggung-tanggung menunjukkan bentuk kasih sayang kepada Nora.

Jaehyun benar-benar mengajarkan Nora dari nol, bagaimana merasakan perasaannya sendiri dan cara mengekspresikannya. Menangislah jika merasa sedih, dan tersenyumlah jika ada yang membuat hatimu senang.

—-

Pelukkkk papaaahhhh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro