PROLOG
"Jatuh cinta itu hak setiap orang, gak ada undang-undang yang ngelarang. Tapi perkara perasaanmu dibalas atau enggak, itu keputusan mutlak dari orang yang kamu sukai."
***
"ZE, KALAU AKU suka sama kamu, gimana?"
Ezekiel Danuarta seketika tertawa terbahak-bahak sampai tersedak kopi yang beberapa detik lalu diseruputnya dengan nikmat. "Apa?" Dia menatap geli pada wanita tomboi di depannya. "Kamu daftar SUCA gih, dah cocok jadi pelawak soalnya."
Cahaya Januari berdecih sebal. Keisengannya sore ini malah sukses membuat pria itu tertawa terbahak-bahak. Padahal tidak ada yang lucu, orang ucapannya tadi serius.
"Ya itu sih hak kamu," jawab Zeze. Ekspresinya berubah serius.
"Terus?"
"Terus-terus, kamu bukan petugas parkir." Zeze menyeruput kopinya lagi.
Caca menghela napas lelah. Keusilan seorang Zeze memang selalu menguras kesabarannya, tetapi dia malah suka. Ya gimana, orang kan kalau sudah bucin, gebetannya lagi joget kayak cengcorang pun tetap suka.
"Jatuh cinta itu hak setiap orang, gak ada undang-undang yang ngelarang. Tapi perkara perasaanmu dibalas atau enggak, itu keputusan mutlak dari orang yang kamu sukai." Zeze menatap dalam-dalam ke mata Caca. "Artinya, saat kamu jatuh cinta dan ungkapin perasaanmu ke gebetan, kamu udah kibarin bendera putih. Kamu udah kalah."
"Kalah?" Caca tak mengerti.
Zeze melebarkan senyum misterius. "Kamu gak punya kendali lagi dalam pertempuran cinta kamu. Cinta adalah pertempuran yang sesungguhnya," dia mengatakan itu dalam bisikan, "kamu cuma bisa berjuang, sementara keputusan penuh ada di orang yang kamu perjuangkan. Jadi, kalau kamu mau jatuh cinta, kamu harus siap juga buat terluka. Soalnya gak semua kisah cinta itu berakhir happy ending."
Tangan kanan Zeze merogoh sesuatu dari tas ransel hitam yang disimpan di samping kiri tempat duduknya. Caca agak menyipitkan mata untuk melihat tampilan benda yang dikeluarkan oleh pria berkaus hitam polos itu.
Undangan? Oh, mungkin titipan temannya. Dia berusaha tetap berpikir positif.
Zeze menyodorkan undangan berwarna dasar biru dongker dengan ukiran tinta emas dan beberapa ornamen hiasan ke depan Caca. "Wajib datang ya, kamu kan sahabat terbaikku. Jangan lupa, tanggal 30 Agustus. Siapin kado dan kalau bisa, bawa pasangan," katanya dengan senyum bahagia.
Caca terdiam di tempat, tertohok oleh kenyataan yang menyakitkan. Mendadak telinganya pengang, tak berfungsi dengan baik sehingga merasakan suara-suara di sekitar beranjak menjauh. Sementara itu, pandangannya terus tertuju pada undangan.
Tertulis indah di badan undangan itu, 'Ezekiel Danuarta & Deby Rinjani', dengan tinta emas yang tampak cantik.
Gebetannya menikah? Seriusan, nih? Apa bercanda? Padahal dia baru saja mengungkapkan perasaan dan mendapat penolakan instan beberapa detik lalu. Kenapa Zeze menorehkan luka double kill padanya?
Mendadak hatinya campur aduk oleh perasaan yang membuat tak nyaman. Kecewa, kaget, marah, patah, pasrah. Empat tahun memendam cinta pada sahabat sendiri, ternyata berakhir jadi tamu undangan. Sungguh kisah yang mengiris hati.
Jadi, sore itu Zeze mengajak bertemu secara spesial—setidaknya itu anggapan Caca—dan membawanya ke sebuah kafe kekinian di Braga, jauh-jauh dari Kopo, hanya untuk menyampaikan berita menyedihkan ini?
Caca menggeleng-gelengkan kepala heran. Skenario Tuhan memang penuh kejutan dan kadang bisa buat dijadikan bahan tertawaan.
***
Jangan lupa vote n komen.😁🤟
Btw, gimana versi revisinya, gais?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro