Bagian Tujuh Belas
Hwllow ketemu lagi. Happy Reading!
***
Samar-samar Syana mendengar sebuah suara di sekitarnya. Kepala gadis itu terasa berdenyut, perlahan matanya mengerjab menatap ruangan sekitar yang remang-remang.
Syana tidak tahu di mana dia berada sekarang. Gadis itu hanya melihat dia di ruangan kecil dengan lampu pencahayaan minim. Buru-buru Syana bangkit dan mencari pintu keluar.
Tangan Syana memukul-mukul pintu itu, berteriak meminta bukakan pintu kepada siapa pun di luar, tetapi tidak ada satu orang pun yang mengindahkan teriakan Syana.
"Siapa pun di luar, tolong bukakan pintunya!" teriak Syana lagi, dia yakin pasti ada yang mendengarkannya di luar.
"Aku hanya ingin bertanya, ini di mana? Kenapa aku dibawa kemari? Apa salahku?"
Gadis itu kembali memukul-mukul pintu itu dengan sekuat tenaga.
Syana yang sudah lelah berdiri daritadi, tangannya pun memerah karena memukul pintu, memilih duduk pada lantai tanpa alas itu.
Lebih baik Syana memikirkan bagaimana bisa keluar dari sini, daripada teriak-teriak tidak jelas saja.
Gadis itu menatap sekitar. Tidak ada jendela. Ruangan ini terlalu tertutup. Bagaimana caranya bisa kabur selain melalui pintu itu?
Berarti satu-satunya cara memang hanya pada pintu itu. Syana menghela napas pasrah. Apakah dia harus menunggu sampai pagi?
"Kyo ... Aca, tolong aku," lirih Syana. Gadis itu langsung menangis, dia terlalu cengeng jika berada di situasi seperti ini.
"Kau sangat lemah."
Syana tersentak. Suara siapa itu? Kepalanya langsung menoleh ke kanan dan kiri, tetapi tidak ada siapa pun.
"Siapa?"
"Pemilik mata biru tak seharusnya menangis meminta pertolongan."
"Jawab aku! Siapa kau?"
Terdengar kekehan, tetapi wujudnya masih tidak tampak. Syana merasakan bulu kuduknya berdiri. Dia menggosok lengannya, merinding ketakutan.
Sosok itu tiba-tiba menampakkan wujudnya yang berdiri di depan Syana. Gadis itu terperanjat, tetapi saat melihat wajah sosok itu mata Syana melebar.
"I--ibu?"
Syana menutup mulutnya tak percaya. Apakah dia sedang bermimpi?
"Aku bukan ibumu! Bukankah kau tahu, ibumu sudah meninggal?"
Benar! Syana langsung tersadar akan hal itu, tetapi mengapa sosok itu sangat mirip dengan ibunya?
"Aku akan berwujud seperti apa wujud yang kau pikirkan."
"Siapa kau? Apakah kau manusia? Oh, atau kau adalah ... arwah penasaran, hah? Pergi jauh-jauh dariku!"
Sosok itu tampak tak suka dianggap menjadi arwah penasaran.
"Wahai pemilik mata biru, aku hanya akan menyampaikan, jika kau tidak bertindak maka mata birumu akan menjadi ancaman. Jagalah baik-baik, karena jika tidak kau yang akan celaka."
Sosok itu mendadak hilang dari pandangan Syana. Gadis itu terdiam sebentar, dia masih tak percaya jika ada sosok seperti itu. Bahkan dari dia kecil, sosok itu selalu mendatanginya, berkata perihal mata biru yang masih menjadi teka-teki untuk Syana.
"Aku tidak mengerti, apa maksudnya semua ini? Apakah mata biruku ini bukan hanya sebatas beda warna? Apakah mataku ini berbahaya? Terpenting, kenapa akh berada di sini sekarang?"
Syana menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, merasakan pipinya yang dingin.
"Wahai mata biruku, jika memang kau ada kekuatan. Bisakah kau mengeluarkanku dari sini?" tanya Syana bertingkah aneh. Mana mungkin matanya itu menjawab, kan?
"Arhh! Keluarkan aku dari sini!" teriak Syana mengentakkan kakinya di lantai, membuat suara berisik.
"Tidak ada siapa pun yang mendengarkanku, ya?" lirih Syana. Gadis itu pun pasrah saja. Mungkin memang sebaiknya dia menunggu sampai pagi.
***
Mentari kembali menyambut setelah berganti tugas dengan bulan. Cahayanya pun cerah, menandakan akan panas.
Syana membuka matanya perlahan. Sudah pagi! Ruangan ini pun lumayan terang, karena ada pencahayaan dari ventilasi.
Saatnya menunggu pintu itu terbuka. Syana yakin, tidak mungkin orang-orang itu menculiknya tanpa alasan. Apalagi hanya sekadar untuk mengurungnya. Untuk apa?
Sesuai dugaan Syana. Pintu itu pun terbuka menampakkan dua orang berbadan besar---orang yang sama dengan yang menculiknya kemarin.
"Selamat pagi, Nona. Kami diperintahkan untuk membawa Nona menghadap pada Tuan."
Alis Syana bertaut. Siapakah Tuan mereka? Pastinya dia dalang dari penculikan ini.
Syana hanya mengangguk, tangannya pun ditarik oleh dua orang lelaki itu untuk berjalan.
Lebih baik Syana menurut saja dahulu sampai tahu apa alasan dia diculik, bukan? Daripada memilih kabur sekarang.
Syana diantarkan ke ruangan Tuan mereka. Pintu pun terkunci kembali, Syana duduk di hadapan lelaki yang memakai topeng itu.
Gadis itu mendengkus dalam hati, kenapa orang itu memakai topeng? Pengecut sekali, bukan?
"Kau pasti bertanya-tanya kenapa kau diculik, bukan? Sebelumnya maafkan perilaku kami yang tidak sopan, Nona."
"Berhenti memanggilku Nona-nona! Namaku Syana!"
"Ya, maaf, Nona Syana."
"Siapa kau? Kenapa kau menculikku?"
"Aku hanya minta satu permintaan padamu, itu saja."
"Pengecut seperti apa yang ingin meminta sesuatu dengan cara penculikan seperti ini? Ibuku tidak pernah mengajariku kekerasan!"
"Sabar dulu, Nona. Jangan memancingku!"
Syana menghela napas pelan. "Siapa kau? Lepaskan topengmu, dasar ... pengecut!"
"Kau yakin ingin melihat wajahku?"
"Iya! Tidak usah berlagak misterius. Aku tahu kau adalah seorang Bapak-bapak."
Laki-laki itu terdengar terkekeh singkat. Syana semakin mendengkus kesal.
"Bapak-bapak?"
"Iya, kan?"
"Ya ... terserah, tapi wajahku tidak penting sekarang. Perlu kau ketahui, jika kami tidak menculikmu, maka kau tidak akan bisa melihat matahari pagi ini."
"Apa maksudmu?"
"Setidaknya aku sudah menyelamatkan nyawamu, sudah itu saja. Sekarang, tolong turuti permintaanku."
"Tidak mau!"
Syana bersedekap tangan di di dada, bersikap angkuh.
"Aku hanya minta satu ... hanya kau yant bisa mengabulkannya."
"Tidak mau! Kau sudah menculikku, orang bodoh mana yang akan mau menuruti permintaan orang yang menculiknya? Tentu aku tidak sebodoh itu!"
"Nona Syana ...."
"Satu lagi!" potong Syana. "Dari mana kau tahu namaku? Kenapa kau mengenalku?"
"Aku sudah mengenalmu dari lama."
"Siapa kau? Jika kau adalah Kyo atau Aca, aku tidak akan memaafkanmu, ya! Lelucon seperti apa ini!"
"Nama siapa itu?"
"Tidak usah berpura-pura tidak tahu. Aku yakin kau pasti antara mereka berdua yang sedang menjailiku, kan? Ini tidak lucu."
Laki-laki itu tampak menghela napas. "Aku serius menculikmu, karena aku ingin minta tolong."
"Sudahlah, hentikan persandiwaraan ini. Lepaskan topengmu, Aca! Atau Kyo, nih!"
"Aku bukan mereka."
"Halah, pasti Aca, kan? Pantas saja kamu tidak ke rumah kemarin, ternyata merencanakan ini! Aku kecewa!"
Syana menatap penuh kekecewaan. Sedangkan pria itu hanya bisa diam tak mengerti.
"Sudahlah, aku ingin pulang!"
"Sebentar!"
"Apa lagi? Aku sudah tahu, kau sudah ketahuan!" ujar Syana.
"Kau yakin mengenaliku?"
"Iya! Kau, Aca, kan?"
Laki-laki itu pun hanya bisa pasrah, sepertinya tidak ada cara lain, dia memang harus menunjukkan wajahnya.
"Atau ... bukan Aca?" tanya Syana dengan tatapan penuh selidik.
"Buka topengmu!" suruh Syana.
"Baik, jika itu yang kau minta."
"Ya sudah, cepat buka!" suruh Syana berkacak pinggang.
"Kau yakin?"
"Iya! Buka saja cepat!"
"Baiklah."
Dia hendak membuka topengnya, tetapi kembali meyakinkan Syana dahulu.
"Kau yakin ingin mengetahuinya sekarang?"
"Emang ada apa, sih? Buka saja topengmu! Aku hanya ingin melihat wajahmu, itu saja!"
"Baik ... semoga kau tidak terkejut melihat ini."
Syana memutar bola matanya malas. Menurutnya laki-laki itu terlalu banyak drama. Padahal tinggal buka topeng saja.
"Ayo, buka topeng itu sekarang!"
"Iya!"
Perlahan laki-laki itu membuka topengnya. Syana senantiasa melihat, menunggu sampai topeng itu benar-benar terlepas.
Topeng itu dijatuhkan ke lantai oleh laki-laki itu. Wajahnya yang tadi menunduk perlahan menatap Syana.
Wajah putih mulus, dengan hidung tinggi mancung, beralis tebal dan berambut hitam lebat langsung menarik perhatian Syana. Namun, bukan itu ternyata yang menjadi objek pentingnya. Melainkan ... mata laki-laki itu.
Syana langsung terkejut menatap mata laki-laki itu yang ternyata ... bewarna merah.
"Aku Zen, sang pemilik mata merah."
***
AAAA Akhirnya ketemu Zeeeeennn! Uhhuy, gimana ya kelanjutannya?
Baca next chapter, ya!
Thanks!
~Amalia Ulan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro