Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian Empat Belas

Hallow, happy reading!

***

Hari kunjungan Raja Anjrite ke Desa Alwaly semakin dekat, para warga yang sudah mendapatkan berita itu pun antusias. Mereka sepakat membersihkan desa agar terlihat lebih bersih, bergotong royong menjaga lingkungan.

Syana pun tak sabar menunggu hari itu. Dia belum pernah melihat raja, ratu, dan anggota kerajaan sebelumnya. Syana hanya pernah mendengar cerita dongeng yang sering dibacakan oleh ibunya dahulu.

"Kenapa?" tanya Aca, karena Syana melamun sambil tersenyum.

"Aku tidak sabar melihat Raja Anjrite."

Alis Aca bertaut. Memang apa istimewanya? Mengingat ayah tirinya itu saja membuat Aca malas.

"Untuk apa?"

"Tidak sabar saja. Dulu ibuku seeing bercerita kalau raja itu sangat berwibawa, tegas, dan bijaksana. Jadi aku penasaran melihat secara langsung."

"Menurutku dia biasa saja," ujar Aca membuat Syana menoleh.

"Memangnya kamu sudah pernah bertemu dengan sang raja?"

Aca tertegun. Bagaimana cara bilangnya? Andai Syana tahu siapa Aca sebenarnya.

"Be--belum," jawab Aca gugup.

"Hmm ... Ca, aku mau ke pasar dulu. Bahan makanan sudah habis. Kamu mau tunggu di sini saja atau ikut aku ke pasar?"

Aca langsung bangkit. "Ikut saja."

"Ya udah, aku siap-siap dulu."

Syana hidup dengan harta peninggalan ibunya. Walaupun tidak banyak, tetapi masih mencukupi untuk Syana seorang diri. Gadis itu juga sudah mulai mencari pekerjaan. Ya, walaupun belum ada yang menanggapi lamarannya.

Lagi pula, kadang Aca juga sering mengajaknya makan bersama di luar. Jadi Syana masih bisa berhemat.

Setelah selesai, Syana pun mengunci pintu rumahnya. Ia lalu berjalan bersama dengan Aca menuju pasar. Tak terlalu jauh, walaupun jika berjalan kaki membutuhkan waktu yang lama.

Sepanjang perjalanan Aca hanya diam, Syana pun tak tahu harus mengajak cowok itu berbincang apa. Mendadak suasana diam dan canggung.

"Syana ...."

"Iya, Aca?"

"Kamu pernah dengar fenomena bulan biru?"

Syana tertegun. Kenapa Aca menanyakan perihal itu? Syana harus menjawab apa?

"Ti--tidak."

"Tidak usah berbohong. Fenomena itu terjadi di desa ini, kan? Tidak mungkin kamu tak tahu."

Syana menggigit bibir bawahnya. Lagi pula ia heran kenapa mendadak Aca bertanya tentang itu, dalam perjalanan pula.

"Emang kenapa?"

"Aku hanya bertanya."

"Sekarang lagi di jalan, tidak enak membicarakan hal-hal berat seperti itu."

"Hal berat?"

"I--iya, kan?"

"Aku hanya bertanya saja, tetapi jika kamu tak ingin menjawab juga tidak apa-apa. Asalkan tidak usah berbohong saja."

"Ya, ibuku pernah cerita, memang ada peristiwa itu dulunya. Tapi, tidak ada yang aneh, 'kan?"

"Kamu yakin? Sampai sekarang masih menjadi misteri di desa ini, karena fenomena itu hanya bisa terlihat di desa ini saja. Di tempat lain bulan purnama biasa. Menurutku aneh saja."

"Aku tidak tahu pasti, tapi kata ibuku suatu saat nanti fenomena itu bisa saja datang lagi. Tidak tahu kapannya."

"Ya dan datangnya pun hanya di desa ini, kan?"

"Aku tidak tahu."

Aca hanya diam. Sebenarnya ia sengaja mengulik-ulik tentang itu karena misi yang diberikan padanya. Aca sudah lama memantau, tetapi dia masih belum yakin dengan apa yang di pikirannya.

Tak lama kemudian mereka sampai di pasar. Syana segera membeli bahan-bahan makanan yang sudah menipis di rumahnya. Gadis itu tak membeli terlalu banyak, karena dia harus berhemat.

Sekarang satu-satunya perhiasan yang dimiliki Syana adalah kalung yang diberikan ibunya. Syana tak mungkin menjual kalung itu juga. Dia harus cepat-cepat mendapatkan pekerjaan.

Aca menunggu dengan sabar. Dia mengikuti ke mana pun gadis itu pergi. Cowok itu juga membantu membawakan barang belanjaan Syana.

Setelah lama berkeliling di pasaran. Mereka pun memilih duduk di warung kecil untuk membeli minuman.

"Biar aku yang bayar, karena kamu sudah menemaniku," ujar Syana mengeluarkan uangnya.

"Tidak usah. Biar aku saja," ucap Aca lebih dulu menyodorkan uangnya kepada penjual itu.

"Aca ... jangan kamu terus-terus. Aku juga ingin membay--"

"Udah, nurut saja. Kamu harus berhemat, kan?"

Syana tak menjawab, memang benar dia harua berhemat, tetapi Syana juga tak ingin selalu membebani Aca.

"Ayo, pulang!" ajak Aca. Syana masih melamun, tak menggubris.

Aca hendak menjentikkan jarinya agar Syana berkedip, tetapi telapak tangannya malah tergerak menepuk pipi Syana pelan. Gadis itu langsung tersentak. Tangan Aca pun masih belum beranjak dari pipi Syana.

"Ma--maaf." Aca menarik tangannya kembali dan berubah salah tingkah.

Syana pun hanya bisa mengulum senyumnya.

"Ya udah, ayo pulang!" ajak Syana, diangguki oleh Aca.

Pada saat perjalanan pulang, Syana tak sengaja bertemu dengan Kyo. Cowok itu pun langsung menghampiri Syana dengan sepedanya.

"Hai, Syana!" sapanya.

Aca melirik sekilas. Cowok itu langsung memutar bola matanya. Entah kenapa dia tak menyukai Kyo.

"Kyo ... kamu dari pasar juga?" tanya Syana. Namun, dia tak melihat ada kantong belanjaan yang tergantung di sepedanya.

"Aku tadi mengantarkan ibuku ke pasar. Nanti sore kujemput lagi."

"Ooh."

"Mau bareng?" ajak Kyo.

"Hmm, ti--tidak usah, aku ke pasar bareng Aca tadi. Jadi--"

"Aku mau balik. Kamu sama dia saja," ujar Aca langsung menyela.

Bukan apa-apa, Aca mengerti Syana sangat senang saat bersama dengan Kyo. Gadis itu selalu tersenyum malu-malu. Jadi, Aca tahu posisi.

"Eh, tapi kan--"

"Pulang sama dia saja. Aku juga mau balik," ujar Aca memberikan kantong belanjaan Syana yang dibawanya tadi kepada Kyo.

"Aca ... terima kasih!" ucap Syana tersenyum manis. Bahkan gadis itu tak menahannya pergi, berarti memang Syana ingin bersama Kyo, bukan?

"Iya," jawab Aca lambat. Cowok itu pun berlalu dari situ memutar arah.

"Ayo, naik!" suruh Kyo.

"Iya, makasih."

Akhirnya Syana pun pulang diantarkan oleh Kyo. Padahal tadi perginya bersama Aca dan Acalah yang menemaninya berkeliling panas-panasan di pasar.

Perlu ditekankan padahal Aca adalah seorang pangeran.

Tak masalah baginya panas-panasan di pasaran, asalkan bisa menemani Syana.

"Kyo, sebelum pulang mampir di warung Bu Wati dulu, yuk! Biar aku traktir minum."

"Tidak usah, Syana. Aku tidak keberatan mengantarmu."

"Ayolah! Atau kamu mau minum air kelapa muda seperti waktu itu?" tanya Syana. Padahal gadis itu sendiri yang mau.

"Tidak usah. Ya sudah di warung Bu Wati saja," ucap Kyo menurut saja.

Jika memang Syana ingin mengajaknya singgah dulu sebentar, Kyo jadi tak tega menolak.

"Padahal aku harus berhemat, tetapi demi bersama Kyo, tidak apa-apalah. Besok aku cari kerja pasti dapat uang lagi."

Sepeda Kyo pun berhenti di depan warung Bu Wati. Mereka sama-sama turun dan masuk ke warung itu.

"Kyo, kamu kalau mau makan juga boleh, ya! Aku yang bayarin," ucap Syana tersenyum.

"Boleh?"

"I--iya, boleh."

"Terima kasih."

Syana hanya bisa menggigit jarinya. Ternyata perbedaan Aca dan Kyo dari ini, ya?

***

Bersambung!

So, kalian lebih milih Aca atau Kyo, nih?

Kyo baik, kok, cuma pas itu dia lagi kere aja. Hahaha.

Oke see you next chapter!

Salam,

~amalia ulan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro