MANTAN LAGI?
Selamat membaca :)
Maapkan typo .-.
*****
Gue bukan gagal move on, cuma nggak sengaja keinget dan sialnya takdir sepakat buat hancurin move on gue
*****
"Rey?" beo Dima begitu sampai di salah satu bangku taman yang terbuat dari semen dan kini tengah diduduki empat orang cowok itu. Ila kini sudah gelendotan di lengan Rey. Jika disimpulkan, Rey adalah pacar Ila.
Dan, tiga cowok lainnya adalah teman Rey. Mereka most wanted di sekolah, jelas saja Dima kenal. Masalahnya bukan itu, tetapi Rey juga berteman dengan Ghatsa alias mantan gebetannya.
Oh, Tuhan, semakin rumit saja kisah ini. Empat orang cowok yang tergabung dalam geng yang diberi nama 'STAR'. Nama geng itu merupakan singkatan awal nama mereka masing-masing.
Sandika Dewanata, cowok paling keren di geng itu. Sekarang kelas XII IPA 2. Hidung bangir dan alis tebal menambah tingkat ketampanan cowok ini. Ia menduduki posisi sebagai ketua. Selain tampan, Dika juga pintar dalam bidang akademis, hanya saja ia dikenal dingin kepada para gadis hingga sampai kini masih menjomblo.
Reynaldi Galanta, pacar Ila. Dia sekelas dengan Dika. Cowok yang punya tubuh paling tinggi di antara lainnya ini terampil dalam bidang olahraga terutama basket. Jadi, tidak heran kalau cowok satu itu merupakan ketua ekskul basket ketika kelas sebelas lalu. Sayangnya, cowok itu memiliki otak yang sudah sedikit bergeser dari tempatnya hingga sering kali bertingkah absurd. Kalau dipikir, memang cocok dengan Ila yang alay.
Ananta Pratama. Yang satu ini sekelas juga dengan Dima di kelas dua belas. Dia punya tatapan yang teduh, sekali senyum bikin luluh dan matanya jadi segaris aja alias dia keturunan chinese. Cowok yang sifatnya sebelas dua belas dengan Dika ini merupakan ketua OSIS tahun lalu. Mengenai dunia asmara, Dima tak tahu banyak. Karena, si cowok satu ini benar-benar menutup tentang informasi pribadi.
Dan yang terakhir, si mantan gebetan sialan, Trighatsa Andalusia. Garis tegas yang timbul ketika ia tersenyum membuatnya memiliki nilai plus. Dan jangan lupakan rambut badainya. Dima sendiri saja benar-benar terpana pada cowok itu. Selain itu, cowok ini punya otak lebih parah dari Rey. Tingkat percaya diri yang tinggi juga jiwa genit melekat di cowok itu. Dari pengalaman Dima, mantan gebetannya ini benar-benar cuma baperin anak orang tanpa dikasih kepastian. Harus sangat dijauhi spesies seperti ini.
"Eti!" seru Ghatsa sambil bangkit dari duduknya. "Lo temennya Ila? Ya ampun, Ti ... kayaknya kita jodoh bolak-balik ketemu," katanya dengan tatapan menggoda.
"Nggak nanya," ketus Dima. Sudah kebal dengan sikap Ghatsa yang sering menggoda cewek di mana saja. Walaupun belum move on, Dima harus pandai mengondisikan hatinya.
Gelak tawa meledek Ghatsa karena balasan ketus yang Dima sampaikan. Paling kerasa tentunya Rey. Senang sekali dia bisa bully temannya yang masih jomblo itu. Anan pun ikut menertawakan Ghatsa, meskipun tawanya hanya singkat saja. Sedangkan Dika hanya geleng-geleng saja.
"Lo galak banget, Ti. Nggak inget apa dulu lo pernah baper sama gue?"
"Nggak!"
Benar-benar sial sekali. Ghatsa ini mulutnya kayak ember bocor kemana-mana. Sampai bahas masa lalu segala. Ingin rasanya Dima menjitak kepala cowok itu, tetapi kasihan tangan Dima nanti ternoda.
"Yaelah, Ghat ... makanya kalo suka tembak, jangan digantungin sama php-in aja," ledek Rey. Ila yang di sebelah cowok itu pun tertawa. Ia baru tahu kalau Dima pernah baper sama Ghatsa, karena sahabatnya nggak pernah cerita apa-apa ke dia.
"Yaudah iya-iya. Jadian, yuk, Ti!" ajak Ghatsa dengan tampang tak berdosa. Diiringi tangannya yang menggenggam tangan Dima.
Sumpah demi apa pun, sebenernya hati Dima udah nggak keruan. Antara kesel, baper dan pengen nyakar wajah Ghatsa, semua jadi satu. Enak sekali dulu sudah tidak mau kasih kepastian, sekarang datang malah minta jadian. Otaknya geser apa hilang sebelah? Dima merutuk dalam hati. Secepat kilat ia melepaskan tangannya dari genggaman Ghatsa sambil melemparkan tatapan tajam. "Don't touch me!"
Pandangan Dima beralih pada Dika yang sejak tadi memerhatikan interaksinya dengan Ghatsa. Dengan cepat, Dima meraih tangan cowok itu. "Anterin gue pulang," pinta Dima dengan nada yang tak ingin dibantah. Dika pun hanya mengikuti langkah gadis yang menariknya ini.
Menyisakan pertanyaan dalam hati empat orang yang masih di bangku taman. Aneh sekali, padahal setau mereka Dika tidak pernah dekat dengan cewek mana pun, tetapi kenapa bisa Dima memaksa cowok itu? Ghatsa paling heran, sebab setaunya Dima belum move on darinya. Ya, sesungguhnya ia selalu mencari informasi tentang Dima tanpa sepengetahuan gadis itu. Entahlah, Ghatsa merasa ada yang aneh di hatinya.
***
Motor yang dikemudikan Dika telah sampai di depan gerbang sebuah rumah bercat putih dengan halaman yang ditanami beberapa tanaman hias. Dima segera turun dari motor Dika. "Makasih, Dik," tuturnya.
Dika hanya mengangguk. Seulas senyum ia tambahkan agar memberi kesan tulus di hadapan gadis ini. "Gagal move on?" tanya Dika.
Dima menaikkan pandangannya.
Menatap bola mata hitam milik Dika. Sejak tadi, ia tidak berani menatap mata itu. Terlalu indah untuknya. "Gue bukan gagal move on, cuma nggak sengaja keinget dan sialnya takdir sepakat buat hancurin move on gue," balas Dima dengan nada kesal.
Dika tergelak. Aneh sekali gadis ini. Menyalahkan takdir atas kesalahannya sendiri. Move on itu, kan, urusan hati, jangan salahin takdir kalau belum bisa move on. Nyatanya takdir itu hanya pelarian untuk orang yang belum bisa melupakan masa lalunya. Takdir yang selalu disalahkan. "Kalo belum bisa lupain, kenapa tadi nggak diterima? Bukannya lo pengen jadian sama dia dari dulu?"
"Iya. Sebelum kejadian itu. Setelah ada musibah itu, gue terlalu takut buat berurusan dengan cowok apalagi menjatuhkan hati."
Dika menghela napas. Iya, dia sudah tau tentang kejadian itu. Karena, gadis di depannya ini selalu menceritakan apa pun padanya. Mencoba memberi semangat, ia mengusap rambut gadis itu, lalu berkata, "Jangan takut, gue ada di sini. Ceritain apa yang lo rasa. Masalah lo akan pergi dengan sendirinya."
***
Semerbak harum tanah mengisi penciuman Dima yang tengah berjalan menuju lapangan. Semalam baru saja turun hujan, hingga tanah yang dipijak Dima kini menimbulkan aroma khasnya.
Tak apa, ia suka aroma ini. Menurutnya memberi ketenangan tersendiri. Setidaknya hujan menyisakan sedikit kenangan sebelum memutuskan pergi.
Sesampainya di lapangan, ia dapat melihat beberapa temannya yang sudah asik bermain basket, voly atau pun duduk di atas lapangan berpaving ini. Dima membawa kakinya menuju tempat Ila berada, karena temannya itu sedang duduk, ia pun mengikutinya.
Dima sedikit telat memang, sebab mendapat perintah dari seorang guru tadi. Beruntunglah guru olahraga ternyata sedang ada tamu, sehingga para murid kini dibebaskan untuk berolahraga sendiri. Meskipun, hanya empat puluh persen saja yang olahraga dan sisanya duduk-duduk di pinggir lapangan, entah ngrumpi, selfie atau cari cowok ganteng.
"Ma, lo harus ceritain kronologinya!" tuntut Ila ketika Dima baru saja mendaratkan pantatnya di sebelah gadis itu. Sudah ia duga kalau teman seperjuangannya ini akan bangkit jiwa keponya setelah kejadian kemarin.
"Kronologi, lo pikir kecelakaan," ketus Dima. Matanya melihat beberapa anak cowok yang sedang bermain basket. Di sana juga ada Ghatsa. Cowok itu sedang men-dribble bola menuju ring.
"Iya. Kecelakaan yang mengakibatkan seorang Retisalya Adima ketemu dengan mantan Trighat--"
Sontak saja Dima membekap mulut cerewet sahabatnya. Dengan volume toa masjid, cewek sok imut di sampingnya ini mengatakan itu jelas akan menimbulkan gosip-gosip.
Lihat saja sekarang. Beberapa siswi yang tadi sibuk dengan kegiatan swafoto mereka, kini menoleh ke arahnya dan Ila. Mungkin dalam pikiran mereka, seorang Dima yang sejak kelas sepuluh jutek bisa punya mantan. Untung saja Dima sigap menutup mulut ember Ila. Kalau tidak, habislah dia nanti.
"Tangan lo bau terasi, Ma," omel Ila sambil mengelap bibirnya yang tadi dibekap Dima.
Satu pelototan tajam Dima hadiahkan untuk Ila. Enak saja kalo ngomong!
"Tapi, Ma ... gue beneran penasaran. Masa lo nggak mau cerita? Sebagai sahabat yang baik kan gue pengen jadi tempat berbagi lo. Meskipun, itu tentang hal masa lalu. Cerita, dong," rengek Ila.
Dima hampir saja menjatuhkan rahang bawahnya mendengar ucapan Ila. Bukan karena apa, tetapi kecepatan bicaranya itu loh menyaingi kecepatan cahaya. Ini cewek nggak kehabisan napas apa ya, begitu pikirnya.
Karena kesal didesak oleh Ila. Rasanya benar-benar mirip orang ngutang yang ditagih terus utangnya. Memang Ila cocok jadi rentenir!
"Nanti lo ke rumah gue aja deh," timpal Dima, matanya masih fokus pada permainan bola basket anak-anak kelasnya.
"Ngapain?"
Pertanyaan bernada oon itu membuat Dima mengalihkan perhatiannya ke arah cewek di sampingnya. Dengan menatap malas, ia menjawab, "Gue ceritain."
Setelah jawaban itu, satu cengiran lebar tampil di wajah Ila. Seperti mendapat hadiah satu piring cantik setelah memenangkan kuis. "Oke siap," kata Ila semangat.
Dima tadinya ingin melanjutkan acara melihat permainan basket, sebelum sebuah suara menginterupsinya agar tidak menoleh, "Eti!"
*****
Welkambek😂
Gimana part kali ini?
Kurang nge-feel ya? Duh, maapkeun😅
Jangan lupa ramein komentar ya!
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri😆
Cerita ini akan update setiap hari selasa, ya.
Tengkyuu😚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro