Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Lima Belas

Happy Reading!

***

Hari yang ditunggu-tunggu Syana pun tiba! Ya, hari di mana raja dari Negeri Arland akan berkunjung ke Desa Alwaly.

Para prajurit pun sudah mulai memasuki desa, di belakangnya ada banyak pelayan istana yang memberikan sembako kepada para warga. Syana dengan senang hati menerima sembako yang diberikan padanya itu.

Di samping Syana, ada Rita yang juga menyaksikan itu, walaupun sebenarnya Rita sangat malas, lebih baik dia diam saja di kamarnya tadi. Namun, karena menghormati ayahnya sebagai kepala desa, Rita pun memilih untuk menghadiri acara tersebut.

Saat diberikan sembako, Rita menolak. Namun, karena senggolan siku Syana yang sengaja mengenainya, akhirnya kantong sembako itu diterima oleh Rita.

Gadis itu langsung saja memberikan sembako itu pada Syana.

"Rita ... aku larang kamu nolak sembakonya, bukan karena aku mau minta. Aku hanya ingin kamu menghargai para pelayan istana itu saja," ucap Syana.

"Iya, aku paham, tapi ambil sajalah untukmu. Aku tidak mau."

"Tapi, Rit ... ini kan untuk kamu, tidak us--"

"Ambil saja atau aku buang?"

"Eh, jangan dibuang!"

"Hm, ya udah ambil!" Rita menyodorkan kembali sembako itu kepada Syana. Kali ini gadis itu pun menerima saja, dia tak mungkin tega membiarkan sembako itu terbuang sia-sia.

"Terima kasih, Rit."

"Iya."

"Emang kenapa kamu tidak mau nerima sembakonya?"

Rita hanya mengangkat bahu. Syana mengerti, dari awal Rita memang tak suka dengan kunjungan Raja Anjrite.

Bunyi suara arak-arakan pun terdengar. Semua pasang mata langsung menoleh ke asal suara. Sebuah kereta kencana memasuki area.

"Wah, itu rajanya!"

"Itu Raja Anjrite, bukan?"

"Ternyata Raja Anjrite benar-benar datang."

"Wah, baru pertama kali aku melihat seorang raja!"

Seperti itulah teriakan antusias para warga yang hadir.

Syana pun ikut antusias, sedangkan Rita memutar bola matanya malas. Dia tak akan tertarik dengan anggota kerajaan itu. Bagaimanapun Rita tahu, jika desa ini pernah hendak diserang oleh Kerajaan Arland.

"Rit, lihat deh keretanya bagus!" ujar Syana. Oh, ternyata gadis itu terpesona dengan keretanya, bukan rajanya.

"Iya," jawab Rita singkat.

"Itu ratunya, ya? Putrinya atau pangerannya mana?" tanya Syana.

"Mereka cuma punya anak satu, laki-laki, tapi aku tidak tahu namanya siapa. Rumornya pangeran itu jarang berada di istana," jawab Rita yang walaupun bersikap cuek, tetapi mengetahui segalanya.

"Kamu tahu banyak ya, Rit."

"Tidak, aku hanya mengetahui rumor."

"Hmm, jadi penasaran siapa pangerannya."

Rita mengangkat bahunya. Dia tak peduli, jadi biarlah Syana berlanjut memikirkan siapa yang menjadi Pangeran Kerajaan Arland.

Padahal orangnya sering bersama dengan Syana. Kecuali hari ini.

Acara pun dimulai, Kepala Desa memulai berbicara untuk menyambut kedatangan raja dan jajarannya. Kepala Desa juga memberitakan, bahwa pembangunan jembatan pada sungai itu adalah bantuan dari Raja Anjrite. Tepukan tangan pun menggelegar.

"Kenapa, sih, semuanya pada kagum sama raja itu?" dengkus Rita.

"Ritaa," tegur Syana.

"Aku hanya mewakili isi hatiku."

Acara pun berlanjut dengan Raja Anjrite mengelilingi desa, melihat, dan mengunjungi tempat yang bagus dikunjungi di desa ini. Semuanya pun sudah bubar.

"Ayo, pulang!" ajak Rita.

"Bentar. Aku mau bertemu langsung dengan Raja Anjrite. Boleh, tidak?" tanya Syana.

"Kan itu kamu sudah melihatnya langsung."

"Aku ingin menyapanya."

"Jangan, Syana. Lebih baik kita pulang saja. Lagi pula mereka akan pergi bersama ayahku."

"Sebentar saja. Kamu bisa minta ayahmu kan?"

"Syana, apa sih istimewanya orang itu?"

"Ayolah!" Syana tanpa segan langsung menarik tangan Rita, walaupun sahabatnya itu sudah menolak.

Mau tak mau, walaupun terpaksa. Rita pun menghampiri ayahnya dan meminta sang kepala desa itu  untuk mengabulkan permintaan Syana.

Tak sulit bagi Rita untuk meminta izin kepada ayahnya. Akhirnya permintaan Syana dikabulkan oleh Kepala Desa.

Gadis itu buru-buru mendekati Raja Anjrite dan Ratu Raiha. Sekujur badannya terasa bergetar. Syana sangat deg-degan.

Kepala gadis itu masih menunduk, hanya berani menatap kaki sang raja.

Raja Anjrite hanya menatap datar, dia sudah biasa mendapati warga desa yang sangat ingin bertemu dengannya empat mata. Jadi, melihat gadis itu sekarang, Raja Anjrite hanya merasa tidak ada yang spesial.

"Ayo, Syana!" ujar Rita, karena sahabatnya itu tetap saja menunduk.

Syana menggenggam tangannya yang sudah berkeringat dingin. Gadis itu lalu membungkukkan badan sedikit, memberikan penghormatan.

"Yang Mulia, perkenalkan ... namaku ... Sy--syana." Gadis itu pun memberanikan mengangkat kepalanya, menatap langsung mata Raja Anjrite.

Sang raja langsung terkejut bukan main menatap bola mata gadis itu bewarna biru.

"Kau--" Raja itu menunjuk Syana dengan jarinya, membuat Syana jadi semakin gemetar.

"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Syana kembali menunduk takut.

"Mata kau bewarna biru!" ujar Raja Anjrite membuat Syana terkejut. Apakah mata birunya muncul kembali? Gadis itu langsung ketar-ketir. Bagaimana ini?

"Angkat kepalamu!" suruh Raja Anjrite. Syana menggeleng, dia takut jika mata birunya dilihat lagi oleh sang raja. Bisa bahaya!

"Angkat kepalamu!" suruh Raja Anjrite lagi dengan nada yang lebih keras. Rita yang berdiri di belakang, memilih menghampiri mereka.

"Syana, ada apa?" tanya Rita.

"Ti--tidak ada apa-apa, Rit." Syana memberanikan diri untuk menatap Raja Anjrite kembali. "Maafkan hamba, Yang Mulia," ujar Syana. Gadis itu langsung pamit undur diri.

Raja Anjrite yang melihat mata gadis itu kembali normal jadi semakin yakin jika gadis itulah yang dicarinya.

"Cepat cari tahu tentang gadis itu!" suruh Raja Anjrite kepada pengawalnya.

***

Syana kembali ke rumahnya ditemani oleh Rita, tentunya. Sahabatnya itu juga penasaran, kenapa mendadak Syana pergi begitu saja padahal baru menyapa raja itu.

"Syana, sebenarnya ada apa?"

"Sebentar, Rit!"

Syana menutup pintu rumahnya, bahkan menggemboknya agar orang tak bisa masuk.

"Eh, kok dikunci?" tanya Rita heran.

Syana menarik napas dalam-dalam. "Aku cuma masih syok bisa ketemu dengan Raja Anjrite, Rit."

Rita memutar bola matanya pelan. "Ya kenapa kamu buru-buru pergi?"

"Ya, karena Raja Anjrite melihat mata bir--" Syana menutup mulutnya yang hampir saja memberitahu Rita.

"Kenapa dengan matamu?"

"Ti--tidak ada. Ak--aku hanya masih syok, makanya aku jadi asal bicara."

"Ada yang kamu sembunyikan, ya?"

"Hah, ti--tidak, Rit. Apa yang aku sembunyikan dari kamu? Tidak ada."

"Sebenarnya aku juga sudah curiga dengan matamu. Lebih curiga lagi ... kamu lahir pada saat fenomena bulan purnama biru, kan?"

Mata Syana melotot sempurna. Bagaimana Rita bisa tahu? Oh, jangan sepelekan Rita yang sangat ingin tahu segalanya.

"Aku sudah curiga dari lama."

Jantunh Syana berdetak kencang, ada rasa takut menyelimutinya. Apalagi tatapan mata Rita yang seolah-olah mengintimidasi.

"Kamu ...."

Syana memejamkan matanya.

"Pemilik mata biru, kan?"

Syana membuka matanya, menatap ke arah Rita. Bersamaan dengan mata birunyalah yang muncul.

***

Bersambung!

Tunggu kejutan next chapter, ya!

Babayyy

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro