Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22 - SELAMAT ULANG TAHUN MENG!


Assalamualaikum, kembali lagi bersama Author Luluk HF. Maaf ya kemarin belum bisa update karena kemarin perjalanan panjang banget dan mulai TTD Novel Dua belas Glen Anggara juga. 

Jadi siap-siap ya buat kalian yang mau ikut Pre-Order. HARI JUMAT TANGGAL 1 NOVEMBER 2019 JAM 17:00 WIB. AYO IKUTI PRE-ORDER NOVEL DUA BELAS GLEN ANGGARA DI SHOPEE : luluk_hf (Link Shopeeku ada di Bio profile Instagramku : @luluk_hf ) 

Oh ya yang masih bingung cara pembyarannya bagaimana bisa dilihat di postingan terbaru instagramku yaa : @luluk_hf

Terus baca Novel Dua Belas Cerita Glen Anggara dan semoga kaliaan terus sukaa DAN BELII NOVELNYA YAAA. AMIIINNNN ^^

SEMOGA SEMUA TEMAN-TEMAN DIBERI BANYAK LIMPAHAM REZEKI BIAR BISA IKUT PRE-ORDER DAN BELI NOVEL DUA BELAS GLEN ANGGARA. AMIN AMIN AMIN. 

SEMANGAT MENABUNG SEMUAA ^^

DAN, SELAMAT MEMBACA. SEMOGAA TERHIBUR DAN TAMBAH SUKA DENGAN CERITANYAA AAMINNN ^^ 

******

Rian, Amanda dan Acha hanya bisa terperanga melihat taman belakang rumah Glen seperti dunia fantasi kucing. Semuanya serba dekorasi kucing, lebih tepatnya foto-foto Meng. Kucing kesayangan Bu Anggara.

"Baru kali ini gue diundang di acara ulang tahun dan yang ulang tahun itu bukan manusia, tapi kucing," lirih Amanda sembari mengelus dadanya.

"Sama, Acha juga," lirih Acha lebih lemas.

"Ulang tahun ini lebih meriah dari ulang tahun Glen tahun lalu. Daebak memang emaknya Glen," decak Rian geleng-geleng.

Iqbal yang sedari tadi ada disamping Acha hanya menghela napas berat. "Gue bakal lebih bersyukur jadi Glen, daripada setiap pagi disuruh menyalami Bejo dan Mirna."

Rian, Amanda dan Acha refleks menoleh ke Iqbal yang langsung pergi mendekati Bu Anggara setelah mengutarakan perasaan jujurnya. Mereka bertiga menatap Iqbal dengan tatapan lebih perhatin.

"Kasihan pacar lo Cha," ucap Rian sok dramatis.

"Iya, kasihan pacar Acha."

*****

Shena menyapu pandangannya, rumah Glen sangat besar dan mewah. Kaki Shena terasa lemah untuk dibuat melangkah lagi, jantungnya berdebar sangat cepar. Ia hanya berdiri di depan rumah Glen tak berani masuk, Glen berbalik menatap Shena bingung.

"Kenapa? Ayo masuk," ajak Glen.

"Rumah lo besar banget," jujur Shena.

"Kan gue udah bilang, gue anak orang kaya raya," ungkap Glen dengan sombongnya.

Shena mendecak pelan. "Gue agak takut."

"Takut sama siapa? Meng? Kucing bunda gue?" tanya Glen dengan lugunya. "Kalau Meng nyakar lo, cakar aja balik! Gue dukung!"

"Bukan sama Meng!"

"Terus sama siapa?"

"Teman-teman lo dan Bunda lo," lirih Shena.

"Katanya pingin dikenalin ke sahabat-sahabat gue? Salah satu list lo juga seinget gue ingin gue kenalin ke orang tua gue juga kan?"

Shena mengangguk-angguk lemah. "Iya, tapi gue takut mereka nggak nerima gue."

"Lo cuma pacar gue, bukan mau jadi istri gue!" ucap Glen mengingatkan.

"Iya gue tau Glen yang ganteng dan kaya raya!" kesal Shena.

"Gue pulang aja kah?"

"Lo nggak tau harga bensin udah naik lagi? Ogah gue anter lo pulang lagi," tolak Glen kejam.

"Jahatnya sama pacar."

Glen menghela napas pelan, berusaha sabar. Ia berjalan ke Shena lebih dekat.

"Sini tangan lo," pinta Glen.

"Buat apa?"

"Gue genggam," ungkap Glen.

Shena sedikit terkejut mendengarnya, namun perlahan ia menyodorkan tangan kanannya, dan benar saja Glen langsung menggenggam tangan Shena dengan erat.

"Sahabat-sahabat gue semuanya orang baik dan Bunda gue juga sangat baik. Bunda sedari kemarin excitedpingin ketemu sama lo. Gue yakin lo akan diterima dengan baik." Glen berusaha menjelaskan dan menenangkan Shena.

"Beneran?"

"Iya. Beneran," jawab Glen. "Jadi, masuk sekarang mau kan?"

Shena diam beberapa detik, kemudian mengangguk menyetujui. "Ayo."

Glen tersenyum legah, mereka pun masuk ke dalam rumah Glen. Shena terus berdoa dalam hati agar dia diterima baik oleh orang tua dan teman-teman Glen. Ia juga berusaha untuk tidak gugup walaupun sangat susah.

Shena lebih terkagum lagi dengan isi di dalam rumah Glen bagai rumah istana yang biasanya ia lihat di sinetron india, rumah orang-orang kaya raya

*****

Glen dan Shena tiba di taman belakang, Glen sama sekali tidak terkejut melihat taman belakang rumahnya yang sudah berubah menjadi seperti wisata pameran kucing. Namun, tidak bagi Shena. Ia dibuat terkejut untuk ketiga kalinya.

"Ini beneran ulang tahun Meng? Seekor kucing?" tanya Shena takjub.

"Iya, Udah bisa bayangin kan gimana dramatisnya Bunda gue?"

Shena mangut-mangut saja, bibirnya terbuka setengah tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Ayo kesana," ajak Glen ke arah sahabat-sahabatnya yang duduk manis di sofa sembari memakan dessertyang disediakan Mamanya.

"Hai," sapa Glen menyadarkan Rian, Iqbal, Acha dan Amanda akan keberadaanya.

Semuanya menoleh, mata mereka bukan terarah ke Glen tapi langsung ke Shena. Gadis cantik berwajah pucat.

"Kak Shena tetep aja cantik ya dari dulu walau sakit," bisik Amanda ke Rian.

"Iyakali," jawab Rian acuh tak acuh. Jujur, Rian masih belum bisa menyetujui Glen menerima Shena menjadi pacarnya dan menyuruh Glen mewujudkan kedua belas listnya.

"Hai Kak, salam kenal. Saya Acha," sapa Acha berusaha bersikap ramah.

"Hai semua, saya Shena," Shena berusaha mengembangkan bibirnya.

Shena beralik ke cowok disebelah Acha, Kedua mata Shena sedikit terbuka, teringat cowok itu.

"Iqbal?" panggil Shena sangat ingat dengan Iqbal. Karena memang dulu waktu MOS SMA Iqbal pernah terpilih menjadi King MOS.

"Hai Kak, kita berjumpa lagi," sapa Iqbal ramah.

Glen melotot ke arah Shena, "Lo nggak inget jewer kuping gue waktu SMA, tapi lo dengan gampangnya ingat Iqbal? Dimana hati nurani lo pacar?" desis Glen tidak terima.

"Wajah lo nggak gampang diinget," jawab Shena kejam.

"Udah-udah nggak usah ribut," relai Acha. "Ayo Kak duduk, takutnya Kak Shena capek."

Sebenarnya Acha sudah diberi arahan Iqbal sebelum datang, Iqbal menyuruh Acha agar ramah dan mengajak Shena ngobrol terus. Karena Iqbal tau Rian tidak akan memberikan sikap ramah ke Shena, dan Amanda pasti sibuk meredamkan kekesalan Rian.

"Iya, Makasih."

Shena pun segera duduk disamping Acha, Glen juga mengikuti duduk disebelah Shena.

"Gue kenalin semua sahabat gue, itu Rian yang lo pernah bertemu di café bersama gue, dan itu pacarnya Amanda," jelas Glen. Shena mengangguk mengingat.

"Hai Rian, Hai Amanda," sapa Shena.

"Hai," balas Rian singkat.

Amanda melirik Rian tajam, kemudian ia segera menoleh ke Shena dan tersenyum lebar.

"Hai Kak, lama nggak jumpa dan selalu cantik seperti dulu. Tapi jangan galak-galak kayak dulu ya," celetuk Amanda berusaha mencairkan suasana.

"Kalian semua alumni SMA Arwana?" tanya Shena.

"Iya, kita semua junior Kak Shena," jawab Amanda mewakili lainnya.

Shena menoleh ke Glen, memberikan tatapan tajam.

"Semua yang disini manggil gue Kak, kenapa lo nggak gitu juga? Kenapa lo manggil gue Shena Shena terus?" protes Shena.

"Pingin banget dipanggil kakak?" sinis Glen.

"Terserah!"

Acha dan Amanda tertawa kecil melihat Glen yang terlihat sangat lucu menghadapi Shena. Mereka seolah takjub dan masih tak percaya seorang Glen memiliki pacar.

"Gimana kabar lo kak?" tanya Iqbal membuka pembicaraan.

"Kalau mau jawaban yang jujur, gue akan jawab gue sedang nunggu ajal, kalau mau jawaban yang basa-basi, gue baik-baik aja," jawab Shena masih menebar senyum manisnya.

Jawaban Shena membuat semuanya terdiam, bingung harus bereaksi bagaimana.

"Cuci darah aja ngerengek minta ditemenin sok-sokan nunggu ajal! Malaikat masih pingin lihat lo bahagia di dunia sama gue, nggak usah ngomong aneh-aneh!" protes Glen memecah keheningan.

Ucapan Glen barusan membuat Amanda, Acha bahkan Rian dan Iqbal terkejut. Glen bisa berkata seromantis itu tanpa di duga. Begitu juga dengan Shena yang langsung tersenyum malu.

"Beuh, sok romantis lo semut!" ledek Amanda.

"Gue kan cowok tampan, kaya raya dan sedang belajar jadi cowok romantis," ucap Glen menyombongkan diri.

Semuanya tertawa mendengar ocehan gila Glen, cowok itu selalu berhasil menjadi pencair suasana.

"Kak, gue boleh tanya nggak?" tanya Rian dengan nada serius, membuat tawa semuanya berhenti.

"Yan," panggil Iqbal memberikan kode peringatan.

"Gue cuma mau tanya, ada yang salah?" balas Rian. Iqbal pun memilih diam lagi, memperhatikan saja.

"Boleh, mau tanya apa?" tanya Shena balik dengan sikap ramahnya.

"Kenapa harus Glen?" tanya Rian penuh arti.

"Ma... Maksudnya?"

"Kenapa lo harus manfaatin Glen?" tanya Rian tanpa basa-basi.

Degh!

Shena terdiam, kaget dengan pertanyaan Rian.

"Gu... Gue nggak manfaatin Glen, gue ha... hanya buat dua be..."

Glen memegang tangan Shena, menyuruh gadis itu untuk berhenti menjawab. Glen menatap Rian dengan sorot tak suka.

"Yan, kita sudah bahas kemarin," peringat Glen.

"Lo itu manfaatin Glen Kak, dan lo sadar kan itu! Udah berapa banyak yang lo dapat dari Glen? Lo beneran aneh ya. Sakit aja pakai buat list segala. Ngerepotin orang!"

"Yan!" teriak Glen dan Iqbal bersamaan.

Iqbal selalu tak bisa jika melihat cewek diperlakukan tidak baik seperti itu. Acha menoleh ke Shena, melihat gadis itu bergetar. Shena terlihat berusaha mengatur napasnya dan masih diam.

Shena berusaha untuk bersikap tenang dan berani.

"Gue hanya menulis dua belas list dan Glen datang untuk mewujudkannya. Gue nggak merasa memanfaatkan ataupun merepotkan. Glen sendiri yang mengiyakan dan gue nggak pernah memaksa. Apa posisi gue masih salah di mata lo Rian?"

Semuanya terkejut mendengar jawaban cerdas yang keluar dari bibir Shena. Iqbal menoleh ke Shena, tersenyum kecil. Ia merasa legah, dan mengakui kepintaran Shena tidak akan pernah luntur. Gadis itu masih sama, pintar berbicara dan pintar mengimbangi keadaan.

"Gue minta maaf, kalau dimata lo gue seperti gadis penyakitan yang butuh banyak belas kasihan, dan nyatanya memang begitu. Gue butuh bahkan sangat butuh belas kasihan banyak orang!" tambah Shena lagi. "Lo mau gue ceritain seberapa menderitanya hidup gue? Biar lo ngerti kenapa gue buat dua belas list itu?"

Rian terdiam, tak bisa menjawab. Ia tak menyangka Shena bisa langsung membungkamnya. Rian segera berdiri dari sofa.

"Glen orang yang baik, jangan coba manfaatin dan merepotkan dia," pesan terakhir Rian, setelah itu pergi dari hadapan yang lainnya.

"Kak Maafin Rian ya, jangan diambil hati. Dia cuma sedikit emosi gara-gara mobilnya bannya bocor di jalan tadi," jelas Amanda berbohong.

Shena tersenyum kaku, sembari mengangguk kecil. Setelah itu, Amanda berdiri dan menyusul Rian.

Shena menyenderkan punggunya, menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya pelan, kepalanya langsung terasa berat. Serangan ucapan Rian terjadi sangat cepat dan mengejutkannya.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Glen khawatir.

"Glen, ambilin minum," suruh Iqbal cepat.

Glen mengangguk dan segera berdiri, melepaskan genggaman tangan Shena yang sedaritadi tak pernah dia lepas.

Acha menepuk bahu Shena pelan, kasihan dengan gadis itu, bibirnya semakin pucat. Kedua mata Acha bahkan sampai berkaca-kaca tidak tega melihat Shena yang terlihat kesakitan.

"Maafin Rian ya Kak, Acha yakin Kak Shena orang yang baik. Kata Iqbal gitu soalnya," ucap Acha menghibur.

Shena menoleh sembari tersenyum, ia terkejut melihat mata Acha yang berkaca-kaca.

"Kenapa kamu nangis?" tanya Shena.

Saat itu juga air mata Acha mengalir dengan cepat, Acha segera menghapusnya kali ini bukan Shena saja yang terkejut, Iqbal juga kaget melihat pacarnya menangis.

"Kenapa?" tanya Iqbal cemas.

Acha menggeleng lemah. "Kasihan Kak Shena," lirih Acha jujur.

"Iya. Gue emang butuh banyak kasihan," celetuk Shena berusaha membuat Acha tertawa, tapi tidak berhasil. Air mata gadis itu malah semakin deras.

"Pasti sakit setiap hari ya Kak? Pasti takut setiap hari ya kak?" tanya Acha tidak tega.

"Iya, sangat sakit dan sangat takut," jujur Shena.

Acha menggenggam tangan Shena. "Sekarang Kak Shena nggak perlu takut lagi. Ada Glen yang akan selalu jaga Kak Shena. Glen orangnya baik, ramah, meskipun kadang menyebalkan. Acha yakin Kak Shena akan dibuat bahagia sama Glen."

"Iya Cha. Makasih banyak," Shena merasa lebih tenang mendengar ucapan Acha, gadis dihadapannya ini berhati sangat mulia. "Udah jangan nangis, gue nggak apa-apa Cha."

"Achanya udah nggak pingin nangis, tapi air matanya masih keluar sendiri terus," isak Acha sembari terkekeh pelan.

Iqbal memberikan sapu tangannya ke Acha, dengan cepat Acha mengusapi lagi pipinya yang dipenuhi air mata.

"Kalau kakak kesakitan, kalau kakak kesusahan, jangan sungkan-sungkan hubungi Glen ya. Pokoknya kakak repotin dia aja terus nggak apa-apa. Acha dukung! Biar Glen tau susahnya hidup, nggak main terus dan nggak jadi menyebalkan lagi!"

Shena tertawa pelan, ia dapat menduga bahwa Acha dan Glen pasti sering bertengkar. Acha terlihat punya dendam terpendam ke Glen.

Tak lama kemudian, Glen datang membawa segelas air putih yang tak penuh, menyerahkannya ke Shena.

"Minum," suruh Glen.

Shena menerimanya dan segera meminumnya.

"Kok Glen cuma kasih dikit airnya? Pelit banget sih jadi orang. Kasihan Kak Shena! Jangan-jangan ini juga airnya diambil di bak mandi kayak Acha dulu?" cerocos Acha melihat Glen dengan kesal.

Shena tersenyum kecil, menoleh kembali ke Acha. "Gue emang nggak bisa minum banyak-banyak, ginjal gue udah nggak berfungsi Cha, Jadi semua dibatasi. Minum dan makan."

Ah. Acha mangut-mangut mengerti. "Maaf ya Kak Acha nggak tau," lirih Acha sedikit bersalah.

"Lo nggak minta maaf ke gue Sapi? Gue yang lo omelin bukan Shena!" protes Glen balik.

Acha langsung memalingkan muka, pura-pura tidak mendengar, membuat Glen ingin menjambak saja rambut gadis itu. Tapi dia masih menyayangi naywanya, tak ingin dihabisi oleh Iqbal.

"Iqbal, ayo ke Meng. Kasihan dia tiup lilin sendiri dikandangnya," ajak Acha.

"Sejak kapan lo sok suka sama Meng? Mana Sapi-sapi lo yang selalu lo banggain itu?" sinis Glen.

"Lagi bobo cantik!"

Setelah itu Acha langsung menarik tangan Iqbal, cowok itu mengikuti saja keinginan Acha. Yah, pesta ini memang dibuat hanya sebagai perayaan untuk Meng tanpa mengundang siapapun, Bu Anggara hanya ingin membuat Meng bahagia dan merasa di spesialkan.

Memajang foto Meng di semua sudut taman belakang, memberikan kandang baru untuk Meng. Yah, pesta yang mewah dibumbui sedikit kesederhanaan. Makanya, Bu Anggara hanya ingin mengundang teman-teman Glen saja.

Namun, motif utamanya tentu saja ingin bertemu dengan Shena. Bisa dibilang pesta ulang tahun Meng hanyalah sebuah tameng agar Glen mau membawa pacarnya datang kerumah.

Glen duduk disebelah Shena, mereka hanya berdua disana. Glen melihat Shena yang diam dengan tatapan kosong.

"Masih kepikiran ucapan Rian?" tanya Glen.

Shena langsung menggelengkan kepalanya.

"Terus kenapa diam?"

"Gue cuma lagi mikir aja, gue ingin buat tambahan banyak list untuk manfaatin lo dan ngerepotin lo biar bisa gue tunjukin ke Rian gimana manfaatin dan merepotkan orang sesungguhnya!" ucap Shena dengan kedua mata berapi-api.

Glen membelalak, terkejut mendengarnya. Gadis ini memang sangat menyeramkan.

"Lo serius dengan ucapan lo?"

Shena menoleh ke Glen. "Kenapa? Lo takut?"

"Takutlah Jubaedah! Hadepin lo sekarang aja gue udah engap-engapan. Gimana kalau lo beneran mau manfaatin gue? Lo mau gue belikan rumah? Mau gue nikahin?" cerocos Glen tak santai.

Shena tertawa kencang, menepuk pipi Glen pelan dengan gemas.

"Gue cuma bercanda pacar," ucap Shena kembali tersenyum sangat manis.

Glen mematung, entah kenapa saat Shena memanggilnya seperti itu, ada sesuatu aneh yang menjalar di tubuhnya, seperti perpaduan rasa panas dan dingin.

"Pacar," panggil Shena menyadarkan Glen.

"Jangan panggil gue pacar!" tolak Glen tak santai.

"Kenapa? Kan gue pacar lo," protes Shena.

"Pokoknya nggak boleh!"

"Kalau gitu gue panggil suami?"

"Apalagi itu! Jangan! BIG NO! Tugas gue cuma jadi pacar lo bukan suami lo!"

"Terus gue harus manggil gimana?"

"Terserah, pokoknya jangan pacar atau suami!" ketus Glen.

Shena terdiam sebentar, berpikir keras. "Kalau gitu gue panggil, sayang?"

Glen merasakan bulu-bulu ditangannya semua berdiri, merinding hebat. Glen bergidik ngeri, ia mendelik ke Shena. "Lo beneran nyeremin ya!"

"Padahal gue pingin banget lo panggil gue kayak gitu."

"Nggak bakalan! Nggak usah berharap!" tegas Glen.

Shena mencibir kesal. "Iya iya! Kalau gitu panggil pacar aja!"

"Yaudah itu lebih baik lah," pasrah Glen.

Keduanya langsung terdiam, seolah kehabisan topik pembicaraan. Shena mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman belakang, ia hanya melihat Acha dan Iqbal sedang bermain berdua bersama Meng.

"Bunda lo dimana? Katanya mau ketemu gue?" tanya Shena gugup.

"Ah... Bunda lagi jemput Papa di kantor. Habis ini datang kok. Tunggu aja."

"Sa... Sama Papa lo juga?" kaget Shena.

"Iya. Papa gue sedang sibuk rapat dan sebenarnya nggak mau datang. Tapi dengan kekuatan super keras kepalanyaBunda gue. Bunda langsung jemput Papa di kantor. Hebat kan Bunda gue?"

"Iya hebat banget," takjub Shena, semakin was-was saat ini. Bagaimana dia harus bersikap nantinya waktu bertemu dengan Bunda Glen dan juga Papanya.

Shena pun mulai berdoa kembali, semoga dia bisa memberikan impressionyang baik dan diterima oleh kedua orang tua Glen.

******

"Mana Shena? Mana Shena?"

Bu Anggara datang dengan suara menggelegar dan heboh. Ia berjalan cepat menuju ruang tamu. Disana sudah ada Glen dan Shena yang sedaritadi berbincang-bincang ringan, Glen berusaha menenangkan Shena yang semakin deg-degan bertemu kedua orang tua Glen.

Sedangkan Rian dan Amanda memilih pamit pulang duluan karena takut Rian mengamuk lagi di rumah Glen. Iqbal dan Acha juga ikut pamit pulang karena Mama Acha sudah pulang dari korea, setelah menghabiskan waktu 4 hari disana hanya untuk menonton Encoretour concert BTS.

Bu Anggara menarik tangan Pak Anggara untuk cepat-cepat masuk ke dalam rumah.

"Sabar Bun, itu anaknya duduk anteng daritadi di sofa," tunjuk Pak Anggara ke Shena, Pak Anggara sendiri tau dari foto yang diberikan oleh Bu Anggara.

Shena segera berdiri, memberikan senyum paling manisnya. Shena berjalan mendekati kedua orang tua Glen dengan berani.

"Selamat siang Om dan Tante," sapa Shena ramah, menyalami keduanya.

Bu Anggara tak bisa berhenti senyum-senyum melihat wajah cantik Shena.

"Haduh cantiknya calon mantu Tante," ucap Bu Anggara dramatis.

"Bun, please jangan malu-maluin," cibir Glen penuh penekanan.

Bu Anggara tidak mempedulikan ucapan Glen, ia memilih lebih fokus ke Shena.

"Shena sudah makan? Sudah ketemu sama Meng? Sudah minum juga?" tanya Bu Anggara beruntun.

"Sudah Tante," jawab Shena.

"Aduh, jangan panggil Tante. Panggil Bunda aja, nggak apa-apa. Mengerti?" paksa Bu Anggara.

"Maksa amat Bun, kek Shena ini baru lahir aja dari rahim Bunda," sindir Glen.

"Kamu itu kenapa sih daritadi nyinyir terus, diam aja bisa nggak?" decak Bu Anggara sedikit kesal.

"Ya Allah, Glen ini sebenarnya anak kandung, anak tiri atau anak angkat sih?" seru Glen sengaja dikencangkan, membuat yang lainnya tertawa karena perkataan absurd Glen.

"Kita duduk dulu Bun, kasihan Shena berdiri terus," ajak Pak Anggara.

"Iya iya, kita duduk dulu ya," ajak Bu Anggara cepat. Beliau langsung menyuruh Shena untuk duduk disebelahnya.

Shena pun menurut saja tidak berani menolak, dalam hati ia merasa bahagia, kedua orang tua Glen menerimannya dengan sangat baik, melebihi ekspektasinya. Dan, kini Shena tau darimana wajah tampan Glen berasal. Kedua orang tuanya memang memiliki wajah sangat Tampan dan Cantik. Sayang saja, Glen memiliki sifat yang menyebalkan dan cerewet.

"Semalam Glen sudah cerita ke Bunda, Shena sakit ya?" tanya Bu Anggara, tangannya mengenggam erat tangan kanan Shena.

"Iya Tan... Bun. Shena sakit gagal ginjal," jawab Shena jujur.

Bu Anggara dan Pak Anggara menatap Shena dengan prihatin. Gadis belia, masih muda, cantik dan pintar seperti Shena harus memiliki nasib yang kurang beruntung.

"Kamu yang kuat ya Nak, kalau kamu butuh apa-apa bilang aja ke Bunda. Bunda akan kabulkan semua keinginan Shena," ucap Bu Anggara dengan tulus. Jujur, daridulu Bu Anggara ingin anak perempuan, tapi karena tidak bisa hamil lagi menyebabkan Bu Anggara hanya bisa memiliki Glen sebagai anak satu-satunya.

Dengan kehadiran Shena kali ini, membuatnya seperti memiliki putri cantik yang diidamkannya.

"Nggak usah Bunda kabulkan keinginannya, udah Glen kabulkan semua keinginannya!" celetuk Glen lagi dengan sengaja menyindir Shena.

Shena melirik Glen tajam, mendesis pelan.

"Apa? Nggak terima? Bener kan omongan gue?" sinis Glen kejam.

Plaak!

Glen meringis memegangi pipinya yang ditampar pelan oleh Bundanya sendiri.

"Sakit Bun!" pekik Glen tak terima.

"Jangan jahat-jahat sama Shena. Cukup Meng aja korban kejahatan mulutmu! Jangan Shena juga!"

Glen mendesis kesal, keberadaannya saat ini seperti anak tiri. Kedua orang tuanya terlihat lebih tertarik dan memperhatikan Shena dengan baik.

"Shena udah nggak kuliah?" tanya Pak Anggara.

"Enggak Om, setahun yang lalu terpaksa berhenti karena sakit ini."

Pak Anggara manggut-manggut mengerti, kemudian menoleh ke Glen.

"Kamu dengar apa kata Shena?" ucap Pak Anggara penuh arti.

"Dengar Pa. Kenapa? Glen disuruh daftarin Shena kuliah?" tanya Glen dengan lugunya.

"Bukan itu anak Papa yang paling ganteng!" gemas Pak Anggara.

"Terus apa?" tanya Glen masih tak mengerti.

"Lihat beruntungnya kamu, masih sehat, diberi banyak kelimpahan kenikmatan hidup dan harusnya masih bisa kuliah tapi kamu bilang nggak mau kuliah. Nggak malu sama Shena? Dia ingin kuliah tapi tidak bisa, dia punya mimpi banyak tapi nggak bisa wujudin." jelas Bu Anggara tak sabar.

"Glen udah janji kok Bun,Om. Dia bilang ke Shena bakalan kuliah," sahut Shena.

Pak Anggara dan Bu Anggara langsung menoleh ke Glen dengan cepat.

"Serius? Kamu beneran mau kuliah?" tanya Bu Anggara tak percaya.

"Kan dari dulu Glen bilang Glen emang mau kuliah tapi nggak sekarang, bukannya Glen nggak mau kuliah," kini giliran Glen yang gemas.

"Tahun ini harus kuliah!" tegas Bu Anggara. "Shena bantu bujuk Glen biar mau kuliah tahun ini ya," pinta Bu Anggara memohon.

Shena tersenyum canggung, melihat Glen yang sudah terlihat kesal.

"Iya Bun, nanti Shena bantu bilang ke Glen-nya. Dia pasti mau kok kuliah tahun ini," ucap Shena berjanji.

"Kayak lo bisa aja maksa gue, sok-sokan berjanji!" cibir Glen lagi.

"Glen! Ngomong yang sopan sama pacar!" decak Bu Anggara.

Glen melebarkan senyumnya dengan terpaksa. "Maaf pacar."

Shena hanya tersenyum melihat tingkah lucu Glen. Shena selalu suka ketika Glen bertingkah menggemaskan seperti itu, apalagi di depan orang tuanya terlihat lebih manja. Pantas saja Glen suka berlaku seenaknya. Orang tuanya begitu sangat menyayangi Glen, cowok itu hidup di keluarga yang sangat baik dan tanpa kekurangan.

Terbesit rasa cemburu di hati Shena. Betapa beruntungnya Glen.

"Shena jangan sungkan-sungkan kalau mau main kesini. Nanti Bunda ajak main sama Meng. Dia menggemaskan nggak kayak Glen," ucap Bu Anggara sok serius.

"Iya Bun, kapan-kapan Shena bakalan main kesini lagi."

"Kalau mau datang, bilang ke Glen. Biar dia yang jemput kamu. Jangan datang sendiri," pesan Pak Anggara.

"Iya Om. Makasih banyak."

Tentu saja, Shena sangat berterima kasih. Tak menyangka Bu Anggara dan Pak Anggara menerimanya sangat hangat. Seperti Glen yang selalu menjaga dan memperhatikannya dengan baik.

Sepertinya, Tuhan sedang berbaik hati kepada Shena, seolah memberikan hadiah untuk Shena dengan menghadirkan orang-orang yang berhati baik di dalam hidupnya untuk terakhir kalinya.

Mereka berempat pun terus berbincang. Bu Anggara dan Pak Anggara bergantian menanyai Shena, ingin mengetahui Shena lebih dalam. Mereka bercengkrama hingga sore hari.

Bu Anggara dan Pak Anggara terkesan dengan cara bicara Shena yang sopan dan terlihat cerdas. Terpukau pula dengan raut wajah Shena yang cantik meskipun sedikit tertutupi pucatnya. Mereka terlihat seperti sudah kenal lama. Tak ada keadaan canggung diantara mereka.

*****

Shena melihat keluar jendela mobil, tak bisa berhenti untuk tersenyum. Ia sangat bahagia sekali hari ini. Bertemu dengan kedua orang tua Glenadalahsalah satu hal yang paling disyukurinya hari ini. Mereka sangat baik.

"Kenapa senyum-senyum terus? Seseneng itu dua list lo terkabul langsung?" tanya Glen sesekali melirik ke Shena dan tetap fokus menyetir.

Shena menoleh ke Glen, mengangguk semangat.

"Banget. Gue seneng bertemu sahabat-sahabat lo dan juga kedua orang tua lo. Mereka semua sangat baik."

"Bener kan kata gue?"

"Iya. Makasih banyak pacar."

Glen terdiam, menghela napas panjang. Entah kenapa sebutan "pacar"lagi-lagi mengganggu pikirannya, membuat jantungnya tiba-tiba berdetak cepat.

"Pacar kenapa diam?" tanya Shena bingung.

"Nggak apa-apa. Gue mendadak agak mules," ucap Glen bohong.

"Mau berhenti dulu di Pom bensin?" tanya Shena dengan lugunya.

"Nggak perlu!" tolak Glen cepat, melirik Shena tajam. Gadis itu ternyata bisa nggak peka juga.

Shena terkekeh pelan, ia kembali senyum-senyum lagi.

"Mana tangan lo," pinta Shena.

"Kenapa? Gue lagi nyetir," ucap Glen.

"Yang kiri bentar aja," rengek Shena.

"Buat apa?"

"Gue genggam sebentar. Gue ingin menyalurkan rasa terima kasih gue dari hati gue ke tangan lo. Siapa tau bisa tersampaikan ke hati lo," ucap Shena tulus.

"Kenapa nggak ngomong aja langsung? Gue bisa denger kok. Dua kuping gue berlubang dan normal," protes Glen tak peka.

"Udah cepetan mana tangan lo!" paksa Shena.

Glen pun dengan pasrah akhirnya menyerahkan tangan sebelah kirinya, daripada ia berdebat panjang hingga subuh dengan Shena.

Shena pun menerima tangan kiri Glen, menggenggamnya erat. Shena memejamkan matanya, dan mulai berbicara dalam hati.

"Glen, terima kasih banyak sudah datang dalam hidup gue. Terima kasih sudah memberikan belas kasihan yang sangat banyak untuk gue. Terima kasih sudah memberi kebahagiaan yang selama ini gue inginkan. Terima kasih sudah mewujudkan hampir setengah dari list gue. Lo orang yang baik, dan gue berdoa agar lo menemukan jalan yang baik di kehidupan lo kedepannya. Dan sepertinya..."

Shena membuka kedua matanya perlahan, menatap Glen dengan lekat. Cowok itu terlihat masih fokus ke depan, menyetir mobil. Shena tersenyum kecil.

"Aku suka kamu, Glen."

*****

#CuapCuapAuthor

KOK CERITANYA MAKIN BIKIN BAPER SIH ADUHH. AKU AUTHORNYA AJA SENYUM-SENYUM SENDIRI. KALAU KALIAN GIMANA?

SUKA NGGAK SAMA PART INI?

AKHIRNYAA SHENA JUJUR DENGAN PERASAANYA. AKHIRNYAA SHENA DULUAN YANG SUKA DENGAN GLEN. 

KIRA-KIRA GLEN BAKALAN SUKA JUGA NGGAK YA KE SHENA? GIMANA NIH MENURUT KALIAN?

PENASARAN NGGAK SAMA LANJUTAN CERITANYAA? DITUNGGU YAA. SEMOGA BESOK BISA UPDATE LAGI AMIINNN ^^

Jangan lupa bantu SHARE ke teman-teman kalian, keluarga kalian, saudara-saudara dan tetangga kalian untuk baca Novel Dua belas Cerita Glen Anggara.

Jangan lupa juga Comment dan Vote selalu paling ditunggu banget dari kalian semuaaa ^^

KOMEN SEBANYAK MUNGKIN KALAU BISA TEMBUS 10K KOMEN AMIINNN . AYOOO SEMANGAT. VOTENYA JUGA JANGAN LUPA YAAA ^^ 

TERUS BACA DAN TERUS SUKA NOVEL DUA BELAS GLEN ANGGARA. JANGAN LUPA IKUTI PRE-ORDER NOVELNYA HARI JUMAT TANGGAL 1 NOVEMBER 2019 JAM 17:00 DI SHOPEE : luluk_hf ^^

DAN TAK AKAN PERNAH LELAH ATAUPUN BOSAN UNTUK SELALU BERTERIMA KASIH KEPADA KALIAN SEMUA DAN SELALU CINTA KALIAAN SEMUAA SETIAP HARINYAA ^^^ 


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro