BAB 9 - Wah, Sah!
"Menikahlah dengan seseorang yang tangannya bisa kamu genggam ke mana pun dan dalam keadaan apa pun."
***
"PERNIKAHAN ADALAH PELENGKAP ibadah. Maka menikah adalah perjalanan paling panjang yang membutuhkan kesiapan serta keimanan. Maka dari itu pula, menikahlah dengan seseorang yang tangannya bisa kamu genggam ke mana pun dan dalam keadaan apa pun. Menikahlah dengan orang yang bisa menjadi tempat untukmu melakukan segala ber-: bercanda, berdiskusi, berproses."
Caca merenungkan ucapan ustaz yang didengarnya kemarin, malam sebelum hari H, di mana diadakannya serangkaian acara adat Sunda untuk pengantin. Termasuk pengajian yang diisi oleh ustaz kondang.
Sekarang, di depan cermin rias yang dihiasi lampu-lampu terang, Caca duduk dengan kaku. Dia telah disulap sedemikian apik untuk menjadi bidadari sehari. Vera pelakunya, yang sudah heboh bahkan sejak malam kemarin. Jantungnya berdebar kencang, badannya panas dingin, matanya bahkan nyaris tak bisa berkedip. Meski begitu, kedua telinganya mendadak lebih jeli, menjernihkan semua keramaian suara dari segala arah; hanya terfokus pada suara seorang pria di luaran sana.
Di panggung, Adit sudah duduk berhadapan dengan Ikram, Pak Penghulu, serta beberapa saksi dari kedua belah pihak mempelai. Dia tampak gagah dengan jas dan kopiah putih; ada kalung bunga imitasi di lehernya. Kedua telinganya mendadak hanya terfokus pada satu per satu kata yang diucapkan oleh Pak Penghulu.
Deg-degan, sumpah, dan dia sudah mengalami hal itu semalaman, bahkan sejak dua hari sebelumnya. Selama itu pula, Adit terus menghafal kalimat ijab kabul. Takut salah ucap, kan bikin malu. Detik-detik yang ditunggu pun akhirnya tiba. Dadanya bergemuruh hebat. Mendadak hawa dingin menyelimuti tubuhnya.
"Saudara Aditya Pratama bin Biantara Pratama, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya, Cahaya Januari binti Ikram Rivandra dengan mas kawin seperangkat alat salat, 100 gram emas, uang senilai 11 juta, dan surah Ar-Rahman." Ikram menjabat erat tangan Adit di atas meja putih.
Sepasang matanya yang berkaca-kaca, tampak menatap dengan tajam pada pria yang sebentar lagi akan mengambil alih tanggung jawab atas putri tercintanya.
Mendadak segala kepanikan yang menyergap Adit lenyap begitu saja. Dadanya bergemuruh oleh keberanian dan adrenalin yang terus terpacu. Inilah saatnya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Cahaya Januari binti Ikram Rivandra dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai." Adit berujar dengan lantang dan tegas.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Pak Penghulu pada khalayak.
"Sah!"
Hari ini, tanggal 11 September 2022, Aditya Pratama dan Cahaya Januari resmi menjadi pasangan halal. Sorakan penuh kelegaan itu menandai babak baru hubungan mereka. Cuacanya pun seolah-olah mendukung. Langit biru sejauh mata memandang, bersih dan tampak indah. Meski matahari bersinar tanpa hambatan, angin yang berembus terasa sejuk, menjadi AC alami bagi siapa saja.
Caca dituntun masuk oleh Vanda dan Vera. Ketiga wanita itu jelas tak bisa menyembunyikan rasa haru dan gugup, membuat sepasang mata mereka sedikit berkaca-kaca. Terutama Caca yang gemetar lebih parah, bahkan di setiap langkah, kedua kakinya seperti kehilangan fungsi. Andai saja tak ada dua wanita yang menggandeng, dia mungkin sudah gagal tiba di panggung. Apalagi saat harus menaiki tiga anak tangga.
Melihat bagaimana anggunnya Cahaya Januari berjalan menujunya, Adit menahan napas tanpa sadar. Seisi dunia mendadak tersisih, waktu pun terasa beku begitu saja. Adit hanya terfokus pada Caca dan tak melewatkan sedikit pun gerakan yang dibuat oleh wanita itu.
Caca sekarang sah sebagai istrinya. Wanita itu baru saja dipersunting olehnya di hadapan Sang Pencipta. Mendapati kenyataan itu, jantung Adit kembali berdetak tetapi kali ini dalam ritme yang lebih cepat. Napasnya masih tertahan dan dia tak menyadari bahwa mukanya sudah sedikit merah padam sampai bikin beberapa orang menahan senyum gemas.
Mempelai wanita kemudian didudukkan di samping mempelai pria. Pak Penghulu menyuruh Caca mencium tangan Adit. Saat itu, tatapan keduanya memancarkan perasaan yang sama : kegugupan. Adit bisa merasakan tangan Caca yang begitu dingin ketika meraih tangannya, pun Caca juga sama.
"Tahan!" Sam memberi komando. Otomatis Adit dan Caca patuh sampai pria itu kembali memberi arahan. Namun, setiap detiknya saat adegan itu terjeda, dunia pun seolah-olah berhenti bagi mereka. Panas dingin, jantung berdebar, napas tertahan.
"Oke!"
Baru saja Adit dan Caca mau bernapas lega karena merasa telah terlepas dari "bahaya", tiba-tiba Sam kembali meneriakkan satu kalimat yang sukses membuat keduanya membeku.
"Sekarang pose ciuman!"
Bukan hanya Sam, Pak Penghulu juga mengatakan kalimat yang sama.
Adit dan Caca saling pandang. Dua detik. Waduh! Caca langsung menunduk, Adit mendongak sambil berdeham.
"Cium aja, A, udah halal itu istrinya. Asal jangan berlebihan aja, soalnya ini masih di panggung. Kalau mau puas mah nanti malam ya, A?" Pak Penghulu malah sengaja menggoda. Jelas saja ucapannya mengundang sorakan penonton dan membuat muka Adit berubah merah dalam sekejap.
"Buruan oi! Lama banget elah, udah sah juga! Kalian udah halal, woi!" teriak Vera yang sudah mengacungka kamera. Ada seorang perempuan di sampingnya. Ah, Caca ingat, itu Dinda, adik Adit.
"Iya, A! Bunda sama Papa udah gak sabar pengin punya cucu, nih!" Dinda ikut teriak.
"Durasi! Durasi!" Ega tak mau ketinggalan mengompori.
Adit berdeham. Semua mata tertuju pada mereka yang ada di panggung. Lantas, dia menunduk, menatap Caca. Wanita itu juga terlihat sama gugupnya, sampai-sampai bunga-bunga dari sigernya gemetar pelan.
"Dicium, A, sambil lafalkan doa-doa keberkahan," kata Pak Penghulu.
Adit berdeham lagi. Tangan kanannya terulur perlahan dan berhasil tiba di pundak Caca dengan sedikit gemetar. Mulutnya mulai menggumamkan doa-doa singkat; Caca khusyuk mendengarkan. Langkah selanjutnya, dia mencondongkan tubuh dengan kikuk, mendekatkan wajah ke kening Caca-semua tampak menahan teriakan-dan hanya sepersekian detik, bibir tebalnya berhasil mendarat di kulit jidat Caca.
"Cieee!" Ega and the gank bersorak heboh. Bikin Adit dan Caca langsung salting, terlebih para tamu yang lain juga ikut menggoda mereka.
Acara resepsi pun berlanjut dengan beragam prosesi yang telah terjadwal, termasuk pelantunan ayat suci Surah Ar-Rahman oleh Adit. Ternyata pria itu memiliki suara yang merdu saat mengaji, menggetarkan panggung pelaminan dengan keheningan para tamu undangan-menandakan mereka begitu khusyuk mendengarkan.
Pukul 10.00, prosesi akad pun selesai. Pengantin dituntun ke kursi pelaminan, kemudian para tamu pun membanjiri mereka dengan ucapan selamat.
"Selamat, Cil. Akhirnya lo nikah juga."
Suara itu ... jelas membuat Caca langsung memusatkan perhatian pada pria tinggi di depannya yang tampak gagah dengan batik gold-black. Ada seorang wanita yang menggandeng mesra lengan kirinya. Zeze dan Deby.
Mantan ketemu mantan. Suasana yang canggung.
"Makasih, Ze." Caca balas menyalami Zeze sambil tersenyum tipis.
Hari ini, Caca jadi wanita betulan. Dia yang biasa koloran dengan rambut pendek gaya wolf cut, sekarang memakai gaun pengantin kebaya putih khas adat Sunda, dengan siger yang bertakhta cantik di kepalanya. Jujur, Zeze harus memuji tim MUA yang menangani Caca karena tampilan wanita itu sekarang benar-benar bikin pangling, seperti bidadari baru turun dari kayangan. Gerak-geriknya pun tampak anggun.
"Ekhem! Biasa aja kali tuh mata, gak usah kayak mau lompat ke luar," sindir Deby sambil mencubit pelan pinggang Zeze.
Zeze hampir lupa bahwa dirinya sudah punya istri. Dia nyengir sambil menatap Deby. "Ampun, Sayang," bisiknya.
"Selamat, Dit." Sekarang giliran Deby yang menyalami Adit.
Ada reaksi sekilas yang agak lain ditunjukkan oleh pria itu. Caca sempat melihatnya dan memaklumi. Bagaimanapun, melepaskan pemilik hati yang sudah bersama selama bertahun-tahun itu tak mudah serta perlu waktu. Namun, saat mencuri pandang ke arah Deby, keningnya seketika berkerut dalam.
Ekspresi apa itu? Kenapa tatapan wanita itu begitu lekat terpaku pada Adit? Kenapa pula senyumannya tampak seperti sebuah kepalsuan?
"Makasih, Deb," balas Adit. Dia buru-buru melepas tangan Deby dan lekas berganti pada Zeze. "Thanks udah datang, bro."
"Aman. Nitip Caca, ya," kata Zeze sekadar basa-basi.
"Tanpa kamu minta pun. Soalnya saya serius sama dia dan saya adalah pria yang memegang teguh ucapan saya." Entah Adit bermaksud menyindir Deby atau Zeze, tetapi ucapannya berhasil menusuk hati kedua orang itu.
Mereka kemudian berfoto bersama.
"Gila."
Kehebohan bersumber dari pintu masuk pelaminan. Terlihat di sana rombongan pria yang cosplay jadi emak-emak berdaster, lengkap dengan kerudung dan perintilan lain. Mereka berjalan ala model di atas catwalk dengan penuh percaya diri, tanpa tahu malu. Malah dadah-dadah pada yang lain. Ega and the gank join this game.
Caca beristigfar puluhan kali begitu melihat kemunculan sahabat-sahabatnya. "Ya Allah, ternyata sohibku titisan orang gila semua." Wanita itu hanya bisa menutupi mukanya dengan kedua tangan.
Adit menahan tawa di sampingnya.
"Plot twist, Gais! Akhirnya Caca nikah duluan, kesalip aku, huhu!" Vera bicara sambil mengacungkan ponsel yang ditopang tongsis. Dia tengah melakukan siarang langsung di akun sosial medianya. Wanita itu malah gantian cosplay jadi bapak-bapak pejabat, lengkap dengan kumis palsu hitam.
"Nih, diterima ya!" Vera menyerahkan benda yang ... bikin Caca mau nangis di tempat. Dia memberi "baju dinas" langsung ke tangan Caca, tepat di depan Adit. Masalahnya, benda merah itu cuma diberi plastik dan pita kecil doang.
Ya Allah. Muka Caca merah padam.
"Selamat ya, Neng. Akhirnya anak Emak ada yang doyan juga." Ega bicara dengan menirukan suara wanita dan itu cukup mirip! Dia membawa sekotak tisu yang diapit di ketiak kiri. Pura-pura menangis-entah dari mana air mata buayanya itu.
Ega kemudian menyerahkan satu kado besar bersampul kertas motif love-love yang entah apa isinya.
Belum berhenti di sana, Isam maju dan dengan gemulai memeluk Ega. "Ceu, akhirnya anaknya nikah, ya. Terharu aku," katanya sambil gelendotan pada Ega.
"Udah weh, merinding aku!" Caca memukul pelan tangan Isam. Dia ngeri sendiri dan malah mau nangis betulan.
Adit menahan tawa.
"Bapak-Ibu Pengantin, diterima ya sembakonya." Gavin menyerahkan satu karung beras yang dipanggulnya dengan gagah-tetapi tampilan pakai daster pink-pada Adit.
"Sebagai pelengkap dan penguat." Sekarang giliran Dian yang memberikan dua ikat telur ayam sayur. Setelah dirinya, Gavin menyerahkan perabotan rumah tangga, dan Caca sudah tak bisa lagi menatap kegilaan sahabat-sahabatnya.
Di sela kehebohan ulah teman-temannya, Caca melirik Adit. Pria itu tampak tertawa terbahak-bahak. Sekarang Adit malah jadi satu paket lengkap dengan Ega and the gank.
Terlalu memandangi Adit, tiba-tiba kilasan obrolan dengan Vera semalam muncul di benaknya.
"Eh, Ca, malam ini kita terakhir tidur bareng. Soalnya besok kamu kelonan sama Adit."
"Vera!"
"Bayangin, Ca, tangan Adit mulai merayap-rayap ke tubuhmu-"
"Per!"
"Terus grepe-grepe, sikidip-"
"Setan kamu, Ver!"
"Setannya besok ngumpul di kamar kamu, nontonin kamu anuan sama si-"
"Minggat sana kau ke Mars!"
Caca merinding. Sekarang otaknya malah membayangkan apa yang dikatakan Vera.
Malam pertama? Kedua matanya berotasi pada Adit. Pria itu tampak gagah memang. Badannya tinggi, wajahnya punya kesan tegas dan maskulin, serta-Caca yakin-tubuhnya penuh oleh otot-otot yang terawat karena terlihat saat Adit pakai kemeja atau baju yang agak ketat.
Huft, boleh tukar raga sama orang lain aja gak, sih?
Caca meringis ngeri begitu pikirannya makin ke mana-mana.
***
Cung, siapa aja nih yang kondangan nikahan Caca-Adit?🤩🤩
Awas, ngambil satenya satu tusuk aja, ya.🤣
Btw, udah mendekati masa proses terbit ih, nervous.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro