Bab 15. Malam Pertaruhan
I race to win - Erlangga Auditama.
Setelah makan malam dan mencuci piring, Tiana kembali disibukkan dengan buku-buku pelajarannya. Namun, gadis itu tidak benar-benar bisa fokus karena matanya terus saja melirik jam beker di dekatnya.
Sekarang sudah pukul 19.34, yang artinya balapan antara Ega dan Rafael akan segera dimulai dan tidak seperti teman-temannya yang sedang bersiap atau bahkan sudah berada di sirkuit, Tiana justru sibuk dengan PR-nya. Gadis itu tampak cemas, bahkan lirikan matanya pada handphone pun tidak pernah lepas untuk sekadar memastikan apakah ada pemberitahuan atau tidak.
"Telepon Ega nggak, ya?" Tiana bertanya pada dirinya, seraya menggigit ujung bibir dengan ragu, kemudian berdecak menolak pemikirannya. "Tapi kalau nggak diangkat gimana? Kan malu."
Sekarang, Tiana makin menunjukkan kecemasannya pada Ega hingga dia berjalan bolak-balik di kamarnya sambil mempertimbangkan sesuatu. "Apa aku datang aja ke sana?" Belum sempat Tiana mendapatkan jawaban dari hati kecilnya, dia sudah lebih dulu menggeleng keras. "Nggak, nggak, nggak! Ayah pasti nggak ngebolehin aku nonton balapan."
Sungguh, Tiana terlihat sangat frustrasi sekarang. Di satu sisi, dia ingin datang dan melihat secara langsung, tapi di sisi yang lain, gadis itu pasti tidak akan mendapatkan izin dari kedua orang tuanya.
Sementara Tiana berperang dengan sisi dirinya yang lain, ada Ega yang tengah sibuk memeriksa handphone-nya, berharap akan mendapatkan balasan dari pesan yang dikirimkannya pada Tiana.
Seperti yang Rafael katakan, balapan malam ini resmi dan sudah mengantongi izin, bahkan ada pihak kepolisian yang mengawasi untuk memastikan tidak ada alkohol atau taruhan apa pun selama pertandingan, bahkan ada para medis juga. Rafael benar-benar menyiapkan pertandingan malam ini dengan mematuhi semua prosedur yang ada, termasuk menggunakan wearpack balap.
Para penontonnya pun bukan hanya dari kelas XII-A saja, tapi yang dari kelas lain pun ada, bahkan sekolah lain juga ada. Pertandingan ini benar-benar terbuka untuk umum.
Bukan tanpa alasan juga kenapa sekolah mengizinkan dua muridnya untuk melakukan balapan. Faktanya, izin itu bisa didapatkan karena ada sertifikat atas nama Ega dan Rafael, di mana keduanya sama-sama pernah mengikuti sekolah balap. Mereka tidak hanya modal kebut-kebutan di jalanan saja, tapi memang memang memiliki keahlian.
Tidak heran kalau Rafael memerlukan waktu beberapa hari untuk menentukan tanggal balapan mereka karena ada banyak hal yang harus dipersiapkan.
"Surat izinnya ditandatangani bokap lo?" Ibra iseng bertanya saat tidak ada yang bisa dilakukannya selain mengajak Ega mengobrol karena keempat temannya yang lain sedang berkeliling.
"Ya, nggaklah gila!" seru Ega berapi-api. Matanya tampak tidak percaya dengan pertanyaan yang baru saja Ibra tanyakan. "Sejak kapan gue balapan minta izin segala?"
"Terus yang tadi lo kasih ke Rafael?" Ibra melihat dengan jelas kalau sebelumnya Ega sempat memberikan selembar kertas pada Rafael, yang dia pikir adalah surat izin untuk balapan.
"Tanda tangan palsu."
"Gila lo!" Ibra memekik tidak percaya. "Kalau ada apa-apa sama lo gimana? Siapa yang mau tanggung jawab kalau bukan orang tua lo?"
"Berisik!" seru Ega, pertanda tidak ingin mendengarkan ocehan apa pun dari Ibra. Suasana hatinya sedang tidak terlalu baik sekarang. Jadi, sebaiknya Ibra makin tidak merusaknya.
"Boba-nya basi anjir." Bima datang dengan gerutuannya dan wajah menahan kecut.
Rupanya, sementara Ega dan Ibra memantau situasi sirkuit, keempat temannya membeli makanan dan minuman.
"Bentar lagi lo mati, Bim," celetuk Gio dengan tawa mengejek.
Bima yang tidak terima segera memukul kepala Gio, yang kemudian dibalas dengan umpatan.
"Masih untung kepala lo doang yang gue pukul, nggak gue siram pake ini boba basi," sahut Bima berapi-api. Tangannya sudah bersiap untuk menumpahkan minumannya ke wajah Gio.
"Untung gue nggak jadi beli minuman yang sama kayak punya lo. Males banget nelan boba basi." Nando menimpali dengan gelengan jijik. Keputusannya tidak membeli minuman yang sama dengan Bima sangatlah tepat.
"Bacot. Gue doain lo beser besok pagi. Mampus!" Bima yang marah karena insiden boba basi langsung melayangakn sumpah serapah.
Sementara Bara tidak ingin ikut campur memilih untuk menghampiri Ibra.
"Kenapa tuh anak?" Bara bertanya pada Ibra ketika memberikan laki-laki itu minuman dan kebab. Lalu, sosok yang ditanyakannya adalah Ega. Lawan Rafael itu tiba-tiba saja menjauh ketika yang lainnya datang dan sibuk dengan handphone.
Ibra mengangkat bahu dan mengambil minumannya. "Lagi PMS kayaknya."
Bara menghampiri dan memberikan Ega kebab untuk sekadar menganjal perut kalau-kalau teman sebangku Tiana itu lapar. "Kenapa muka lo lecek gitu?"
"Gue nggak lapar." Ega menolak dengan gelengan. Mana bisa laki-laki itu makan kebab ketika dia memikirkan Tiana yang masih mengabaikannya.
"Mukanya lecek gara-gara Tiana tuh pasti!" Bima mengejek dari kejauhan.
Ega yang suasana hatinya sedang buruk hanya memberikan tatapan tajam sebagai tanda kalau Bima sebaiknya menutup mulut setelah ini atau Ega akan melupakan kalau mereka pernah bersahabat malam ini.
Bima pun mengangkat kedua tangan, kemudian mengambil langkah mundur untuk menjauh. Tentu dia tidak ingin mendapatkan serangan dari Ega yang suasana hatinya sedang sangat buruk.
"Ega." Rafael memanggil dari kejauhan dan sudah siap berdiri di samping motornya di garis start. "Ayo, pemanasan."
Ega memberikan handphone-nya pada Ibra. "Titip." Kemudian memakai sarung tangan khususnya.
"Hati-hati, Ga." Ibra mengingatkan.
Bara pun mengatakan hal yang sama, ketiga sahabatnya yang tadi berjarak cukup jauh pun perlahan mendekat seolah ingin mengantarkan Ega. Dengan harapan laki-laki itu akan kembali dalam keadaan utuh tanpa kurang satu apa pun.
Ega sempat mendapatkan beberapa dukungan dari anak-anak lain ketika dia berjalan menuju garis start tempat motornya dia parkirkan. Meski bukan geng motor, tapi Ega dan kelima sahabatnya cukup populer di kalangan anak-anak geng motor lainnya, terutama Ega yang memang terkenal karena ketampanannya. Ups.
Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengenali lintasan. Jadi, masing-masing pengendara bisa menyesuaikan kemampuan mereka dengan lintasan balap malam ini. Meski baru pemanasan, tapi para penonton sudah mulai mengisi tribun untuk melihat aksi dua jagoan XII-A malam ini.
Setidaknya, mereka melakukan pemanasan sebanyak 2x tanpa batas maksimal waktu.
Ega langsung menghampiri kelima sahabatnya setelah melakukan pemanasan, begitu pula dengan Rafael.
"Gimana?" tanya Gio.
Ega menggeleng seraya melepas helm dan langsung menyugar rambut. "Tikungannya tajam. Gue nggak pernah main di sini sebelumnya."
"Itu artinya lo harus ekstra hati-hati." Bara mengingatkan dengan tegas.
"Sengaja pasti Rafael milih sirkuit ini," timpal Bima berapi-api.
"Pantas sok-sokan pengen balapan resmi pake izin segala, ternyata sabotasenya lewat alam." Nando ikut menimpali. "Dia pasti udah biasa main di sini."
Ega melirik ke arah Rafael yang tengah berbicara dengan anggota geng motornya. Laki-laki itu tampak bercengkrama setelah melakukan sesi pemanasan, berbanding terbalik dengan Ega yang justru kelihatan agak gelisah.
"Berapa putaran?" Ibra bertanya ketika Ega tampak sibuk memikirkan sesuatu.
"Cuma tujuh putaran."
"Motor lo aman aja, kan?" Bara memastikan dengan begitu hati-hati, tampak takut menyinggung Ega.
"Gue pinjam motor lo deh," kata Ega pada Bara. Nyatanya laki-laki itu juga mengkhawatirkan dirinya sendiri malam ini dan alasannya jelas karena dia tidak boleh kalah apa pun risikonya.
Bara melemparkan kunci motornya pada Ega. "Kebetulan baru gue servis kemaren."
"Hai, Ega."
Sang pemilik nama baru akan turun dari motor ketika seseorang memanggilnya. Sosok Safana dan kedua temannya muncul dengan penampilan yang begitu modis, tetapi tetap tidak membuat Ega terkesan.
"Semangat, ya. Gue yakin lo pasti menang." Safana dengan sikap centilnya masih berusaha mendekati Ega, meski tidak pernah mendapatkan atensi.
Ega hanya melirik tanpa minat, kemudian menatap Bara. Laki-laki itu tidak mengatakan apa pun, tapi lawan bicaranya tahu apa yang harus dilakukan. Bahu Safana ditarik agar menjauhi Ega, sebelum tanduk banteng laki-laki itu muncul.
"Jangan dideketin, dia lagi mode senggol bacok," kata Bara mengingatkan sepupunya. "Dan gue nggak mau dimarahi bokap lo kalau lo lecet balik dari sini."
"Bara, lepasin ih! Gue masih mau ngobrol sama Ega." Safana memberontak ketika dia ditarik paksa untuk menjauh.
Sementara kedua temannya masih berdiri ditempat sebelumnya, dengan Bima yang bergerak lembut untuk mendekati Erika dan Bella.
"Tapi Ega-nya nggak mau ngobrol sama lo, Saf." Bara mengingatkan, masih mencoba untuk berbicara baik-baik. "Dia emang nggak main tangan sama cewek, tapi mulutnya lebih pedas dari mak lampir. Kalau lo nggak mau dibuat malu dan sakit hati, saran gue mending jangan dekat-dekat sama Ega."
Safana berdecak sebal dan menarik kasar tangannya dari Bara. "Fine! Gue nggak bakalan ngedekatin Ega lagi," katanya dengan penuh penekanan, kemudian berteriak memanggil kedua temannya. "Bella, Erika, ayo! Kita harus nyamperin Tiana."
Mendengar nama Tiana membuat Ega menegakkan tubuhnya dan memberikan atensinya pada Safana. "Lo janji ketemuan sama Tiana malam ini?"
Safana mengangguk dengan senyum mengejek. "Gue ngasih lo semangat karena gue nggak bisa nonton lo balapan, soalnya harus jalan sama Tiana."
Ega terdiam. Laki-laki itu teringat dengan pernyataan Tiana tadi siang yang mengatakan tidak diizinkan untuk keluar malam. Lalu, kenapa gadis itu keluar bersama dengan Safana malam ini?
"Hape gue dong." Ega meminta handphone yang sebelumnya dititipkan pada Ibra. Laki-laki itu segera menelepon Tiana ketika handphone-nya yang dilemparkan Ibra sudah berada dalam genggaman. Dia hanya ingin memastikan saja apakah Tiana memang akan pergi keluar dengan Safana atau tidak.
Sementara Safana menggeleng sinis ketika melihat kegelisahan Ega. Gadis itu tahu kalau Tiana tidak mungkin hadir untuk menonton balapan malam ini. Itulah sebabnya dia mengecoh Ega dengan mengatakan akan pergi bersama Tiana.
Bima melambaikan tangan pada Bella dan Erika yang menghampiri Safana. Laki-laki itu tampak seperti penggoda ulung dengan lambaian tangan yang nakal. Nyatanya, laki-laki itu adalah playboy, tapi selalu merendah.
"Gue balik, Bar. Salam buat Ega." Safana pamit dengan memberikan sindiran yang biasa Ega katakan padanya dan meninggalkan sepupunya dengan senyum, yang kemudian diikuti oleh Bella dan Erika.
Sementara Ega masih sibuk dengan handphone-nya, yang sampai detik ini tidak mendapatkan jawaban. "Angkat dong, Ta. Please."
Sampai Rafael membunyikan klakson sebagai tanda sudah waktunya balapan malam ini dimulai, Ega masih belum mendapatkan jawaban dari Tiana. Laki-laki itu berdecak sebal dan melemparkan handphone-nya pada Ibra seolah tidak membutuhkannya lagi, kemudian berjalan untuk mengambil motor Bara.
Melihat Ega yang memposisikan diri di sampingnya dengan motor yang berbeda membuat Rafael tertawa mengejek. "Takut disabotase lagi lo?"
Ega tidak merespons dan malah menutup kaca helmnya. Laki-laki itu sedang kesal. Jadi, diharapkan untuk tidak memancing amarahnya.
Ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi dalam balapan ini, tapi Ega sama sekali tidak mendengarkannya. Dalam benaknya, laki-laki itu hanya bertekad untuk menang karena dia tidak ingin pindah dari SMA Merah Putih apa pun alasannya.
Sorakan heboh terdengar memenuhi langit malam ketika motor Ega dan Rafael mulai melaju dan berlomba untuk mendahului satu sama lain.
Di antara semua orang, mungkin Bima bisa dikatakan salah satu yang paling niat untuk menonton balapan malam ini karena sampai membawa teropong. Laki-laki itu hanya ingin memastikan saja kalau tidak ada kecurangan yang akan dilakukan Rafael ketika tidak ada yang melihatnya.
Putaran pertama masih terpantau aman dengan Rafael yang lebih dulu melewati garis finish, yang disusul oleh Ega 2 detik setelahnya. Ini masih putaran pertama, yang artinya masih ada 6x kesempatan bagi Ega untuk memenangkan balapan malam ini. Sebenarnya, Ega hanya perlu unggul di putaran terakhir saja.
"Si Tiana-Tiana itu beneran nggak datang, ya?" Gio iseng bertanya pada yang lain. "Secantik apa sih dia sampe bikin Ega jadi bulol begitu? Cantik banget, ya, Bar?"
"Lah, kenapa nanya sama gue?" Alis Bara berkerut bingung karena pertanyaan Gio. "Kayak gue kenal aja."
"Tapi kan Tiana itu temannya sepupu lo."
"Kan teman sepupu gue, bukan teman gue!"
"Tapi beneran sih, baru kali ini gue liat Ega jadi bulol cuma karena cewek," timpal Nando sebelum Gio dan Bara melanjutkan perdebatan. Dia menoleh dan menatap yang lain. "Sebelumnya mana pernah begini. Boro-boro jadi bulol, bucin aja nggak pernah."
"Gue jadi penasaran deh sama yang namanya Tiana itu." Bima menyahut seraya menurunkan teropongnya dan memberikannya pada Bara, mungkin saja laki-laki itu ingin menggunakannya. "Pengen tau gue gimana bentukan cewek yang bikin sohib gue jadi bulol begitu."
"Hape Ega, Bim," bisik Gio melirik handphone Ega yang ada dalam genggaman Ibra.
"Bra, pinjam hape Ega dong." Bima meminta dengan sopan, tapi takut juga kalau dia dimarahi. Namun, faktanya handphone Ega diberikan begitu saja padanya karena Ibra tahu kalau tidak ada siapa pun yang bisa membuka kuncinya, kecuali Ega sendiri.
"Coba pake tanggal lahirnya Ega," usul Nando.
Bima mencoba, tapi tidak terbuka.
"Coba tanggalnya dibalik." Gio pun menambahkan usulnya, tetapi tetap saja tidak terbuka.
"Kalau sampe 3x salah nggak bakalan ke blokir kan, ya?" Bima bertanya pada dua sahabatnya yang tidak kalah ingin tahu sepertinya. Sementara Ibra dan Bara memantau lintasan.
Gio dan Nando mengangguk, pertanda dia mempercayakan kesempatan terakhir ini pada Bima yang sepertinya diam-diam memiliki jawaban yang akurat.
Bima mencoba peruntungan terakhirnya dengan memasukkan 6 digit yang berbeda dari urutan angka sebelumnya dan berhasil! Handphone Ega langsung menampilkan halaman utamanya.
"Tanggal apaan?" Gio dan Nando bertanya serempak, keduanya tampak terkejut karena Bima berhasil membuka kuncinya.
"Tanggal kematian mamanya," bisik Bima.
Ketiga laki-laki itu menjauhi Ibra dan Bara agar lebih leluasa mengecek isi handphone Ega. Anggaplah mereka lancang, tetapi mereka sudah meminta izin untuk membuka ruang obrolan antara Ega dan Tiana tanpa didengar oleh sang pemilik handphone.
Sorakan yang menyambut kedatangan Ega dan Rafael yang baru saja menyelesaikan putaran kedua membuat Bima, Gio, dan Nando ikut bersorak, terlebih lagi saat melihat Egalah yang memimpin putaran kali ini. Lalu, kembali memeriksa isi handphone Ega.
"Emang beneran bulol itu anak," celetuk Bima saat melihat ruang obrolan Ega dan Tiana yang didominasi oleh ocehan Ega yang tidak ada habisnya.
"Tapi si Tiana emang beneran cantik sih," celetuk Gio ketika dia baru saja membuka profil Tiana untuk melihat seperti apa rupa gadis itu.
"Mau dijadiin kuda poni lo sama Ega?" celetuk Nando saat dia menangkap sesuatu yang lain dalam nada bicara Gio.
"Elah, Nan, nggak bakalan gue embat itu cewek," bantah Gio membela diri. "Nggak doyan gue makan sahabat sendiri, ntar gue matinya kecebur rawa-rawa."
"Ada baiknya lo mati kecebur liang lahat aja. Jadi, nanti tinggal ditimbun pake tanah kuburan." Bima menyeletuk asal, kemudian mengembalikan handphone Ega pada Ibra.
"Lo tuh nanti matinya tenggelam di sungai bawah laut!" sahut Gio berapi-api.
"Wooo~ Egaaaaaa." Bima bersorak menyemangati sahabatnya ketika putaran ketiga sudah dilewati, kemudian mengambil kembali teropongnya yang telah berpindah tangan ke Ibra dan tidak memedulikan sumpah serapah Gio.
Seperti yang Ega katakan, balapan kali ini benar-benar dilakukan tanpa kecurangan. Bahkan kalau laki-laki itu masih memakai motornya, dia tetap tidak akan kenapa-napa. Selama proses balapan pun, Rafael tidak melakukan hal-hal licik seperti yang dibayangkan kelima sahabat Ega. Kekhawatiran itulah yang membuat Bima sampai membawa teropong.
Aksi kejar-kejaran itu tidak sepenuhnya bisa disaksikan oleh semua penonton karena tidak ada kamera di masing-masing motor yang disambungkan ke layar besar. Jadi, aksi keduanya hanya bisa dilihat ketika Ega dan Rafael melewati garis finish.
Terhitung, Rafael sudah memimpin sebanyak 5x dan sekarang mereka sudah memasuki putaran terakhir. Kemenangan 5x itu jelas tidak akan ada gunanya kalau Ega berhasil membalikkan keadaan dengan melewati garis finish lebih dulu.
"Anjir, Ega nikung nggak kira-kira banget!" Bima berseru dengan penuh penekanan saat memantau melalui teropongnya. "Kepeleset dikit auto kelindas dia sama Rafael."
"Udah gue baca permainannya si Ega." Ibra menimpali dengan gelengan. "Dia sengaja ngebiarin Rafael menang berkali-kali karena dia cuma perlu menang di putaran terakhir."
"Tapi dia nikungnya tajam banget, Bra," sanggah Bima berapi-api. "Amit-amit dah dia kecelakaan."
"Lo pikir kenapa Ega sengaja ngalah dari Rafael?" Kini, giliran Bara yang menyahut. "Dia nikung tajam pasti juga udah ngapalin bentuk tikungannya."
Padahal sebelumnya Ibra dan Bara adalah yang paling mengkhawatirkan Ega, tapi kini keduanya malah terlihat paling santai seolah sudah memprediksi kemenangan Ega malam.
Mendapatkan penjelasan dari Ibra dan Bara membuat Bima mendesah dengan anggukan. Laki-laki itu yang bodoh karena tidak memikirkannya sampai sejauh itu, yang akibatnya dia mendapatkan dorongan di kepala dari Gio dan disusul oleh Nando. Namun, laki-laki itu memaafkan tindakan kedua sahabatnya, tetapi hanya untuk malam ini saja.
Pertandingan menjadi makin sengit kala Ega dan Rafael muncul bersamaan di tikungan. Keduanya hanya berjarak 100 m dari garis finish di depan mereka, di mana Bima melihat jarak keduanya yang tidak terlalu jauh.
"Bisa menang tipis ini mah," celetuknya.
Gio yang penasaran buru-buru mengambil teropong Bima untuk ikut melihatnya, kemudian teropongnya diambil alih oleh Nando yang juga sama penasarannya.
"Jangan kalah, Ga. Jangan kalah." Nando merapalkan doa itu seraya terus memantau melalui teropong, yang kini jarak kedua pembalap dadakan itu sudah sangat dekat dengan garis finish.
Penonton bersorak heboh, memberikan dukungan untuk jagoan masing-masing. Meski sudah dilarang untuk memasang taruhan, tetapi tetap saja ada beberapa anak nakal yang melakukan taruhan dengan sembunyi-sembunyi. Ada yang bertaruh untuk Ega, ada juga yang bertaruh untuk Rafael.
Beruntungnya, Dewi Fortuna sedang ingin berpihak pada si Bucin Tolol malam ini, membuat kelima sahabat Ega yang semula tegang, kini langsung bersorak heboh menanggapi kemenangan laki-laki itu.
Kemenangannya benar-benar sangat tipis.
Rafael tertinggal di belakang Ega tidak sampai 10 cm, tapi hasilnya jelas tidak bisa berbohong ketika pita yang dibentangkan menyangkut di tubuh Ega.
Semprotan air menjadi pertanda untuk memulai perayaan atas kemenangan Ega malam ini. Laki-laki itu pun segera disambut oleh kelima sahabatnya ketika kembali ke posisi awal.
Rasa lega tengah membanjiri perasaan Ega yang sejak tadi begitu tegang, terutama saat berada di putaran terakhir. Laki-laki itu hanya memfokuskan dirinya untuk menang dan beruntung semesta pun masih mengizinkannya untuk menjadi teman sebangku Tiana.
Sekarang, tubuh Ega sedang dilemparkan ke udara sebagai bentuk kebanggaan kelima sahabatnya atas kemenangan malam ini. Laki-laki itu tampak tertawa ketika mendapatkan sambutan yang dirasanya agak berlebihan, tetapi tidak menolak. Sementara Rafael harus menelan kecewanya bulat-bulat karena kekalahan yang begitu tipis.
Di tengah-tengah kerumunan yang sedang bersorak memberikan selamat untuknya, Ega teralihkan dengan sosok yang tampak sangat jauh darinya. Sayangnya, Ega tidak bisa melihat dengan jelas karena tubuhnya yang masih terlempar di udara.
Sosok itu pun buru-buru pergi sebelum keberadaannya ditangkap basah oleh yang lain.
Ya, pada akhirnya, Tiana menyelinap keluar untuk menonton balapan malam ini, di mana dia datang setelah Ega dan Rafael memasuki putaran ketujuh, yang artinya Tiana datang tidak sampai 5 menit yang lalu, tetapi sudah harus pergi karena niatnya hanya untuk memastikan kalau Ega baik-baik saja. Entah menang atau kalah, Tiana tidak peduli.
***
[ Full outfit Ega pas balapan ]
Untung menang, kalau kalah pasti Ega langsung guling-guling di tanah minta tanding ulang 🤣🤣🤣
Ternyata ada yang diam-diam nyelinap juga, gaes demi calon ayang 🤭🤭🤭 Bau-bau Tiana bucin udah mulai tercium rupanya 🌚🌚🌚
Dadah~ 😚
25 Juli 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro