Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 42 "Cousin"

Lapisan hijau transparan dan tipis melindungi sepuluh meter ke segala arah. Serangan para anak buah Jenderal Leafa yang sudah mirip hujan membentur kubah, menimbulkan goncangan di perisai energi. Beberapa bola energi ada yang memantul, menabrak bebatuan Gelanggang hingga menumbuhkan tanaman darinya. Para Oread juga membentuk perlindungan dengan kubah batu, yang menjadikan batu perisai itu ditumbuhi pepohonan kecil.

"Apa perisainya akan bertahan?" tanyaku. Lapisannya bahkan lebih tipis dari gelas transparan. Sedangkan serangannya membabibuta dari segala arah. Namun wajah tenang dan gerakan yang lembut menjawab pertanyaanku tadi. Kubahnya akan tetap bertahan meski dihujani oleh ratusan bola energi.

Serangan bola energi berhenti. Kubah hijau tipis dipadamkan oleh tiga orang pembuatnya.

Leafa yang tadi berdiri agak jauh mendekat beberapa langkah. Di kedua tangannya, dua buah bola energi hijau pekat sudah menggumpal. Kuyakin dia akan menggunakannya beberapa saat lagi.

"Tiga orang yang menjadi orang kepercayaan Ratu Dryad sebelumnya, kekuatan yang setara dengan para Tetua Dryad." Jenderal Leafa berkata dengan mulut yang bergetar. Mata hijaunya itu menatap kami dengan tatapan setajam duri mawar. Dia membungkukkan badan sambil mengayunkan tangan kanan ke atas, menyambut kami. "Selamat datang di Pegunungan Oread, para Empat Helai Daun Pohon Utama."

"Terima kasih atas sambutan hangatnya, putri dari adik sang ratu, Putri Leafa." Nona Amy membalas perkataan orang yang ternyata adalah sepupuku itu. "Kudengar kau menyandera seorang anak manusia di sini?"

"Itu tidak penting, Nona Amy." Sang jenderal Dryad tidak menjawab pertanyaan Nona Amy. Dia menjentikkan jari, mengubah dua bola energi di tangannya menjadi dua bilah belati yang berkilau di tengah terik matahari. Kedua belati itu diselimuti oleh energi sang pemegang senjata. "Karena sejak awal, semua ini terjadi sesuai dengan rencana Yang Mulia Ratu."

"Menggunakan Putra Mahkota Kerajaan Elenio sebagai ancaman agar para manusia tidak menembus Hutan Dryad, heh? Sungguh rencana yang mudah ditebak." Nona Amy menyibak selendang hijau kain chiton yang ia kenakan. Dia meraih sebuah kantong kulit di ikat pinggang kain, mengeluarkan isinya yang ternyata adalah sebuah tombak kayu berujung besi tajam. Bawahan dari ibuku itu memegang senjatanya di tangan kanan, mengayunkan beberapa kali.

"Seorang Dryad dari kalangan bukan keluarga kerajaan tidak akan tahu rencananya." Jenderal Leafa memasang kuda-kuda, mengeratkan genggaman ke dua buah senjata yang ia pegang.

"Baiklah. Mari kita lihat apa yang dia rencanakan."

Dua buah senjata saling beradu, membuat suara dentingan besi yang mengeluarkan percikan. Nona Amy dan Jenderal Leafa saling berhadapan, menatap satu sama lain.

Beradu tenaga, Jenderal Leafa mundur. Dia melompat ke belakang untuk menjauhi jarak serang tombak Nona Amy. Dia berdiri tegak sambil mengacungkan belati di tangan kanan. "Tidak akan kubiarkan kalian membawa anak manusia itu! Serang!"

Seruan dari Jenderal Leafa membuat seluruh anak buahnya kembali bersiap meluncurkan bola-bola energi. Namun sebelum itu terjadi, Nona Fiora dan Fiona yang merupakan sepasang Dryad kembar melesat jauh ke arah mereka. Dengan sulur yang diayunkan seperti cemeti, sepasang Dryad kembar itu melumpuhkan setiap prajurit Dryad bawahan dari Jenderal Leafa. Para Oread yang dari tadi bertahan juga ikut menyerang, menerbangkan bebatuan untuk membuat para Dryad pingsan. Meski anak buahnya banyak yang tumbang, Leafa tetap tersenyum.

"Biarlah mereka mengalahkan anak buahku." Jenderal Dryad itu berkata. "Apapun yang terjadi, setidaknya kami berhasil menahan kalian."

Saat itu juga, Nona Amy langsung menerjang sang jenderal Dryad. Tombak bermata tajam itu menusuk Leafa, tapi bisa dihindari dengan menyilangkan kedua belati. Sang jenderal terdorong beberapa meter ke belakang, menahan tekanan Nona Amy.

"Cepat selamatkan temanmu itu, Nak!" seru Nona Amy di sela serangannya terhadap Jenderal Leafa.

"Baik!" Energi kehijauan keluar dari kaki dan tangan, menambah kecepatan gerakan. Thias yang dijaga oleh beberapa Dryad yang belum tersentuh oleh gangguan kami berada tepat di bagian atas Gelanggang Tarung, di belakang Leafa. Hanya dengan sulur, aku berhasil membuat para penjaga lumpuh, terikat tak bisa bergerak ke manapun.

Di kurungan akar pohon, seorang anak terduduk di pojok ruang yang terbentuk di antara celah akar. Beberapa bagian penjara tergores, mungkin saja sang anak mencoba membobolnya dari dalam. Namun, merusak penjara seperti itu bukanlah hal yang sulit bagiku. Hanya dengan sedikit saja energi pembusukan, sebuah pohon yang mengurung Thias telah membusuk menjadi tanah.

"Drie! Kau masih hidup!" Sang anak berambut pirang merangsek ke depan, memelukku erat hingga pengap. Tetesan air membasahi matanya, jatuh ke permukaan baju hingga mengenai bahuku. "Kau menepati janji."

"Jangan khawatir, Thias. Aku akan tetap hidup." Semua yang kulakukan saat ini adalah untuk memenuhi janjiku. Bertahan hidup, hal yang sulit dilakukan. Namun dengan kekuatanku sekarang, bertahan bukanlah hal yang terlalu sulit.

Thias melepaskan pelukan. Kami berdua saling bertatapan.

"Kita harus segera pergi dari sini." Thias menyarankan. "Jenderal Dryad itu sangat kuat."

"Tenang, Nona Amy sedang melawannya." Pertarungan mereka berjalan dengan imbang, kuyakin Nona Amy tidak akan kalah darinya. Namun sebuah dentuman membuat pemikiran itu kabur. Menengok ke belakang, Nona Amy terlempar ke dinding Gelanggang Tarung. Di dekatnya, sepasang Dryad kembar telah mengalirkan energi ke tubuh sang Dryad pemilik banyak peralatan ajaib.

Sang jenderal yang telah memenangkan duel mendongak ke atas. Dia mengacungkan belatinya. "Sekarang kau adalah lawanku, Sepupu."

Hanya dalam beberapa detik, sang jenderal Dryad sudah berada di sampingku. Tangan Leafa bergerak lincah, mengincar bagian tubuhku yang dapat dia sentuh. Namun, kecepatan seperti itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kecepatan Ibu yang selama sebulan ini aku berlatih dengannya. Dalam waktu yang singkat juga, aku melompat ke belakang, menghindari serangan sekaligus mendorong Thias agar tak terkena juga.

"Bahkan salah satu dari Empat Helai Daun Pohon Utama saja tak bisa menahan serangan itu." Jenderal Leafa berhenti menyerang, dia menghilangkan kedua belati yang ia pegang. "Hanya ada satu cara."

Di kedua tangannya, pusaran energi hijau berkumpul, menjadikan tangannya itu seperti batang pohon penuh dedaunan.

Dia pasti akan meluncurkan serangan jarak jauh. Tanpa menunda lagi, aku membentuk kubah dari sulur rambat yang melindungiku dan Thias.

Dari celah dinding, jelas terlihat puluhan bola energi meluncur hanya dalam waktu beberapa detik, menghancurkan bebatuan di sekitar. Begitu kuatnya hingga dinding sulur yang kubuat hancur berantakan. Aku dan Thias terlempar beberapa meter ke belakang, menabrak kursi penonton yang berundak.

"Apa Bibi Adrysia tidak mengajarimu cara membuat perisai energi Dryad, Sepupu?" Leafa berjalan perlahan, masih mengumpulkan energi di kedua tangannya. "Dibandingkan dengan sulur, perisai energi akan menahan serangan semacam ini."

Perisai energi? Seperti yang dibuat oleh mereka bertiga beberapa saat lalu?

"Meski tidak bisa membuat perisai energi, aku tidak akan kalah darimu!"

Kualirkan energi ke telapak tangan dan kaki. Dengan adanya energi Dryad, jarak antara Leafa dan aku bisa diraih dalam beberapa detik saja. Hantaman tinju kulayangkan pada sang jenderal, tapi tanganku malah membentur benda keras nan kokoh. Aku terdorong ke belakang, gagal menyentuh sang jenderal.

"Inilah perisai energi." Sebuah lapisan tembus pandang berwarna hijau melindungi tangan sang jenderal Dryad, perisai yang sama dengan yang melindungiku. Hantaman yang tadi kulayangkan tertahan oleh lapisan yang muncul mendadak, membawa rasa nyeri ke seluruh jari yang kugunakan untuk memukul. "Aura hijau yang disebarkan."

Akar pepohonan di sekitar bermunculan dari dalam bawah tanah. Semua akar itu mengarah padaku yang terdorong ke belakang karena gagal menyentuh Jenderal Leafa.

"Takkan kubiarkan!" Dua buah bola energi hijau kumunculkan dari kedua tangan, menekannya hingga berubah menjadi hitam pekat. Kedua bola yang baru kubuat menghancurkan semua akar yang hampir melilit badanku. Hanya saja, bukan serangan akar yang sang jenderal luncurkanlah yang harusnya kukhawatirkan. Tangan keras Jenderal Leafa menghujani kepalaku dengan pukulan, membuatku terhuyung dan kehilangan keseimbangan. Seketika itu, lapisan energi Dryad berbentuk kubus mengurungku dari segala arah.

"Riwayatmu akan berakhir, Sepupu." Wanita Dryad yang merupakan seorang jenderal itu tertawa sinis. "Kau dan teman manusiamu itu akan tewas."

Teman manusia, seorang pangeran dari Kerajaan Elenio. Remaja laki-laki kekar yang selalu mengenakan baju besi itu tidak akan kutemui lagi. Jika aku tidak berhasil menyelamatkannya, perang antara Dryad dan manusia tidak akan berakhir. Lagipula, aku akan kehilangan seorang sahabat yang berharga.

Sekelebat bayangan muncul di pikiran. Pohon raksasa yang lebih besar dari pepohonan di sekitarnya. Mendadak telingaku berdenging, suara seseorang yang asing menggema di kepala.

"Kekuatan sejati Dryad itu ada bukan untuk menyakiti, tapi untuk melindungi."

Pemandangan sekitar menjadi kabur. Namun samar-samar mataku masih bisa melihat aura kehijauan yang menguar dari seluruh tubuh. Lapisan tipis perisai energi yang dibuat oleh Leafa menghilang.

"Bagaimana bisa kau menghancurkan perisaiku!?" Mataku kembali jernih, jelas menampilkan seorang wanita Dryad yang mengepalkan tangannya. Aura hijau tua memancar dari tubuh tegap sang Jenderal Dryad itu. "Jurus pamungkas yang Ibu ajarkan padaku, hancur karena aura hijau biasa!?"

Seluruh tubuhku serasa dialiri energi asing yang berbeda dari energi Dryad yang biasa kupakai. Sedikit saja dari energi asing itu membuatku langsung bisa menyentuh bahu sang Jenderal Dryad yang masih bisa melindungi dirinya dengan perisai energi. Wanita itu terhuyung ke belakang, bertumpu ke kayu berujung tajam yang menancap ke tanah. Kedua tangannya seakan dipersenjatai oleh dua buah tombak.

"Putuskan aliran energinya, wahai Dryad Sejati."

Sebuah suara kembali menggema di telinga. Segera kufokuskan energi di telunjuk dan jari tengah di kedua tangan. Kecepatan luar biasa membuatku bisa menyentuh titik aliran energi dari lawan yang kuhadapi. Pusar, kedua bahu, punggung, pinggang, leher, dan yang terakhir kepala.

"Sial! Energiku tersegel!" Tidak ada sedikitpun energi hijau yang berhasil dia keluarkan sebagai senjata. Tekanan yang diperkuat dengan energi yang muncul mendadak membuatku mudah menyentuh titik vital pusat peredaran energi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang.

______________________________

Bogor, Kamis 09 Mei 2024

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro