Bab 41 "The Dryad General"
"What the hell?!"
Tidak kusangka, kawasan yang dulunya gersang berubah menjadi subur penuh tanaman. Pegunungan berbatu kini diselimuti oleh pepohonan hijau, menutup rapat hingga tak ada celah untuk cahaya.
Kami berempat turun dari bukit perbatasan Hutan Dryad dan Pegunungan Oread. Pegunungan yang berubah menjadi hutan ini benar-benar gelap tanpa cahaya. Tidak sedikitpun cahaya matahari pagi berhasil masuk, semuanya rapat. Untungnya, Nona Amy mengeluarkan empat buah bola kaca mirip bohlam. Bola kaca itu bercahaya saat dialiri oleh energi Dryad.
Well, sepertinya aku lupa memberitahu. Demi mempercepat pencarian Raja Agathius dan Thias yang disandera oleh para Dryad, Ibu memutuskan untuk membagi dua kelompok. Ibu dan Nenek pergi bersama dengan Theo untuk menemui Raja Agathius, sedangkan aku, Nona Amy, serta Nona Fiona dan Fiora pergi ke Pegunungan Oread untuk menyelamatkan Thias.
"Bagaimana dengan Tuan Milo dan Oread lain, ya?" Keadaan yang cukup parah di sini membuatku tidak bisa berpikir positif. Jika pegunungan batu sudah ditumbuhi tanaman asing yang tak pernah ada sebelumnya, sudah pasti ada sesuatu yang buruk. Apakah Oread sudah ditaklukkan oleh Dryad?
"Kuyakin para tetua tidak akan kalah semudah itu, Pangeran." Nona Amy membalas. Jika dipikir-pikir, tidak mungkin mereka membiarkan Pegunungan Oread berubah menjadi seperti Hutan Dryad. Kakek Avram, Oread tertua di sini pasti punya kekuatan yang sangat besar. Ditambah Tuan Milo yang merupakan Oread setengah Dryad. Hanya saja, keberadaan pepohonan dan sulur rambat yang tidak ada sebelumnya memantik kecurigaan.
Kami bergerak pelan di kawasan berbatu penuh semak. Banyak dari pepohonan diselimuti oleh sulur rambat berduri yang sangat mengganggu. Ugh, jika Nona Amy mengizinkanku untuk menghancurkan semua ini, aku akan melakukannya.
"Dryad yang bisa melakukan ini pastilah bukan Dryad biasa." Nona Amy berkata.
"Apakah dia kaum bangsawan Dryad, Nyonya?" Nona Fiora bertanya kepada Nona Amy. Dia meraba-raba tanaman di sekeliling dengan tangan yang berbalut energi khas milik Dryad. "Hanya Dryad yang terlahir dari pohon ek saja yang bisa melakukan ini."
"Kemungkinan besar, iya." Nona Amy menjawab. "Bahkan dari luasnya dataran hijau ini, jelas jumlah mereka cukup banyak."
"Tenang saja! Aku pasti bisa menghadapi mereka semua!" Latihanku selama sebulan penuh dengan Ibu membawa kepercayaan diri yang tinggi. Gerakan cepat, membuka semua aliran energi di tubuh, dan menguasai teknik pembusukan. Semua itu bisa kulakukan dengan mudah. Menumbuhkan tanaman bukanlah hal yang sulit lagi bagiku sekarang.
Pancaran energi Dryad yang berwarna hijau mengalir di area kaki. Seluruh tubuhku telah terlapisi energi yang sama tapi lebih tipis. Dengan itu hanya dalam beberapa detik, puluhan meter telah terlewati.
"Pangeran Dryas! Tunggu kami!" Dari kejauhan, sayup-sayup suara teriakan tiga orang Dryad tertangkap oleh telingaku. Menunggu mereka malah makin membuat keadaan semakin parah. Apalagi sekarang Thias sudah tertangkap oleh musuh. Jika para Dryad membunuhnya, maka perang ini tidak akan cepat berakhir.
Energi di kaki dan tangan padam. Berjalan pelan di pemukiman salah satu jenis nymph yang saat ini lebih sunyi dari saat terakhir kali aku berada di sini. Tidak ada satupun Oread yang melakukan kegiatan. Tidak ada para anak-anak nimfa gunung itu yang mandi di sungai. Bahkan para Oread penjaga tidak berada di kaki gunung tempat mereka biasa melakukan tugas.
"Apa mereka semua berkumpul di rumah Kakek, ya? Atau bisa saja di kuil?" Dua tempat yang bisa menampung banyak orang hanyalah itu. Gua luas milik Kakek Avram sering dijadikan sebagai tempat berkumpul para tetua. Kuil Dewi Artemis lebih luas lagi, bahkan bisa menampung semua Oread yang ada di desa. Bisa saja mereka sedang melakukan ritual khusus di Kuil untuk berdoa.
Ah, sebaiknya kukunjungi saja dua tempat itu. Toh, keduanya saling berhadapan.
Dari gunung-gunung di perbatasan menuju ke pusat Pegunungan Oread hanya membutuhkan beberapa menit saja karena gerakan lari yang dipercepat. Sungguh, latihan dengan Ibu sangat berguna di waktu seperti sekarang. Saat ini, aku sudah berada di Kuil Dewi Artemis, kuil besar yang dibangun di dalam gunung batu.
Tidak ada satupun lilin madu yang menyala dalam ruangan luas ini. Bahkan obor-obor di dinding meredup cahayanya, membuat ruangan tempat para Oread berdoa ini setengah gelap. Tidak ada persembahan yang diletakkan di dekat patung Dewi Artemis. Satu lagi, tidak ada satupun Oread yang bedoa di sini.
Aku berpindah ke gua tempat tinggal Kakek Avram. Lagi-lagi tidak ada satupun Oread yang kutemui di rumah mereka. Namun sehelai daun kering di kursi besar yang biasa Kakek Avram tempati menarik perhatianku.
"Kami semua berada di Gelanggang Tarung. Berhati-hatilah, Nak." Aku membaca tulisan di sehelai daun yang tergeletak di kursi.
Kenapa mereka berada di Gelanggang Tarung?
Gelanggang Tarung berada di dekat kawasan subur di Pegunungan Oread. Bangunan yang terbuat dari batu itu berbentuk seperti Colosseum di Italia, penuh lubang mirip jendela di bagian atasnya. Hanya saja, Gelanggang Tarung tidak sebesar Colosseum.
Aku memasuki Gelanggang Tarung lewat salah satu dari empat pintu masuk, Pintu Selatan. Betapa terkejutnya aku saat menyaksikan semua Oread yang kukenal berada di area yang biasa digunakan untuk latih tanding. Di bagian kursi penonton, para Dryad berdiri memandang dari kejauhan, menjaga seorang anak berambut pirang yang sangat kukenal.
"Thias!" Benar apa yang dikatakan oleh Theo. Para Dryad menyandera pangeran mereka. Para Oread berkumpul di tengah Gelanggang, menggeram karena ancaman saudara mereka. "Kakek! Tuan Milo!"
Aku mendekati mereka. Kakek, Tuan Milo, dan para tetua Oread berdiri di barisan terdepan. Begitu juga keponakan Kakek, Iona. Dia berada di barisan terdepan. Saat itu juga, Tuan Milo memelukku erat dengan tangisan yang membasahi bahuku
"Syukurlah kau selamat, Nak." Tuan Milo terisak. "Tidak ada yang tahu nasibmu sampai saat ini."
"Aku baik-baik saja dan telah menjadi lebih kuat, Tuan." Tak perlu berkata lagi, dia sudah pasti membaca semuanya lewat pikiran.
Sementara itu, Kakek berseru sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Kalian sudah melanggar hukum Sang Dewi!" Kakek Avram, pemimpin para Oread, berseru di tengah kami. "Hukuman akan segera menimpa kalian!"
"Semuanya sudah sesuai dengan rencana." Seorang wanita Dryad melompat ke lapangan, menimbulkan gelombang udara yang menyapa pelan ke segala arah. Aura hijau pekat menguar dari tubuhnya yang ramping. Helaian kain chiton yang ia gunakan melambai-lambai terkena auranya sendiri. "Selamat datang di Pegunungan Oread, Sepupu."
Sepupu?
"Aku adalah Jenderal Leafa, putri dari Ratu Erudyne." Wanita itu memperkenalkan diri. Ia merentangkan kedua tangannya, membuat dua buah bola energi hijau di telapaknya.
"Apa dataran hijau di sini itu akibat ulahmu!?" Bisa-bisanya sesama kaum nimfa menyerang kaum nimfa lain. Namun, tanpa dijawab pun jawabannya sudah kuketahui. Pelakunya pastilah seorang Dryad bangsawan berkekuatan luar biasa dan punya pasukan yang kuat. Sudah pasti pelakunya adalah Leafa.
"Tentu saja, Sepupu." Wanita itu menjawab sambil tersenyum miring. Mata hijaunya berkilau di tengah cahaya matahari yang bersinar. Kedua bola energi di tangannya meluncur cepat ke arahku, yang dapat kuhindari dengan mudah tanpa pergerakan khusus. Para Oread di belakang menjaga jarak, mundur beberapa meter untuk menghindar. Para tetua mengendalikan batu sebagai perlindungan.
Sang Jenderal Dryad melesat cepat ke depan, menumbuhkan kayu tajam di lengannya. Kayu itu bagaikan pisau yang muncul dari dalam kulit, sangat tajam dan mampu melukai dengan mudah. Bahkan sulur yang kuciptakan mendadak langsung terpotong begitu saja.
Kualirkan energi ke kaki, melompat ke belakang untuk menghindari sayatan kayu tajam Leafa. Sulur telah tumbuh di seluruh jari tangan, menyerang balik orang yang mengaku sebagai jenderal itu. Namun sayangnya, seranganku dimentahkan dengan mudah.
Sial! Apa ini kekuatan seorang jenderal Dryad?
"Ayolah! Tunjukkan kekuatan sejatimu, Dryas!" Leafa berteriak kencang di tengah Gelanggang. Dia kembali menerjang kencang, mengayunkan tangan yang telah dipersenjatai kayu tajam. "Half-Blood sepertimu bukanlah mahkluk yang bisa kuinjak dengan mudah."
Mengerahkan energi ke bagian lengan, kutahan serangan lanjutan dari sang Jenderal Dryad. Kayu tajam mirip pisau itu berubah menjadi sulur rambat yang menjuntai ke tanah. Sang Jenderal kehilangan senjata.
"Masih terlalu awal menyimpulkan kau akan menang, Sepupu."
Semua Dryad di kursi penonton Gelanggang Tarung menciptakan bola energi hijau yang sudah siap untuk diluncurkan. Menghadang setiap serangan dari segala sisi sangat sulit dilakukan. Skakmat.
"Kami akan melindungi Anda, Yang Mulia Pangeran Dryas!" Suara tiga orang Dryad menggema di Gelanggang Tarung.
Akhirnya mereka datang juga.
_________________________________
Bogor, Kamis 25 April 2024
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro