2 - Shena Rose Hunagadi
Sebelumnya saya mau ucapkan TERIMA KASIH BANYAK KEPADA KALIAN SEMUA KEPADA PARA JUBAEDAH YANG UDAH BANTU PROJECT RAIH 10.000 KOMEN ^^
GILAAA KALIAAANN KEREEN PARAAHH. MAKASIHHH BANYAAAK.
PART 2 DAN PART-PART SELANJUTNYAAAA AYOOO LEBIH SEMANGAATT BUAT REKOR LAGI UNTUK NOVEL DUA BELAS CERITA GLEN ANGGARA! SEMANGAT KAN SEMUANYA BUAT REKOR-REKOR SETIAP HARINYA?
MOHON BANTUANYAA YAAA DEMI ABANG GLEN KITA. LOVEYUUU ^^
Jangan lupa menabung dan ikuti Pre-Order Novel Dua Belas Cerita Glen Anggara ya ^^
Selamat membaca dan semoga suka Amin ^^
******
Gadis berwajah pucat, bertubuh rintih. Ia lagi-lagi terbangun malam-malam karena batuk yang tak kunjung sembuh. Entah sudah kebeperapa kalinya kejadian ini selalu menimpanya.
Shena Rose Hunagadi. Gadis cantik berjuta mimpi namun harus menyerah dengan semua mimpinya sejak satu tahun yang lalu.
Shena turun dari kasur, berjalan mengambil gelas minum. Shena menuangkan air hangat, hanya seperempat dari gelasnya. Menyendoki air tersebut dan menyeruputnya. Hanya tiga sendok saja. Tidak bisa lebih.
Shena mendengar suara pintu rumah dibuka, ia menoleh ke jam dinding, hampir pukul tiga dini hari. Shena mengambil jaket yang tergantung, kemudian berlari keluar rumah.
Shena menyusul Mamanya. Orang yang baru saja membuka pintu rumah dan keluar dari rumah di saat semua orang harusnya masih tertidur nyenyak.
"Mama," panggil Shena melihat Mamanya sedang mengunci pagar rumah.
Shena memaksakan untuk mengembangkan senyumnya.
"Kenapa kamu bangun? Masuk sana, diluar dingin!" suruh Bu Huna.
Shena berjalan mendekat, membuka kembali pintu pagar.
"Sudah Shena bilang berapa kali, jangan lupa lapisin dua jaket. Udara jam segini sangat dingin, Mama bisa sakit," omel Shena, memakaikan jaket bulunya ke tubuh sang Mama.
Bu Huna tersenyum kecil, mengelus lembut rambut putrinya.
"Mama nggak apa-apa Shen. Mama sudah biasa melawan dingin malam."
Shena terdiam sejenak, menatap Mamanya. Kulit wajah yang sudah tidak kencang lagi, kedua mata sayu karena tidak mendapatkan jatah tidur yang cukup. Lelah yang ditahan selama lima bulan ini.
"Shena nggak boleh ikut Mama kerja?" tanya Shena memohon.
"Nggak! Nggak! Kamu istirahat dirumah. Jangan ngelakuin hal macem-macem!" tolak Bu Huna.
"Ma... Shena bi..."
"Pokoknya nggak! Mama harus berangkat sekarang. Sudah mau telat! Kamu cepat masuk rumah."
Tanpa menunggu balasan Shena, Bu Huna pergi begitu saja, meninggalkan Shena sendiri di depan pagar rumah.
Shena menghela napas cukup panjang, kedua matanya berkaca-kaca, menahan untuk tidak menjatuhkan setetes pun air mata.
"Maafin Shena Ma."
Hanya kalimat itu yang bisa Shena ucapkan setiap harinya. Rasa bersalah Shena bertambah besar setiap detik, apalagi jika melihat Mamanya berjuang keras untuk menyelamatkan hidupnya. Bekerja dari dini hari sampai malam hari, semua pekerjaan dilakukannya yang penting halal tanpa rasa lelah hanya demi Shena. Mulai dari tukang cuci piring, cleaning servicedi mall, penjaga kasir café, dan banyak lainnya.
Shena sangat bersyukur, Mamanya tetap mau berada di sisinya, menemaninya berjuang. Bagi Shena Mamanya adalah segalanya di dunia ini.
Wanita yang selalu mendukung Shena dalam keadaan bahagia maupun sedih. Shena menganggap Mamanya seperti jelmaan malaikat berwujud manusia yang telah diturunkan Tuhan untuknya.
*****
Shena berdiri di depan rumah sakit yang sudah menjadi rumah keduanya, beberapa menit lalu Bu Huna mengantarnya. Shena lega hari ini sang Mama tidak menunggunya karena ada janji penting dengan temannya.
Shena membuka dompetnya, penuh dengan lembaran uang ratusan ribu. Shena sengaja absen pemeriksaan dua kali ini, ia mulai jenuh dan ingin menyerah. Shena merasa tidak pantas lagi menerima uang ini. Karena dirinnya, Mamanya harus menderita setiap hari.
Shena keluar dari halaman rumah sakit, menaiki angkot. Ia ingin bersenang-senang sejenak hari ini. Tiga jam cukup untuk menipu Mamanya.
*****
Shena berhenti di Mall, seketika dia merasa seperti orang asing, kakinya kaku untuk melangkah. Shena tidak pernah merasakan dinginnya AC Mall lagi sejak 9 bulan yang lalu. Shena berhenti di food courtMall.
Shena tersenyum masam, melihat orang-orang yang bisa makan apapun dengan lahapnya. Tidak seperti dirinnya. Banyak larangan, banyak aturan dan banyak kesakitan.
Shena cepat-cepat membalikkan badan, pergi dari sana. Ia menuju ke toko buku, setidaknya itu salah satu hal yang tidak dilarang untuknya. Sejak kecil, Shena sangat suka membaca, bahkan sampai sekarang.
Shena melihat-lihat beberapa buku New Arrival.
"Sayang, besok jadi kan nontonnya?"
"Iya jadi."
"Pokoknya jangan lupa ulang tahunku minggu depan ya, kamu harus kasih hadiah Novel-novel terbaru penulsi favoritku ya."
Shena terdiam, fokusnya terpecah karena dua sejoli yang bermesraan di sampingnya. Shena lagi-lagi hanya bisa tersenyum masa.
Pasangan? Kekasih? Pacar? Masih bisakah Shena mengharapkan hal itu. Waktunya seperti tak akan cukup dan tidak akan bisa untuk melakukan hal itu.
Hal yang dilakukan kebanyakan anak-anak muda, di usianya.
Shena memilih segera keluar dari toko buku, ia tidak punya uang cukup untuk membeli buku yang diinginkannya. Shena tidak akan menggunakan uang hasil jerih payanya Mamanya hanya untuk memenuhi keinginannya sendiri.
*****
Shena kembali berjalan, menyegarkan matanya melihat baju-baju yang terlihat sangat cantik. Apalagi jika dikenakan di tubuhnya. Lagi-lagi Shena melihat pasangan kekasih yang belanja bersama.
Terbesit rasa iri sesaat dalam diri Shena, melihat cowok itu memperlakukan ceweknya dengan manis, membelikan apapun yang di inginkan pacarnya, berusaha membahagiakan gadisnya. Itulah yang dapat Shena gambarkan dari pasangan tersebut.
Sedangkan dirinnya? Mustahil sekarang untuk melakukan hal itu.
****
Shena beristirahat, duduk di kursi panjang tengah Hall Mall. Ia tak bisa lagi berjalan jauh, napasnya mulai tak beraturan. Shena memejamkan matanya sebentar, mengatur napasnya.
"Kalau ngepel hati-hati dong Bu! Kena sepatu saya! Mahal tau!"
Suara cukup kencang itu membuat kedua mata Shena langsung terbuka, Shena menoleh ke belakang, melihat apa yang sedang terjadi. Banyak orang-orang juga penasaran dengan kejadian tersebut.
Jarak kejadian tak cukup jauh dengan tempat Shena duduk. Shena menyipitkan kedua matanya, mengenal wanita paruh bayah yang tengah sibuk meminta maaf dan mengelap sepatu dari wanita muda yang barusan marah-marah.
"Maafkan saya. Saya tidak sengaja."
"Nggak sengaja gimana? Ibu itu punya dua mata kan! Mau saya laporkan ke atasan Ibu?"
"Jangan Mbak, saya beneran minta ma..."
"Mbak! Mbak! Jangan asal manggil ya! Pembantu dirumah saya juga saya panggil Mbak!"
Shena langsung berdiri, itu adalah Mamanya. Kenapa Mamanya ada disana? Bukankah sang Mama berkata bahwa ada janji dengan temannya? Apakah Mamanya mengambil kerja tambahan tanpa sepengetahuan Shena? Kenapa Mamanya harus menderita lagi karena dirinnya!
"Mama..." lirih Shena.
Hati Shena terasa tertusuk-tusuk, kedua matanya berkaca-kaca melihat Mamanya diperlakukan seperti itu. Kaki Shena ingin bergerak mendekat, tapi tertahan. Hatinya menyuruhnya tetap diam. Jika Mamanya tau dia berada di Mall bukannya di rumah sakit, pasti Mamanya lebih sedih dan memarahinya.
"Kerja nggak becus! Nggak usah kerja!"
Banyak bisik-bisik iba terdengar dari pengunjung, dan beberapa orang mulai mendekat, mencoba merelai bahkan menolong Bu Huna. Mereka semua merasa kasihan kepada Bu Hana sekaligus sangat kesal dengan wanita muda yang sombong itu.
Shena segera membalikkan badannya dan pergi dari sana. Ia tidak ingin menangis ditempat. Shena tidak kuat untuk melihat wajah sedih Mamanya. Shena tidak tega melihat Mamanya yang terus merendah dihadapan orang-orang. Sangat menyakitkan.
Shena berjalan pergi, menjauh dari keramaian tersebut. Kedua tangannya terkepal kuat. Shena menahan amarahnya yang sudah berada di ubun-ubun.
Seketika Shena ingin membenci semua orang kaya di dunia ini!
****
Shena berdiri di trotoar, tatapanya kosong menghadap jalan raya. Perlahan ia mendongakkan kepalanya ke atas, menatap langit yang sangat cerah hari ini. Biru muda yang cantik. Hatinya tersenyum tapi tidak dengan raganya. Rasanya sangat berat untuk melewati hari kemarin, hari ini dan mungkin hari esok.
"Lo pasti masih hidup hari ini Shena," lirihnya penuh harap.
"Lo pasti masih bisa buat Mama lo bahagia lagi."
Shena kembali menunduk, menarik lengan bajunya, ia menatap lekat pergalangan tangan kirinya, banyak bekas suntikan disana. Luka yang sudah menjadi teman lamanya. Namun, Shena sudah memutuskan pertemanan itu selama lima hari, sehingga membuat beberapa bagian tubuhnya terdapat becak lebam seperti warna biru pekat dan hitam pekat.
"Gue udah lelah, lo ngerti kan?" ucap Shena, mulai berbicara sendiri.
"Jadi tolong, beri gue waktu sedikit lama. Gue hanya ingin..." suaranya menggantung, tak bisa dilanjutkan.
"Gue hanya ingin apa?" bingungnya.
Shena menghela napas pelan, kembali tertunduk. "Gue hanya ingin hidup bahagia dan mewujudkan semua impian gue sebelum gue pergi."
Shena perlahan membalikkan badan, matanya menagkap sebuah café yang dulunya selalu ia kunjungi setelah pulang sekolah. Shena perlahan berjalan mendekati café itu, memasukinya.
Tringg
Bunyi lonceng café semakin membuat Shena bernostalgia, lonceng itu masih berada disana seperti dulu kala. Shena berjalan masuk, memesan minuman kesukaanya. Lemon Squash. Dia hanya berniat memesan saja tanpa akan meminumnya.
Shena duduk di kursi tunggu pemesanan, ia mengerluarkan ponselnya, melihat apakah ada panggilan tak terjawab. Nyatanya, tidak ada notifikasi apapun.
"OOHH, CEWEK YANG PERNAH PLINTIR KUPING GUE WAKTU MOS KAN? YANG SOK GALAK ITU KAN?"
Suara lantang itu, sedikit mengejutkan Shena. Ia mengangkat kepala, mencari sumber suara tersebut. Kedua mata Shena menangkap dua cowok tengah duduk di salah satu meja ujung. Satu cowok tengah sibuk menutupi diri dengan jaket, dan satunya lagi sedang merutuki mulutnya.
Shena memperhatikan lebih lekat, ia merasa familiar dengan wajah cowok itu, seperti pernah melihatnya. Namun, Shena tidak ingat jelas.
Shena melihat kedua cowok itu, dari atas sampai bawah. Outfitdari ujung kaki sampai ujung kepala terlihat jelas sangat mahal.
"Mereka pasti anak dari keluarga kaya."
Shena tiba-tiba berdiri, mendekati meja paling ujung. Otaknya mendadak berkerja sangat cepat, kecerdasannya meningkat tanpa terduga. Sebuah ide luar biasa terlintas di kepalanya.
Shena berjalan lurus tanpa takut. Yang ada diotaknya saat ini hanyalah dia harus bisa bahagia!
****
#CuapCuapAuthor
Bagaimana baca Part KEDUANYA? Semoga tambah suka yaaa Aminn ^^
Sudah pada tau alasan Shena datang ke Glen dan meminta Glen jadi pacarnya?
Penasaran nggak sama kelanjutan ceritanya?
Tunggu part selanjutnya besok ya. Karena cerita ini akan aku usahain untuk update setiap harinya ^^
Jangan lupa bantu SHARE ke teman-teman kalian, keluarga kalian, saudara-saudara dan tetangga kalian untuk baca Novel Dua belas Cerita Glen Anggara.
Jangan lupa juga Comment dan Vote selalu paling ditunggu banget dari kalian semuaaa ^^
YUK SEMUANYAA SEMANGAT BUAT REKOR SETIAP HARINYA UNTUK CERITA DUA BELAS GLEN ANGGARA ^^
Terus baca dan suka Novel Dua belas Cerita Glen Anggara.
TERIMA KASIH BANYAAKK DAN CINTA KALIAAN BANYAAKK BANGEETTT ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro