Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 36. Penegasan Maaf

Ega tidak langsung mengantar Tiana pulang, melainkan mampir dulu ke toko buku atas permintaan gadis itu.

Mengikuti Tiana di belakang, Ega tampak sedang memikirkan sesuatu dengan begitu serius. Kadang dia bertanya-tanya, seperti apa sosok gadis yang sangat dia sukai ini.

Apa makanan kesukaannya, apa buku kesukaannya, hal-hal apa yang membuatnya bahagia atau sedih atau sesuatu seperti bagaimana kehidupan gadis itu di sekolah sebelumnya.

Ega ingin mengetahui semua itu. Apa ini adalah hal yang wajar?

"Ta." Ega memanggil ketika Tiana sibuk mencari buku untuk persiapan ujian yang tersusun rapi di meja.

"Hmm?" Tiana menoleh. Wajahnya tampak ceria tanpa alasan.

"Gue minta maaf."

Tiba-tiba saja kata itu keluar dari mulut Ega tanpa ada pembicaraan apa pun, membuat Tiana bingung sesaat hingga alisnya berkerut.

"Maaf buat apa?"

Ega menarik napas dalam dan menutup sebentar matanya. Laki-laki itu sebenarnya tidak ingin mengungkit hal ini lagi, tetapi dia sadar kalau belum ada kata maaf yang terucap darinya sejak malam itu.

"Maaf atas kata-kata kasar gue malam itu." Ega terlihat tidak bahagia saat mengatakannya. Padahal setiap detik yang dihabiskannya bersama Tiana selalu menjadi detik-detik terbaik di dalam hidupnya, kecuali malam itu.

Tiana menjilat bibirnya saat ingatan itu menghantamnya tanpa sengaja. Jujur saja, kata-kata itu memang sangat menyakitkan untuk Tiana, terlebih lagi yang mengatakannya adalah Ega. Namun, gadis itu pun sadar kalau tidak sedikit luka yang dia berikan pada Ega selama ini.

Jadi, daripada menyimpannya sebagai dendam, Tiana lebih memilih untuk melupakan dan menganggapnya sebagai balasan atas setiap kata-kata menyakitkan yang dulu pernah dia katakan pada Ega.

"Gue nggak bermaksud untuk ngomong sekasar itu sama lo, Ta." Ega masih terdengar menyesal, bahkan ketika hubungan mereka sudah membaik. "Malam itu rasanya gue bener-bener kayak dirasuki setan, makanya sampai bisa ngomong kayak gitu sama lo. Padahal kan lo tau kalau gue bucin banget sama lo sampai ke tulang rusuk."

Mendengar celotehan terakhir Ega membuat Tiana tersenyum dengan sudut bibirnya. Entah kenapa, sekarang semuanya malah terasa agak lucu saat dibicarakan lagi. Padahal malam itu dia benar-benar sangat hancur.

"Please, maafin gue, Ta." Ega menyatukan kedua tangannya dengan wajah yang seperti ingin menangis. Sungguh, masalah ini masih menjadi kesalahan yang paling disesalinya di sepanjang hidup.

Tiana menatap Ega dalam diam. Jika dipikir-pikir lagi, sosok yang berdiri di depannya ini sungguh unik dengan cara tidak biasa, yang mampu membuat Tiana jatuh hati tanpa disadarinya.

Sebenarnya, Tiana masih ingin menatap Ega, tetapi gadis itu hampir tersentak mundur saat laki-laki di depannya menjatuhkan lulutnya ke lantai.

Ya, Ega baru saja berlutut di depan Tiana, di dalam toko buku, dengan beberapa pasang mata yang mulai melihat ke arahnya.

"Please, Ta, maafin gue." Ega memohon lagi. "Lo boleh mukul atau nampar gue. Lakuin apa aja yang lo mau ke gue selama hal itu bisa bikin lo maafin gue."

"Ga, bangun!" Tiana menatap tajam dan menarik bahu Ega untuk berdiri. Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian karena aksi Ega saat ini. "Malu diliatin orang!"

"Gue nggak peduli, Ta! Mau diliatin orang kek, mau diketawain orang kek, mau diviralin orang juga gue nggak peduli." Ega mengatakannya dengan lantang, membuat pasangan mata yang menatapnya makin banyak. "Satu-satunya hal yang gue peduliin adalah dapatin maaf dari lo. Gue nggak bisa tidur nyenyak kalau belum dapat maaf dari lo, Ta."

Tiana berdecak sebal. Sebenarnya di mana Ega meninggalkan otaknya, hah? "Ga, gue nggak akan ada di sini sama lo kalau gue masih marah," geramnya dengan kedua tangan yang menarik bahu Ega untuk berdiri. Namun, yang ditarik tidak ingin membuatnya mudah.

"Beneran udah nggak marah lagi? Gue jahat banget loh, Ta, malam itu. Lo bahkan nangis, sampe jatoh juga, tapi nggak gue tolongin." Ega terlihat meringis. Sepertinya dia sendiri masih dihantui oleh rentetan kejadian malam itu. "Berengsek banget gue, Ta."

"Ya, gue akui lo emang berengsek malam itu, Ga, tapi gue juga butuh lo. Jadi, please, bangun sekarang! Gue malu." Tiana menarik tangan Ega agar laki-laki itu segera bangkit.

Ega berdiri dengan bantuan Tiana. Matanya tampak agak berbinar saat mendengar pengakuan Tiana. "Lo ... butuh gue?"

Tiana mengedip lambat. Apa dia salah bicara tadi? Apa dia tidak bisa memberi tahu Ega kalau dia membutuhkan laki-laki itu saat ini?

"Ta." Ega merengek meminta kepastian. Kakinya hampir tidak menapak karena sudah siap untuk terbang atas dorongan kebahagiaan yang baru saja diberikan padanya.

"I-iya, gue butuh lo." Tiana menjawab gugup. Sebisa mungkin tidak menunjukkan pipinya yang ingin merona saat ini. "Jadi, berhenti merasa bersalah sama gue karena gue bukan satu-satunya yang terluka malam itu, tapi lo juga."

Hati Ega menghangat. Kenapa Tuhan baik sekali padanya karena mengirimkan Tiana ke dalam hidupnya? Apa kehadiran Tiana adalah hadiah dari Tuhan untuknya karena berhasil melewati masa-masa sulitnya?

Ega berjalan mendahului Tiana, membuat gadis itu bingung. Namun, ikut berjalan di samping kakak tiri Sandrina itu.

"Fakta kalau gue nyakitin lo adalah alasan kenapa gue nggak berani untuk berhadapan langsung sama lo." Ega menoleh pada Tiana di sampingnya, di mana gadis itu menatapnya dengan intens. Gue nggak bener-bener kecewa sama kebohongan lo, tapi gue marah banget waktu tau tentang lo sama papa."

Hal yang membuat Ega kecewa dan marah hingga lepas kontrol adalah fakta bahwa Tiana tidak memberi tahu Ega kalau gadis itu mengenal papanya. Padahal Tiana tahu siapa papanya dan seperti apa hubungannya dan sang papa, tetapi tidak pernah mengatakan apa pun. Hal itulah yang membuat Ega merasa dikhianti. Bahkan rasa sakitnya 100x lebih sakit daripada diselingkuhi.

"Malam itu sepenuhnya salah gue karena udah berasumsi sembarangan. Bahkan saat gue tau kalau gue salah, gue sama sekali nggak berdaya karena gue pikir lo pasti benci banget sama gue dan mungkin lo lebih nyaman sama Bara ketimbang gue.

Hal-hal acak kayak gitu kadang bikin hati gue sakit tanpa alasan. Gue ngerasa kalau orang lain lebih ngertiin lo daripada gue yang notabenenya bucin banget ke lo. Harga diri gue rasanya kayak injak, Ta. Dan gue semakin nggak percaya diri untuk ngomong duluan sama lo."

Tiana membisu dalam setiap kata yang merupakan suara hati dari Ega. Dia tidak pernah mengira kalau laki-laki itu juga akan tertekan setelah keduanya berpisah dengan drama yang penuh air mata.

"Ga ...." Tiana berbisik lirih. Gadis itu memanggil hanya karena dia kehabisan kata untuk membalas.

"Waktu kita ketemu kemaren, gue cuma sok savage aja dengan ngatain lo pengecut. Padahal Sebenarnya gue lagi nahan takut. Takut kalau pada akhirnya gue akan bertindak bodoh lagi dengan ngebiarin lo pergi gitu aja."

Keresahan hati Ega sedikit demi sedikit mulai tersalurkan. Laki-laki itu tidak pernah malu untuk mengungkapkan isi hatinya pada Tiana. Berbeda dengan Tiana yang tidak pernah bisa mengatakan perasaannya kalau tidak didesak keadaan.

Ega tertawa kecil saat menatap Tiana. "Gue bodoh banget, ya, Ta? Pura-pura kejam, padahal aslinya hancur banget. Untung aja gue bisa nahan lo buat pergi. Kalau nggak, mungkin gue bakalan nangisin lo lagi karena kangen."

Sampai detik ini, perubahan suasana hati Ega adalah sesuatu yang Tiana kagumi. Sebenarnya, mudah saja bagi Ega untuk berdamai dengan hatinya. Namun, kenapa laki-laki itu sulit untuk berbaikan dengan papanya?

"Lo kangen sama gue juga nggak, Ta?" Ega iseng bertanya saat Tiana tidak memberikan respons dan hanya menatapnya yang sibuk berceloteh.

"Hah?" Serangan pertanyaan itu membuat Tiana terkejut. Tidak bisakah Ega menanyakan sesuatu yang lebih berbobot, seperti apakah besok ada ulangan atau tidak.

"Bahkan setelah gue meluk dan ngomong kangen berkali-kali sama lo, gue masih tetap kangen sama lo, Ta," celoteh Ega dengan tawa. "Bucin banget kan gue?"

Ketika Ega asyik berceloteh dengan tawa yang ditujukan untuk dirinya sendiri, ada Tiana yang menatap dengan penuh rasa kagum. Gadis itu sering kali terkesan dengan cara Ega mengejek dirinya sendiri. Tiana hanya merasa lucu saja.

"Gue juga kangen sama lo."

Langkah kaki Ega terhenti. Tawanya pun hilang begitu saja. Jika wajahnya hanya berupa tinta di atas kertas, pasti wajah Ega saat ini sudah luntur.

Ega menoleh dengan gerakan yang begitu kaku seolah-olah dia adalah robot. "Lo ... kangen sama gue?"

Tiana mengangguk tanpa keraguan. "Kenapa? Nggak boleh kangen sama lo, ya?"

"Lo nggak kangen sama gue aja, gue tergila-gila sama lo, Ta. Apalagi lo kangen sama gue, bisa gila gue, Ta! Besok tinggal matinya doang gue." Ega mengatakannya dengan nada berapi-api yang penuh penekanan, pertanda dia gemas.

"Apaan sih, Ga. Lebay lo." Tiana memukul lengan Ega sambil tertawa samar, kemudian balas meninggalkan laki-laki itu.

Tuhan, bolehkah Ega memeluk Tiana saat ini dan memilih gadis itu sebagai jodoh dunia akhiratnya? Ega benar-benar menginginkan Tiana untuk sisa hidupnya.

Tanpa memikirkan di mana tempatnya berpijak saat ini atau pun mempertimbangkan berapa banyak orang-orang yang bisa mendengarnya, laki-laki muda yang sedang dimabuk cinta itu meneriakkan sesuatu dengan begitu lantang.

"Ta, gue sayang sama lo! Pokoknya lo harus jadi jodoh masa depan gue!"

Jangan tanyakan bagaimana reaksi Tiana saat mendengar teriakan Ega barusan. Tentu saja gadis itu segera menutupi wajahnya dan berlari menjauhi Ega agar tidak terciprat malunya.

***

Tiana tidak akan heran kalau yang meneleponnya malam-malam begini adalah Ega. Namun, keningnya spontan berkerut bingung saat tahu kalau yang meneleponnya adalah Bara.

"Ya, Bar, kenapa?"

"Tiana, maaf, kalau gue ganggu lo malam-malam begini, tapi gue pengen tanya sesuatu sama lo."

Kening Tiana makin berkerut, tetapi tidak mengutarakan kebingungannya dan mengizinkan Bara untuk menanyakan apa pun yang ingin laki-laki itu ketahui.

"Lo ada cerita yang aneh-aneh tentang gue ke Ega, ya?" Suara Bara terdengar tidak yakin di seberang sana. "Soalnya sikap dia ke gue agak aneh belakangan ini. Kayak sensitif banget ke gue."

Tiana mendesis sambil membongkar ingatannya. "Gue nggak pernah cerita yang aneh-aneh tentang lo ke Ega."

"Serius nggak pernah? Coba ingat-ingat lagi deh."

Sungguh, Tiana tidak pernah menceritakan sesuatu tentang Bara ke Ega. Lagi pula, Ega jauh lebih mengenal Bara luar dalam dibandingkan Tiana yang baru mengenalnya kurang dari sebulan. Jadi, kenapa Tiana harus bercerita tentang Bara ke Ega?

"Beneran, Bar, gue nggak pernah cerita yang aneh-aneh tentang lo ke Ega," balas Tiana meyakinkan. "Paling yang gue ceritain waktu gue ketemu sama lo setelah gue kabur dari pestanya Safana."

"Ya ampun, Tiana!" Bara tidak bisa menahan geramannya di seberang sana atas jawaban yang baru saja dia dengar. "Pantas aja Ega tiba-tiba sensi sama gue."

Tiana makin bingung. Dia yang semula berbaring karena sudah berniat untuk tidur, terpaksa menyingkirkan selimutnya dan mengubah sikap menjadi setengah duduk. "Apa sih, Bar? Gue nggak ngerti. Apa hubungannya gue cerita ke Ega kalau kita ketemu, sama dia yang tiba-tiba sensi sama lo?"

"Lo lupa kalau Ega tuh bulolnya udah level 100 sama lo?" Bara mengoceh dengan penuh penekanan. "Belum lagi malam itu dia ngeliat kita berdua. Terus ditambah lagi lo cerita sama dia, jelas Ega makin sensi sama gue."

Tiana mengedip cepat selagi dia memproses penuturan Bara. "Jadi, Ega ngeliat kita malam itu."

"Ya, dia ngeliat kita berdua pelukan." Bara membenarkan dengan sedikit penekanan. "Dan gara-gara itu juga dia jadi maju mundur buat minta maaf sama lo."

Ah~ Sekarang Tiana mengerti dengan maksud Ega di toko buku beberapa hari lalu saat laki-laki itu mengatakan 'mungkin lo lebih nyaman sama Bara ketimbang gue'. Rupanya momen di mana dia dan Bara berpelukan menjadi alasan bagi Ega untuk menunda berbaikan dengan Tiana.

Kini, Tiana hanya bisa menggeleng atas sikap kekanak-kanakan Ega. Laki-laki itu akan dengan mudah mengutarakan perasaannya saat sedang bahagia. Namun, ketika perasaan itu membuatnya sedih dan tidak enak hati, maka dia akan memendamnya sendiri dan membuat orang lain kebingungan.

"Ya udah, Bar, nanti biar gue yang ngomong sama Ega," kata Tiana. Gadis itu yakin kalau dia yang berbicara, Ega pasti tidak akan merasa terganggu lagi dengan fakta kalau dia dan Bara berpelukan malam itu.

"Jangan!" Larang Bara berapi-api. "Kalau dia sampai tau gue ngaduin masalah ini ke lo, yang ada dia makin gila nanti."

Tiana lupa kalau Ega menganggap Bara adalah saingannya. Padahal hubungan Tiana dan Bara tidak lebih dari sekadar teman yang saling kenal melalui koneksi Ega. Jadi, apa yang harus Ega khawatirkan ketika Bara yang notabenenya adalah sahabatnya berteman dengan gadis yang sangat disukainya?

"Gue tuh yang penting udah tau apa alasannya." Bara melanjutkan. Dia tidak memerlukan bantuan Tiana untuk masalahnya dan Ega saat ini.

Kalau Bara memang tidak membutuhkan bantuannya, ya, Tiana tidak apa-apa.

"Oh, ya, ini riwayat panggilan dari gue kalau bisa langsung lo hapus aja. Ntar ribet lagi kalau sampai Ega tau gue nelepon lo malam-malam gini. Gilanya pasti kumat nggak keruan." Bara menambahkan dengan setengah nada menggerutu. Sepertinya laki-laki itu tidak ingin berkonflik dengan Ega hanya karena Tiana.

Sementara itu, Tiana hanya bisa menahan tawa dari kamarnya atas penuturan Bara, yang dia pikir sangatlah lucu. Laki-laki itu sungguh ingin menjaga perasaan dan memastikan kebahagiaan Ega tidak rusak, terlebih lagi karenanya.

Tiana pikir, gadis yang menjadi pasangan hidup Bara nantinya pasti akan sangat beruntung.

**********

Meski agak telat minta maafnya, tapi lumayan ada effortnya si Ega minta maaf. Nggak sekadar say sorry aja tanpa ngakuin kesalahannya 😌😌😌

Tapi makin ke sini Ega makin merasa tersaingi sama Bara. untung Bara paham kalau sahabatnya ini bulol level 100. Jadinya dia ngalah aja daripada bulol nangis kejer kalau nanti kalah saing 🤣🤣🤣🤣🤣🤣

Tapi lagimaaf kalau aku harus menyampaikan hal ini secara mendadak, tapi besok tuh kalian bakalan naik rollercoaster lagi, gaes 😈😈😈

Tisu yang kemaren udah dipungut, kan? Karena mungkin aja kalian butuh untuk bantuin Ega ngapus air matanya besok.

Pokoknya dunia Ega terus yang aku acak-acak, meskipun judulnya 'Dunia Tiana' 🤣🤣🤣🤣

Dadah~

18 Agustus 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro