Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EPILOG

Halo~
Gimana puasanya? Harus lancar, dong, ya.
Malam minggu ini Emak sengaja post cerita ini biar nggak ngenes banget gitu jadi jomblo ::
Silakan siapkan hati agar tidak baper :v
Jangann lupa vote dan komen (WAJIB RAMEIN :v)
Ajak teman-teman kalian buat baca cerita ini juga, ya.
Selamat membaca ^^

*****

Sepasang bola mata bening itu menatap hamparan langit yang telah mengombinasikan warna jingga dengan biru hingga tampak sedikit keunguan. Semilir angin menampar pelan wajahnya, juga mengakibatkan anak rambutnya beterbangan mengikuti angin.

"Pulang, yuk!" cetusnya pada cowok yang ia ketahui sejak tadi menunggu. Mereka telah berada di sana selama tiga puluh menit hanya untuk menyaksikan senja sembari menenangkan pikiran masing-masing.

"Yakin? Nggak mau lebih lama lagi? Mumpung nggak hujan, nanti kalo hujan nggak bisa lihat senja."

"Nggak papa. Hujan juga punya banyak cerita tentang kita. Kata lo, nama gue sama nama lo itu artinya hujan. Ya, walaupun agak berdusta, tapi gue seneng, sih."

"Seneng karena gue berdusta?" tanya Ghatsa. Memang otaknya dari dulu tidak pernah berubah kapasitasnya. Ralat, untuk urusan kemarin--menyelidiki perbuatan Ana--dia bisa dikatakan pintar.

Dima tidak tahan untuk tak menabok lengan Ghatsa. Dari banyak pertanyaan, cowok itu justru menanyakan hal yang membuat dirinya terlihat bodoh. "Terserah!" kesalnya.

Ghatsa meringis kaku sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Jadi pulang sekarang?" tanyanya mengalihkan perhatian.

"Iya. Gue mau istirahat," jawab Dima singkat.

"Emang harusnya gitu sebelum kita berdua kekunci di sekolah berdua. Kalo gue, sih, seneng aja, tapi lo nanti ngomel mulu," canda Ghatsa.

Dima membiarkan candaan Ghatsa mengambang lantas diterbangkan angin entah ke mana. Ia segera berdiri dan mendahului Ghatsa menuju parkiran.

Kaki Dima baru saja akan memijak di pijakan motor sebelum naik, tetapi Ghatsa justru menarik gas dengan cukup keras hingga Dima harus terjatuh dengan posisi telungkup. "Lo gimana, sih, Ghat!" bentaknya begitu bangkit dan melemparkan tatapan sengit pada cowok yang tengah terbahak-bahak di atas motor itu.

"Aduuuh, Eti, makanya kalo gue belum nyuruh naik, jangan naik dulu. Jadi gini, kan," tutur Ghatsa menasehati, tapi tawanya tidak huga berhenti.

Dima menabok bahu kiri Ghatsa dengan kekuatan penuh sampai cowok itu meringis kesakitan, walaupun masih tetap tertawa pelan. "Bener-bener bukan pacar yang baik!"

Ketika satu kalimat dengan enam suku kata itu meluncur dari bibir Dima, Ghatsa menghentikan ringisan dan tawanya begitu saja. "Apa, Ti? Pacar? Lho, sejak kapan kita pacaran? Oh, yaudah mulai sekarang lo pacar gue," sahut Ghatsa semangat.

Dima menepuki bibirnya berkali-kali. Akibat kelakuan bagian tubuhnya yang satu itu, Ghatsa jadi seperti ini. Namun, Dima berusaha menjawab seketus mungkin perkataan Ghatsa tadi, "Lo pikir gue barang yang bisa seenak jidat aja lo akuin? Nggak bisa!"

"Yakin? Jadi harus gue tembak dulu baru bisa jadi pacar gue?"

"Yaiyalah!"

"Yaudah."

"Yaudah apa?"

"Mau mikir dulu soalnya otak gue susah kalo mau rencanain hal begituan."

Astaga Dima geregetan sendiri! Ghatsa ini secara tidak langsung mengatakan akan menembak Dima. Walaupun belum jelas akan bagaimana, tapi tetap saja Dima kesal. Harusnya kalau mau menyatakan perasaan tidak harus memberitahu sebelumnya, tapi Ghatsa ini benar-benar gila, Dima tidak tahu harus berbuat apa! "Buruan anterin gue balik!"

***

Punggung Dima merasakan sensasi lega begitu bersentuhan dengan kasur. Sejenak matanya menutup untuk menjernihkan pikiran. Tangan Dima meraba-raba mencari di mana letak sling bag-nya. Akan tetapi, yang ia temukan bukan sesuatu yang dicari, justru sebuah amplop putih.

Dari sini langit terlihat jelas. Bintang, senja, hujan, bisa dirasakan. Ada di tempatmu belajar ataupun tempat keluargamu. Temui aku di sini.

-Hujan

"Maksudnya apaan coba?" gumam Dima sambil membolak-balikkan amplop, tapi tak menemuka apa pun. Otaknya berpikir di mana tempat yang dimaksud. Selang beberapa detik, decakan keluar dari mulutnya, "dasar nggak bikin misterius."

Kaki Dima telah menjejaki hamparan rerumputan belakang rumahnya. Begitu sampai di sana, hal pertama yang menyambutnya adalah ayunan kayu yang muat dinaiki dua orang. Pandangannya beralih pada gazebo, tepian atapnya dihias banyak lampu kecil.

"Maaf ini nggak romantis."

Sebuah suara dari arah belakang mengagetkan Dima dan refleks memutar badan. "Ghatsa?" beonya. Seingatnya, tadi Ghatsa sudah pulang seusai mengantar dirinya, tetapi cowok itu justru berada di depannya.

Jemari kanan Ghatsa merangkum jemari kiri milik Dima. Ia menuntun Dima untuk duduk di gazebo.

"Ti," panggilnya, "gue tau seharusnya ada momen kejutan buat lo, tapi maaf, gue nggak bisa bikin hal kayak gitu. Gue punya cara tersendiri. Mungkin nggak bikin lo terharu, tapi gue tulus dari hati bilang ini.

"Nggak mudah buat bikin lo bisa kembali lagi ke gue setelah apa yang  terjadi di masa lalu. Bahkan saat lo udah berada di dekat gue, rasanya lo masih jauh dari dekapan gue. Sekarang, baru semua perjuangan lo dan gue berujung. Ada cuma mau bilang tiga hal sama lo, dengerin baik-baik, oke?" Ghatsa belum melepas kaitan jemarinya dengan milik Dima. Kini tangan kirinya bergerak menyingkirkan anak rambut Dima dengan pelan seakan-akan melalui hal itu, Ghatsa mengirimkan keseriusan ucapannya. Matanya menatap tepat di iris mata hitam gadis di hadapannya.

"Pertama, terima kasih karena lo udah hadir di hidup gue. Gue belajar banyak dari lo, tentang prinsip yang lo pegang. Gue belajar kalo ada saatnya kita berjuang dan melepaskan di saat yang bersamaan. Nyatanya, takdir memiliki jalannya sendiri.

"Kedua, maaf untuk semua kesalahan gue. Maaf selama bareng lo, gue banyak bikin kesel atau sikap gue berubah-ubah dan ngebuat hati lo sakit. Maaf karena dulu menganggap perasaan lo ke gue itu bercanda, padahal nggak seharusnya perasaan dijadiin candaan." Perlahan senyum menentramkan dan binar mata semakin tampak. Ia melanjutkan perkataannya dan membiarkan Dima masih dalam kebisuan, "terakhir, gue mau lo jadi pacar gue. Lo mau?"

Kelopak mata Dima mengerjap beberapa kali. Ia tidak sadar apa yang terjadi pada dirinya. Semua ucapan Ghatsa seperti menjadi ramuan yang mampu menghipnotis. Dia baru mencerna segala yang dikatakan Ghatsa dan rona kemerahan muncul di kedua pipinya. Bibirnya mengembang malu-malu. "Gue mau, Ghat."

Begitu jawaban itu terlontar, Ghatsa semakin mempererat genggaman pada tangan Dima. Seolah tahu bahwa sedang ada momen bahagia, langit senang hati menurunkan hujan. Mereka ikut merayakan kebahagiaan sepasang hujan yang menyatu.

"Mau hujan-hujanan?" tanya Ghatsa mengenyahkan keheningan.

"Nanti kalo gue sakit gimana?"

"Kan, ada gue, Ti. Hujan yang bakal jadi penyembuh sakitnya lo."

Tanpa menunggu persetujuan, Ghatsa menarik tangan gadis yang kini telah menjadi kekasihnya. Di tengah rinai hujan, keduanya bersitatap. Tangan Ghatsa memegang pinggang Dima agar menghadap ke arahnya. Netra mereka sama-sama menyiratkan kebahagiaan. "Gue cinta lo, hujan!" teriak Ghatsa lantang tanpa memedulikan jika keluarga Dima mendengar.

Dima segera menubruk dada kekasihnya. Bahunya mulai bergetar, menangis haru karena semua perjuangannya berakhir manis. Meskipun ia tahu hubungannya dengan Ghatsa justru baru berada di tahap awal, tapi hatinya yakin dia bisa melewati segala hal ke depannya.

Dima mengangkat kepalanya menatap Ghatsa. Tangan kanannya bergerak mengusap lembut setiap inci wajah pacarnya. Gerakannya benar-benar spontan, bahkan hatinya sedang berdegup kecang saat ini. Dengan segala keberanian yang masih tersisa, Dima mengutarakan semua isi hatinya saat ini, "Terima kasih udah hadir di hidup gue. Lo hujan paling menyenangkan. Gue juga cinta sama lo."

***End***

Yeaay, akhirnya tamat!
Ya ampun terharu banget rasanya. Nggak nyangka akhirnya bisa selesaiin cerita ini😭
Terima kasih buat kalian yang baca cerita ini dan kasih support. Itu bener-bener bikin aku semangat!
Aku nggak tau harus ngomong apa 😣
Pokoknya banyak-banyak terima kasih dan maap kalo sering ngaret wkwk.
Habis cerita ini, aku akan fokus ke "Nona Asmara"
Extra part? Mungkin bakal ada, mungkin enggak. Liat nanti aja. Kalo lagi baik, pasti ada :v
Sequel? Aku belum rencanain, jadi masih aku pertimbangin hehe.
INTINYA JANGAN HAPUS CERITA INI DARI LIBRARY KALIAN DULU KARENA AKAN BANYAK INFO YANG AKU POST 😌
Sekali lagi, terima kasih ^^
Salam sayang, Pina❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro