Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18 - KEINGINAN TAK TERDUGA


Assalamualaikum teman-teman semua. Tetap masih nungguin Cerita Dua Belas Glen Anggara kan?

Semogaa selalu sukaa dan nggak akan bosen bacanya Aminnnn ^^

DAN AKU JUGA BAWA KEJUTAAN ISTIMEWA BUAT KALIAN. YAITU BONUS KE 8 DARI NOVEL DUA BELAS CERITA GLEN ANGGARA. 

INI DIA BONUS KE 8 NYA :

PENASARAN NGGAK HADIAH SPESIALNYA APA DARI ABANG GLEN?

BIAR NGGAK PENASARAN DAN TAU APA HADIAHNYA, KALIAN WAJIB BANGET UNTUK IKUTI PRE-ORDER NOVEL DUA BELAS CERITA GLEN ANGGARA TANGGAL 1 NOVEMBER 2019 JAM 17:00 DI SHOPEE : luluk_hf 

JANGAN SAMPAI KETINGGALAN DAN KEHABISAN YAAA ^^ BONUSNYAA BANYAK BANGETT DAN GEMESIINNN ^^

JANGAN LUPA JUGA KASIH BANYAK KOMEN DAN VOTE DI CERITA INI ^^

DAN, SELAMAT MEMBACA ^^

****

Glen keluar dari kamarnya dengan wajah bantal, ia baru saja bangun tidur. Tidurnya terganggu karena suara ramai diluar kamarnya. Glen berjalan dengan langkah malas menuju ruang tamu, penasaran dengan asal suara ramai tersebut. Padahal hari masih sangat pagi.

Mata Glen yang semula hanya terbuka separuh akhirnya terbuka sempurna, rasa kantuknya menghilang saat itu juga ketika melihat ruang tamunya penuh dengan ibu-ibu sosialita.

"Ya Ampun Glen selamat ya."

"Selamat Glen akhirnya kamu menemukan pujaan kamu, Tante ikut senang."

"Selamat ya Glen, ditunggu undangannya. Jangan lupa loh ya sama Tante."

"Glen selamat, tante seneng banget dengar kamu udah nggak alonelagi. Nggak akan jadi perjaka ting ting."

Glen hanya bisa pasrah menerima cipika-cipikidan pelukan dari teman-teman sosialita Bundanya. Glen melirik tajam ke arah Bundanya, meminta penjelasan.

"Bunda... Apa ini semua?" pekik Glen tajam.

Bu Anggara berjalan mendekati putranya, memberikan senyuman semanis mungkin.

"Bunda lagi adain syukuran buat kamu," ucap Bu Anggara dramatis.

"Syukuran buat Glen? Dalam rangka apa? Glen nggak sunat lagi loh Bun," ucap Glen sok serius. "Glen juga nggak lagi ulang tahun."

"Ini tuh syukuran karena Bunda bakalan dapat calon mantu. Bunda seneng banget kamu akhirnya punya pacar."

Ya Tuhan! Glen menepok jidatnya, mengerti situasi yang menyerangnya saat ini. Kepalanya langsung terasa berat. Kenapa Bundanya jadi lebai seperti ini? Ngapain juga pakai diadakan syukuran?

"Bun, Glen cuma punya pacar, bukan punya anak!" protes Glen.

"Eits! Masih pacaran nggak boleh punya anak. Setelah nikah, sah secara agama dan negara baru boleh punya anak. Mengerti Glen?" pesan Bu Anggara serius.

"Ngerti Bun, maksud Glen itu ini terlalu berle...."

"Kamu jangan banyak protes, jangan rusak hari bahagia Bunda!" potong Bu Anggara cepat.

Glen menghela napas pasrah, yang ada dihadapannya sekarang lebih seperti merayakan akhir masa lajangnya. Bundanya terlalu berlebihan.

"Glen pacar kamu cantik banget. Pinter kamu cari pacar."

"Kapan-kapan kenalin ya. Ajak ke acara arisan Bunda kamu."

"Iya Glen. Di foto aja udah Cantik, gimana aslinya."

Teman-teman Bu Anggara kembali menyerang, Glen merasa semakin was-was, mencium bau-bau sesuatu yang tidak beres.

"Fo... foto apa ya Tante?" tanya Glen gugup.

Semua teman-teman Bu Anggara yang berjumlah hampir sepuluh orang melemparkan senyuman menggoda ke Glen, seolah menunjukkan kegemasan akan pertanyaan Glen. Dan secara bersamaan semua wanita paruh baya itu menunjukkan layar ponsel mereka ke Glen.

"Astaghfirullah! Gusti!" seru Glen dengan kerasnya. Ia melihat jelas semua layar ponsel teman-teman Bundanya terpampang fotonya dan Shena yang ia kirim ke Bundanya kemarin.

"BUNDAAAAA!!!!!"

*****

Glen memilih cepat-cepat kabur dari rumahnya yang bertambah ramai. Bundanya mengundang semua temannya untuk merayakan syukuran yang sama sekali tak diharapkan oleh Glen. Mungkin Bundanya sudah mengumumkan ke seluruh negeri ini bahwa putra tunggalnya sudah mengakhiri masa jomlo terhormatnya.

Glen menjalankan mobilnya menuju rumah Shena, ia berangkat lebih pagi dari janjian mereka. Lebih baik Glen menunggu dirumah Shena daripada harus berdiam dirumahnya. Glen melirik jam tangannya, masih pukul setengah sembilan.

Untung saja jalanan tidak sebegitu macet, tidak membuat moodGlen bertambah buruk. Glen mempercepat laju mobilnya.

Akhirnya Glen sampai di depan rumah Shena. Glen belum bilang ke Shena kalau dia akan menjemput lebih pagi. Setelah memarkirkan mobilnya, Glen segera menghubungi Shena, memberitahu gadis itu bahwa dia sudah sampai.

Glen menunggu saja di dalam mobil, tidak berniat untuk masuk kedalam rumah Shena.

*****

Shena masuk kedalam mobil Glen dengan raut ditekuk, terlihat sedikit kesal. Glen yang menjemputnya terlalu pagi membuatnya harus buru-buru untuk bersiap-siap.

"Kenapa tuh wajah? Lusuh amat? Setrika dulu sono," ucap Glen seenaknya.

Shena memberikan lirikan tajam. "Mulut lo mau gue setrika?" tajam Shena.

Glen menggelengkan kepala cepat dan segera menutup mulutnya.

"Ampun," ucap Glen mengajak damai.

"Besok-besok jangan mendadak gini. Gue hampir terpeleset di kamar mandi karena buru-buru!"

"Gue nggak nyuruh lo buru-buru. Gue cuma bilang udah sampai," ucap Glen tak mau disalahkan.

"Emang lo mau nungguin gue siap-siap sampai jam sepuluh?" kesal Shena.

"Mau aja, kenapa nggak?"

Shena mematung, tertegun dengan perkataan yang keluar dari bibir Glen. Sangat tidak terduga. Shena merasakan jantungnya mulai senam di pagi hari.

"Em... Emang lo nggak bosen nunggu selama itu di mobil?"

"Cuma satu jam kan? Bukan satu abad?"

Rasa gugup Shena langsung menghilang saat itu juga, raut wajahnya kembali menjadi kesal.

"Udah ayo jalan! Balikin moodbaik gue," pinta Shena.

"Masih pagi kok udah marah-marah kayak emak-emak kehilangan cabe sekilonya aja!"

"Cepetan jalan!" emosi Shena bertambah.

"Iya iya Mak!"

Glen pun segera menjalankan mobilnya, beranjak menuju ke Mall terdekat dari rumah Shena. Perjalanan pagi mereka diiringi lagu Tulus – Teman Hidup.

****

Shena masuk ke toko tas, ia sudah lama mengincar salah satu tas di toko ini. Shena tersenyum senang, tas yang diinginkannya masih ada. Shena segera mengambil tas tersebut.

"Gue ingin beli ini," ucap Shena menunjukkan tas maroonpilihannya ke Glen. "Bagus kan?"

"Bagus," jawab Glen seadanya.

"Yang bener jawabnya! Yang jujur, yang ikhlas," paksa Shena.

Glen berusaha sabar, ia memaksakan senyumnya "Ya ampun tasnya bagus banget, warna merahnya mencolok kek darah vampire. Ada rantainya panjang pula, bisa nih buat ngerantai cicak-cicak di dinding diam-diam nggak mau merayap. Hap! Nggak bisa nangkap."

Shena mendecak pelan, menahan untuk tidak tertawa. Kelakuan gila Glen keluar lagi dengan lebainya.

"Puas?"

Shena pun segera menuju ke kasir, Glen mengikuti dari belakang. Shena memberikan tas tersebut ke pegawai kasir, ia mengambil dompetnya ingin membayar.

"350.000ya kak," ucap pegawai kasir.

Shena baru saja akan menyodorkan uangnya namun ia urungkan, karena tiba-tiba Glen sudah duluan memberikan kartunya ke pegawai kasir tersebut.

"Ngapain lo?" bingung Shena.

"Bayar tas yang lo beli," jawab Glen enteng.

"Kenapa lo yang bayarin?" tanya Shena semakin tidak mengerti.

"Karena gue pacar lo. Lo nggak mau pacar lo yang tampan dan kaya ini beliin tas yang lo suka?"

Shena tidak tau harus bereaksi bagaimana, haruskah dia senang atau mengumpati pria ini karena perkataannya yang terlalu percaya diri.

Glen menahan untuk tidak tertawa, wajah kaget dan kesal Shena terlihat sangat lucu. Glen mengacak-acak poni Shena.

"Masukin uang lo lagi," suruh Glen. Ia kemudian menerima barang Shena dan kartunya yang diserahkan kembali oleh pegawai kasir.

Shena menatap Glen masih tidak percaya, rasa kesalnya perlahan meredup.

"Beneran lo beliin gue?" tanya Shena ragu.

"Nih," ucap Glen menyodorkan paperbag yang berisikan tas Shena.

Shena pun menerimannya dengan senang hati, bibirnya akhirnya bisa mengembang.

"Makasih," ucap Shena tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

"Mau beli apa lagi?" tanya Glen.

"Hah?" bingung Shena.

"Mau beli apa lagi?" ulang Glen.

Shena terdiam berpikir keras. Dia sebenarnya hanya ingin membeli tas ini, uangnya tidak cukup untuk membeli lainnya. Membeli tas ini saja ia harus menabung selama tiga bulan lebih.

"Nggak ada," jawab Shena.

"Kenapa nggak ada?"

Shena tak berani menjawab, ia tak ingin Glen kasihan lagi dengannya karena dia tidak memiliki cukup uang. Shena mengeratkan gengamannya pada dompetnya. Sedangkan Glen masih menunggu jawaban Shena.

"It... it..." Shena bingung harus menjawab apa.

Glen mengerutkan keningnya, tidak mengerti.

"Kenapa?" desak Glen.

Shena mendecak kesal, tidak suka didesak seperti ini. Shena melirik Glen tajam.

"Emang lo bakalan beliin semua barang-barang yang gue pingin beli?" tanya Shena dengan berani.

"Tentu saja, kenapa nggak?"

"Hah?" kaget Shena.

"Gue akan belikan semua yang lo pingin beli," Glen memperjelas dengan nada suara tanpa beban.

"Ke... Kenapa?" tanya Shena kembali bingung.

"Karena gue pacar lo. Lo nggak mau manfaatin pacar lo yang tampan dan kaya raya ini?" Shena hanya bisa terperanga tak bisa kesal lagi. Perkataan Glen lagi-lagi berhasil membuatnya membeku ditempat. Glen selalu penuh kejutan tak terduga. Shena dapat merasakan jantungnya mulai berdetak cepat. Ada apa dengannya?

"Mau nggak gue beliin?" tanya Glen menyadarkan Shena.

"Mau," jawab Shena cepat. Siapa yang akan menolak jika ditawari oleh pacar sendiri?

"Yaudah ayo."

Shena mengangguk, ia langsung berjalan mendekati Glen dan tanpa malu-malu mengandeng lengan Glen. Kali ini Glen tidak merasa terkejut seperti kemarin. Mungkin, ia mulai cukup terbiasa dengan hal yang dilakukan oleh Shena.

"Mau beli apa?" tanya Glen menoleh ke Shena.

"Mmm. Sepatu, baju dan jam tangan," jawab Shena memberitahu keinginannya.

"Oke ayo."

*****

Glen melongo dengan mata terbuka melihat Shena seperti orang kalap. Shena memborong baju dan sepatu yang cukup banyak. Glen segera mendekati Shena, menghentikan gadis itu.

"Bakalan lo pakai atau nggak barang sebanyak ini?" tanya Glen serius, ia memegang lengan Shena, mencegah gadis itu yang ingin menuju kasir. Glen melihat Shena membawa empat pasang baju ditangannya.

"Katanya gue boleh beli apapun?" tanya Shena balik.

"Iya boleh, tapi bakalan dipakai semua nggak?"

"Nggak tau."

"Beli yang dibutuhin, nggak usah maruk."

"Iya iya," lirih Shena pasrah, kepalanya tertunduk. Shena pun terpaksa mengembalikan dua pasang baju yang dibawanya.

Glen menghela napasnya, berusaha untuk sabar. Glen menatap dompet yang sedari tadi dipegangnya dengan nanar.

"Yang sabar ya Nak. Demi peri kemanusiaan dan peri kedermawanan."

Setelah itu, Glen berjalan ke kasir, membayar semua barang-barang yang dibeli Shena.

*****

Shena duduk disalah satu kursi panjang yang ada di Hall Mall. Shena merasa energinya hampir habis, kakinya lemas. Shena mengatur napasnya yang mulai sesak. Tapi bibirnya masih bisa tersenyum melihat barang-barang yang dibelikan Glen untuknya.

Sedangkan Glen bergidik ngeri melihat sebelas paperbagyang ada dihadapannya. Apa saja yang dibeli Shena? Bagaimana bisa sebanyak ini?

Glen mengambil duduk disebelah Shena.

"Gue lelah," lirih Shena. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Glen.

Glen membeku, terkejut dengan yang dilakukan oleh Shena. Glen tidak berani bergerak ataupun menoleh. Ia menahan napasnya beberapa detik. Glen tiba-tiba merasa gugup.

"Kepala lo berat," ucap Glen menyingkirkan kepala Shena dari bahunya. Glen berusaha tetap bersikap tenang.

"Gue capek," aduh Shena.

"Jelas lo capek. Lihat barang belanjaan lo sebanyak itu," cerca Glen.

"Salah sendiri nawarin beliin semua barang yang gue pingin. Gue nggak maksa kok tadi. Lo sendiri yang pertama kali nawarin," ucap Shena tak mau disalahkan.

"Iya gue yang salah, cowok emang selalu salah,"pasrah Glen. "Emak-Emak selau bener!"

Shena terkekeh pelan, ia pun kembali menyandarkan kepalanya di bahu Glen dengan berani.

"Bentar aja, gue beneran capek. Kepala gue pusing," pinta Shena.

Glen menghela napasnya, mengangguk mengiyakan. Ia membiarkan saja Shena berbuat sesukanya. Glen berusaha mengatur detak jantungnya yang berpacu lebih cepat daripada biasanya. Ada apa dengan dirinnya?

Glen memberanikan diri untuk melirik ke samping, ia melihat Shena memejamkan matanya, napasnya masih terdengar tak beraturan.

"Nggak usah dilihatin terus, nanti lo suka!"

Glen terkejut bukan main mendengar Shena yang tiba-tiba bersuara. Glen segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Titisan anak dukun kah nih bocah!"batin Glen mengumpat.

Shena membuka matanya, menegakkan kepalanya. Ia menatap Glen sembari tertawa pelan. Shena selalu bisa merasakan jika ada orang yang memperhatikannya. Entahlah, mungkin bisa dibilang itu kelebihan terpendamnya.

"Selamat siang Kak, boleh kami mengganggu waktunya sebentar," tiba-tiba seorang perempuan datang dihadapan Glen dan Shena dengan membawa ranjang kecil berisikan banyak tangkai bunga.

"Kalau nggak boleh gimana mbak?" celetuk Glen seenaknya.

Shena langsung menepuk kepala Glen pelan, membuat cowok itu langsung meringis.

"Maaf ya mbak, dia cuma bercanda. Boleh ganggu kok mbak. Ada apa?" tanya Shena.

Perempuan tersebut tersenyum ramah. "Kalau boleh tau kakak-kakaknya ini sepasang kekasih kan? Pacaran kan?"

"Nggak mbak, dia selingkuhan saya," jawab Glen tambah ngaco.

"Glen!!" pekik Shena memberikan lirikan tajam.

Glen tertawa pelan. "Dia pacar kedua saya kak,"ucap Glen gencar menggoda Shena.

"Glen!!"

"Yaudah lo aja sana yang jawab," suruh Glen seenaknya.

Shena mencibir pelan, kemudian berusaha kembali tersenyum menatap perempuan dihadapannya yang sudah menunggu.

"Kita emang pacaran mbak, dan saya bukan selingkuhannya. Saya pacar pertama dia," jawab Shena dengan bangga.

"Sudah saya duga. Kakak-kakaknya serasi banget loh. Dari jauh saya lihat tadi romantis banget," ucap perempuan itu memberikan pendapatnya.

Glen hanya diam menatap perempuan itu dengan bingung, sedangkan Shena tersenyum canggung. Tidak mengerti tujuan sebenarnya perempuan tersebut.

"Jadi, kami sedang ada promo bunga mawar kak, kalau beli satu buket akan dapat tambahan hadiah boneka sapi kecil. Kakaknya tertarik buat beliin pacarnya nggak?" tanya perempuan tersebut menawari Glen.

"Hadiahnya boneka semut aja ada nggak mbak atau boneka cireng? Saya agak trauma mendengar boneka sapi," ucap Glen yang tiba-tiba teringat Acha. Ia merinding jika mengingat kebawelan Acha.

"Maaf Kak adanya boneka sapi aja," jawabnya ramah.

Glen menoleh ke Shena yang juga tengah menatapnya sedari tadi.

"Mau nggak lo?" tanya Glen.

"Apa?" bingung Shena.

"Bunga mawar," jawab Glen.

Shena berpikir sebentar. "Mau," jawab Shena mengangguk-anggukan kepalanya.

"Beli satu kalau gitu Mbak," ucap Glen ke perempuan itu.

Perempuan itu mengangguk senang. "Baik, saya segera siapkan dulu. Nanti saya antar kesini bunganya."

"Oke mbak, makasih banyak," ucap Shena.

Sepeninggal perempuan tadi, Shena dan Glen sama-sama diam memandang ke depan.

"Lo suka bunga?" tanya Glen memecah keheningan.

"Suka, gue suka banget bunga gerbera."

Glen manggut-manggut bingung mau membalas apa. Suasana diantara keduanya mendadak canggung.

"Lo sendiri suka bunga?" tanya Shena balik.

"Enggak." jawab Glen cepat.

"Terus sukanya apa?" tanya Shena penasaran.

"Apapun yang buat gue bahagia pasti gue suka."

"Kalau gitu suka gue aja," terang Shena dengan berani.

Glen terdiam lama, mengerjap-kerjap matanya. Ia cukup terkejut mendengar pengakuan Shena. Glen menoleh ke Shena.

"Kenapa gue harus suka sama lo?" tanya Glen meminta alasan.

Shena menangkup tangannya di kedua pipinya. "Karena gue cantik, baik hati dan bisa buat orang bahagia."

"Halu kok siang-siang hari," ledek Glen.

"Biarin!" balas Shena sebal.

Tak lama kemudian perempuan tadi kembali dengan membawa sebuket bunga dan boneka sapi kecil, menyerahkannya ke Shena. Glen pun segera membayarnya.

"Semoga langgeng ya Kak. Terima kasih sudah membeli."

Glen dan Shena hanya membalas dengan senyuman, keduanya tidak ada yang berani mengamini perkataan tersebut. Shena pun memilih fokus pada bunga mawar yang dipegangnya, sangat indah.

"Hati-hati kena durinya," ucap Glen mengingatkan.

"Cie perhatian," goda Shena.

"Cie yang suka diperhatiin," balas Glen lagi-lagi tak mau kalah.

Keduanya saling bertatapan dan tiba-tiba langsung tertawa seolah ada yang lucu dengan perkataan mereka.

Setelah itu keduanya memutuskan untuk pulang. Shena sudah tidak kuat untuk berjalan lagi. Energinya sangat terbatas. Entah mengapa, akhir-akhir ini Shena merasa mudah kelelahan.

****

Glen membantu memasukkan barang-barang belanjaan Shena ke ruang tamu rumahnya sedangkan Shena hanya duduk melihati Glen yang sibuk mengurusi barang-barangnya.

"Sudah semua Nyonya," ucap Glen menyindir halus.

Shena terkekeh pelan. Ia mengangkat kedua jempolnya.

"Langsung pulangkah?" tanya Shena.

"Emang gue mau ngapain lagi disini? Nungguin lo tidur lagi?"

"Gue cuma basa-basi aja tanyanya!" ketus Shena. "Biar dikira pacar yang perhatian!"

Glen mendesis pelan. "Gue langsung pulang aja, kasihan kucing Bunda gue mau melahirkan," jawab Glen mengarang bebas.

Lagi-lagi Shena hanya tertawa pelan. "Makasih Glen untuk hari. Gue seneng banget. Semua kebaikan lo hari ini pasti dibalas oleh yang maha kuasa," ucap Shena bijak.

"Amiinnnnnnn!!!" seru Glen kencang.

Shena tersenyum kecil. "Lusa kabulkan wishgue yang ketiga."

"Apa?" tanya Glen yang memang tidak hapal dengan semua list Shena.

"Temenin gue cuci darah, udah lama nggak ada yang nemenin gue. Gue bosen sendirian," jawab Shena.

"Nemenin lo cuci darah?" tanya Glen memastikan sekali lagi.

"Iya. Tenang aja, lo nggak harus ketemu sama pasien-pasien lainnya. Lo bisa sewa ruangan VIP buat gue. Jadi nggak bakal nyeremin kok," jelas Shena.

Glen ragu untuk menjawab, ia masih merinding sendiri jika membayangkan ruangan tersebut.

"Nggak mau ya?" lirih Shena memberikan tatapan sedihnya.

"Iya iya. Mau," jawab Glen sedikit ragu.

"Nggak terpaksa kan?"

"Lumayan terpaksa" jujur Glen. "Gimana dong?"

"Nggak mau tau, pokoknya jemput lusa!" rajuk Shena.

"Iya," jawab Glen ogah-ogahan. "Gue pulang kalau gitu."

Shena tiba-tiba menyodorkan tangannya membuat Glen bingung.

"Apa?" tanya Glen tak mengerti.

"Salim dulu sama kakak cantik," suruh Shena.

"Najis!" umpat Glen dan langsung pergi begitu saja dari hadapan Shena.

Sedangkan Shena tertawa tak henti-henti karena raut wajah Glen yang sangat lucu. Shena berdiri, melihat ke luar rumah, mobil Glen mulai menjauh.

Shena tak bisa menghilangkan senyumnya. Glen berhasil membuat harinya lebih indah lagi. Dan, Shena berterima kasih sekaligus bersyukur akan hal itu. Meskipun sering mengomel tak jelas, Glen cukup bisa diandalkan dan bisa menjaga Shena dengan baik.

Kebaikanmu akan menjadi kenangan indah dalam setiap malamku.

****

#CuapCuapAuthor

GIMANA PART INI? GEMESIN NGGAK? BIKIN BAPER NGGAK?

PINGIN LIHAT LAGI GLEN YANG LEBIH ROMANTIS TAPI TETAP KONYOL? 

PINGIN LIHAT LAGI BLAK-BLAKANNYA SEORANG SHENA?

DITUNGGU PART SELANJUTNYAA YAAA ^^ 

Jangan lupa bantu SHARE ke teman-teman kalian, keluarga kalian, saudara-saudara dan tetangga kalian untuk baca Novel Dua belas Cerita Glen Anggara.

Jangan lupa juga Comment dan Vote selalu paling ditunggu banget dari kalian semuaaa ^^

BANYAKIN KOMEN DAN VOTE KARENA ITU PALING DITUNGGU BANGET DARI KALIAAN SEMUAA ^^

JANGAN LUPA JUGA SEMANGAT NABUNG DAN TANGGAL 1 NOVEMBER JAM 17:00 WIB IKUTI PRE-ORDER NOVEL DUA BELAS GLEN ANGGARA ^^ 

AYO SEMANGAT NABUNG DAN BELI NOVELNYA YAA ^^ DIJAMIN NGGAK BAKAL NYESEL. CERITANYA YANG GEMESIN, DAN BONUSNYA YANG LUAR BIASA BANYAK DAN SPESIAL UNTUK KALIAN SEMUAA ^^

TERUS BACA DAN SUKA NOVEL DUA BELAS CERITA GLEN ANGGARA. 

TERIMA KASIH BANYAAK UNTUK SUPPORT KALIAN SEMUA DAN SELALU CINTA KALIAN SEMUAA ^^


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro