Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Sepuluh

Happy Reading. Ada yang baca gak, ya? Komen dung, hihi.

Btw kalian penasaran gak sih asal-usulnya Aca? Di mana asalnya? Yang pasti dia bukan warga Desa Alwaly, ya.

***

Seperti yang sudah diketahui, laki-laki yang kini tinggal di rumah itu bersama Syana bukanlah Kyo yang asli.

Ya, laki-laki itu adalah Aca. Teman kecil Syana juga, tetapi sekarang mungkin saja gadis itu sudah melupakannya, lebih tepatnya sudah tidak ingat lagi.

Kenapa Aca menyamar sebagai Kyo? Lalu, apa yang terjadi pada Syana sehingga dia tidak mengingat kejadian apa pun selama satu tahun belakang?

Hanya Aca yang tahu, karena dialah yang membuat Syana melupakan itu.

Bermula saat Aca kembali ke Desa Alwaly, setelah lima tahun lamanya dia tak pernah ke desa itu lagi. Terakhir kali sebelum itu Aca bertemu Syana saat mereka berumur sebelas tahun.

Kala itu Aca pamit pada Syana jika dia tidak akan kembali ke desa itu lagi, karena suatu hal yang tidak bisa disebutkan oleh Aca.

Namun, lima tahun kemudian, tepatnya saat dia berumur lima belas tahun, Aca pun kembali ke desa itu lagi untuk menemui Syana, karena gadis itu berhasil menjadi teman satu-satunya.

Aca ingin bertemu gadis itu lagi dan bermain bersama kembali. Namun, setelah sampai di rumah Syana, Aca malah melihat keributan.

Laki-laki itu hanya mengintip dari luar dan dia pun terkejut ada sosok pria yang hendak membawa Syana.

Tentu saja Aca tidak membiarkan hal itu terjadi. Dia lalu memikirkan cara bagaimana menyelamatkan Syana.

Akan tetapi, tiba-tiba sebuah cahaya dari dalam rumah bersinar terang. Aca pun melongo menyaksikan. Saat cahaya itu padam, pria kasar di dalam rumah itu sudah tersungkur dan tergeletak di lantai. Buru-buru Aca masuk untuk menghampiri Syana.

"Ibu ... bangun, Bu!" lirih gadis cantik itu memeluk ibunya yang tampak pucat pasi.

Aca dapat mengetahui jika ibu Syana sudah tidak bernyawa lagi. Dia mendekati Syana, mengusap bahu gadis itu pelan.

"Syana," panggilnya lembut.

Gadis itu tidak menyahut, dia masih terus memanggil ibunya, berharap Raini mampu membuka matanya lagi. Namun, mustahil.

"Syana, Ibumu pasti sudah tenang di sana, kamu harusnya ...."

"Diam! Aku tidak mengizinkanmu berbicara!" sentak Syana membuat Aca terkejut. Laki-laki itu pun menurut saja, daripada nanti Syana murka.

"Ibu ...." Syana memeluk ibunya erat, tanpa berniat melepaskan.

"Kenapa Ibu tinggalkan Syana secepat ini? Kenapa Ibu mengorbankan diri untuk Syana? Ini semua salah Syana, kan, Bu! Maafkan Syana yang selalu membuat Ibu menderita."

Gadis itu tersedu-sedu. Air mata sudah membasahi pipinya. Nyatanya sebanyak apa pun Syana memanggil Raini, ibunya itu tak akan bisa menjawabnya lagi.

Tiba-tiba telinga Syana berdenging keras. Gadis itu pun berteriak, sembari menutup kedua telinganya dengan tangan.

"Syana ... ada apa?" tanya Aca khawatir. Gadis itu seperti kesakitan.

Suara denging itu perlahan hilang. Bersamaan dengan itu, tampak sebuah sosok di hadalan Syana membuat gadis itu mengernyit.

Hal ini seperti pernah dirasakan sebelumnya. Dia berasa di dimensi berbeda.

"Hai, pemilik mata biru."

Suara itu! Syana pernah mendengar suara itu dulu! Gadis itu lantas menoleh, mengarahkan arah pandangnya yang hanya melihat sebuah ruangan hitam dengan pencahayaan minim.

Seseorang dengan cahaya di sekitar badannya menatap ke arah Syana.

"Kau akan terus kehilangan orang tersayang. Bukankah sudah kuberi pilihan? Tampaknya kau tidak mengetahui apa pun dengan mata itu."

Syana mengernyit. Apa yang sedang dibicarakan orang itu?

"Apa maksudmu?"

"Kehilangan ibumu bukankah sudah jelas? Mata biru itu akan merenggut semuanya darimu. Makanya sebelum terlambat, kau harus ...."

"Kau siapa?" potong Syana. "Kenapa aku berada di sini? Di mana ibuku?"

"Kau tenang saja. Saat ini aku hanya masuk ke alam bawah sadarmu. Maka dari itu, dengarkan aku baik-baik!"

Syana hanya diam, dia sebenarnya tidak percaya dengan sosok di hadapannya itu. Mungkin saja Syana sedang tidur dengan mimpi yang aneh.

"Mata biru, mata yang ditakdirkan saat fenomena bulan biru. Kehadirannya mungkin menjadi suatu kebanggaan, karena kau yang dipilih dewi bulan, tetapi jika kau tak bisa memainkannya, maka kau hanya akan mendapatkan malapetaka."

Syana hanya menatap datar, tidak percaya dengan ucapan sosok itu. Siapa pun tolong bangunkan aku dari mimpi aneh ini!

"Kau tahu, ada satu orang lagi yang memiliki mata sepertimu. Namun, takdinya lebih buruk daripadamu. Yakni ... si pemilik mata merah. Mungkin saat ini dia ingin mencarimu, agar bisa menghilangkan kutukan itu. Namun, kau harus berhati-hati, karena jika matamu yang direnggutnya, kehancuran akan terjadi."

"Apa yang sedang kau bicarakan? Mau menipuku, ya? Aku sama sekali tidak percaya!"

"Aku hanya memberitahumu. Berhati-hatilah!"

Perlahan ruangan gelap itu menjadi terang, mata Syana terbuka lebar. Dia tersentak kaget.

"Syana, kau sudah bangun!" ujar Aca senang. Tadi dia sempat khawatir, karena tiba-tiba Syana tak sadarkan diri.

"Ibu ...," lirih gadis itu lagi.

"Sabar, Syana. Kamu pasti kuat."

Setelah itu, Syana pun melaporkan kejadian di rumahnya pada Kepala Desa. Warga pun membantu pemakaman ibunya. Mereka juga sempat heran dengan pria asing yang mati terbunuh di rumah itu. Namun, Syana bilang dia tiba-tiba meninggal, setelah membunuh ibunya.

Syana hanya melaporkan jika ada penyusup datang ke rumahnya dan membunuh Raini, lalu penyusup itu pun mati dengan sendirinya, karena tidak ada bekas senjata apa pun, bahkan setetes darah pun.

Padahal laki-laki itu terbunuh, akibat reaksi mata biru Syana yang saat itu terpancar.

Berminggu-minggu lamanya Syana terpuruk dalam kesedihan. Namun, setelah itu dia pun mencoba bangkit kembali melanjutkan hari-hari seperti biasa.

Aca semakin sering datang ke desa untuk menemani Syana. Mereka pun semakin akrab.

"Aca, kamu tidak pernah memberitahu di mana rumahmu," ujar Syana yang masih penasaran.

"Rahasia! Lagi pula untuk apa bagimu jika kau tahu?"

"Aku juga ingin berkunjung ke rumahmu."

"Lain waktu saja."

"Sejak dulu kamu selalu berkata begitu, tetapi tidak pernah mau mengajakku ke rumahmu."

Aca menghela napas pelan. Belum saatnya Syana tahu di mana asalnya. Aca belum siap.

"Mungkin suatu saat kau akan tahu."

Suara ketukan pintu pun terdengar dari luar. Syana bangkit untuk membukakan pintu. Gadis itu terkejut menatap Kyo yang ternyata datang ke rumahnya.

"Kamu sendiri di rumah?"

"Ada Aca di dalam."

"Oh. Aku hanya ingin memberikan ini," ucap Kyo memberikan buah-buahan yang dibelinya tadi pada Syana.

"Terima kasih, Kyo."

"Ya. Aku pamit!" Laki-laki itu berbalik meninggalkan rumah Syana. Gadis itu pun segera masuk ke dalam lagi duduk di hadapan Aca.

"Siapa yang datang?" tanya Aca.

"Kyo. Dia memberikanku buah ini," ujar Syana yang masih tersenyum malu-malu.

"Kamu tampaknya senang sekali setiap dia datang menemuimu."

"Ya, karena aku menyukainya," ucap Syana membuat Aca tercengang.

Jadi ... Syana menyukai Kyo?

***

Bersambung!

Nb : cerita di chapter ini masih flashback-an ya guys ya. So, alurnya emang maju mundur. Semoga gak pusing, ya.

Nanti akan aku jelasin sampai ... kenapa sih Syana bisa lupa kenangan satu tahun itu, apa yang terjadi padanya? Hehe.

See you next chapter!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro