Bab 4 "Warning"
Aarrgghh! Mengapa kesialan selalu dekat denganku!?
Sudah dua hari ini kekuatanku hilang kendali dan ada orang baru yang mengetahuinya. Si perempuan botanis itu, dia benar-benar membingungkan. Sementara si nenek yang tadi kutolong untuk menyeberangi jalan, mengatakan hal yang aneh. Kau adalah putra Sang Ratu Oak dan Sang Manusia dari Dunia Asing, katanya. Mereka berkata seperti itu seakan tahu apa yang terjadi besok atau nanti.
Sore hari ini, seperti biasa aku mengurus tanaman di kebun belakang rumah. Semua tugas menumpuk sudah kukerjakan, dan kini saatnya untuk melakukan hobiku.
"Jangan lupakan sarung tangannya, Drie." Aku berucap pada diri sendiri. Jangan sampai hal yang kemarin terjadi terulang lagi hari ini. Sebagai antisipasi, aku sudah membeli selusin pasang sarung tangan karet elastis dan tebal. Hari ini tinggal tersisa sepuluh pasang. Pasti takkan lama untuk menghabiskannya.
Tidak banyak berubah dari kemarin. Kebunku masih diisi tanaman-tanaman yang segar dan sehat. Tidak ada lagi tumbuhan yang berukuran raksasa, semuanya normal.
Kedatangan Nona Amy benar-benar membuatku terkejut. Hanya dalam sekali pertemuan, dia langsung tahu bahwa aku punya kekuatan penumbuh tanaman. Cara ia pergi kemarin sungguh aneh. Seluruh tubuhnya berubah menjadi hijau lalu ia menghilang di balik pepohonan. Kejadian itu membuatku percaya bahwa ia adalah seorang penyihir yang mampu mengubah bentuk. Namun, bagaimana bisa seorang penyihir mendapatkan gelar ahli tanaman dari sebuah universitas ternama di negara ini?
"Memikirkannya saja membuatku pusing!" Aku menggelengkan kepala. Banyak kejadian aneh terjadi berturut-turut dalam dua hari terakhir. Otak kecilku tidak mampu menampungnya.
Aku mencabut beberapa daun yang kayu dari tanaman di kebun. Daun seperti itu menghambat pertumbuhan para tanaman yang sedang subur. Setidaknya kebunku harus terbebas dari penghambat pertumbuhan, meskipun aku bisa menumbuhkan mereka semua dalam waktu singkat. Dengan kekacauan, tentu saja.
"Selamat sore, Nak Dryas." Suara seseorang yang kemarin mengunjungi kebunku itu kembali muncul. Aku meletakkan gunting ke tanah, mengantisipasi agar tidak memotong sarung tangan lagi. Di pintu pagar belakang kebun, orang yang tadi kupikirkan sedang berdiri. Sang nona ahli tanaman itu mengenakan kemeja hijau yang sebagiannya tertutup oleh cardigan hijau tua, dengan celana bahan berwarna coklat.
"Selamat sore juga, Nona Amy." Aku balik menyapa orang yang baru datang itu. "Silahkan masuk."
Nona Amy mendorong pintu kayu yang bersatu dengan pagar kebun ini. Ia melenggang masuk, menimbulkan bunyi ketukan melalui sepatu hijau muda yang berhak cukup tinggi yang ia pakai. Ia menghampiriku, yang masih dalam keadaan berjongkok untuk mengamati tanaman.
"Kuharap kau memiliki banyak waktu untuk berbicara." Nona Amy berucap lembut, isyarat halus bahwa ia ingin mengobrol dalam waktu yang lama denganku.
"Baiklah, Nona, tunggu sebentar." Aku menyanggupi permintaan sang ahli tanaman itu. Lagipula Ayah akan pulang agak larut, tidak akan ada masalah dengan berbicara panjang lebar dengan Nona Amy. "Saya akan menyiapkan kudapan untuk Anda."
"Baiklah."
"Anda bisa duduk di kursi di sana sambil menunggu saya." Aku menunjuk ke sepasang kursi yang dibatasi oleh sebuah meja kecil di sebuah gazebo dekat dengan pintu masuk ke dapur rumah. Nona Amy pun berjalan ke arah yang kutunjukkan.
Untungnya masih ada stok biskuit dan teh di kulkas. Jadinya aku tidak bingung ingin menyajikan apa.
"Silakan, Nona." Aku menaruh nampan yang di atasnya ada sekotak cookies dan seteko teh beserta dua teacup sebagai wadahnya.
"Terima kasih, Nak." Nona Amy membalas. "Kau sangat mirip dengan saudariku yang baik hati."
Aku duduk di kursi yang berada di samping Nona Amy yang dihalangi oleh meja. "Anda terlalu berlebihan memuji saya, Nona."
Sekarang dia membicarakan saudarinya, orang yang katanya mirip denganku. Ucapannya melantur seperti nenek yang waktu itu.
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu, Nak."
"Apa itu?" tanyaku penasaran dengan nada antusias. Perempuan itu suka memberikan sesuatu yang di luar prediksi. Seperti kemarin saat ia tiba-tiba berubah menjadi wanita hijau lalu menghilang di balik pepohonan.
"Kau mungkin menyadari keanehan yang terjadi beberapa hari ke belakang." Siapa yang tidak sadar? Bahkan kedatanganmu saja itu seperti sebuah keanehan. Kekuatanku hilang kendali karena dua orang, kau salah satunya, Nona. Namun demi menjaga keramahan di depan tamu, aku tidak berbicara langsung dengan menyebutnya sebagai penyebab.
"Kekuatanku tak terkendali, Nona." Aku menjawab.
"'Mereka' sudah mengetahui keberadaanmu. 'Beliau' mengamanatkan kepada kami semua untuk menjagamu hingga takdir yang menyeretmu untuk datang."
"Siapa 'mereka' itu, Nona?" Aku membuka tutup kotak biskuit, mengambil sepotong untuk dimakan. "Dan siapa 'Beliau' ini?"
"Belum waktunya kau untuk mengetahuinya, Nak." Jawaban Nona Amy mengecewakanku. Kemarin, nenek yang kutolong untuk menyeberangi jalan berkata bahwa aku adalah anak dari Sang Ratu Oak dan Manusia dari Dunia Asing. Dua julukan itu sangat mirip dengan penyebutan seorang karakter di novel-novel fantasi. Mungkinkah aku ini adalah anak dari seseorang yang memiliki sihir? Jika itu benar, kenapa aku tidak pernah melihat Ayah melakukan sesuatu yang ajaib? Menerbangkanku karena tidak mengurus rumah dan tidak mengerjakan PR, mungkin.
"Anda senang membuat orang lain bingung ya, Nona?" Aku bertanya sambil melepaskan tawa ringan. "Seperti keranjang kayu yang bisa memuat banyak buah tomat raksasa."
"Kedatanganku ke sini adalah untuk memperingatkan, begitu juga orang lain." Nona Amy tidak menanggapi pertanyaanku dengan candaan. Ekspresi sang botanis menggelap, berbeda dengan ekspresinya saat menyapaku.
"Jika Anda ingin memperingatkan saya, jangan lupa bawakan aku tanaman baru, Nona." Aku kembali melontarkan candaan dengan tawa yang agak keras. "Seharusnya Anda tahu kesukaan saya."
Nona Amy menuangkan teh dari teko ke salah satu cangkir yang kubawa tadi. Ia menyesap teh melati yang mungkin sekarang sudah dingin karena tidak segera diminum. Mata hijau perempuan ahli tanaman itu menutup sejenak, entah apa yang dipikirkan sang botanis.
"Aku yakin kedatangan kami sudah cukup untuk memperingati bahwa 'mereka' sudah mulai bergerak." Nona Amy berbicara. Ia meletakkan kembali cangkir ke tatakan yang masih ada di atas nampan.
"Tolong beritahu aku, siapa 'mereka' ini?" Aku bertanya, kali ini tidak diiringi dengan candaan. "Sepertinya hal ini cukup serius."
"Semuanya berkaitan dengan takdir dan nyawamu, Nak," jawab Nona Amy, "tentu saja serius."
Entah mengapa tingkah laku Nona Ahli Tanaman ini seperti menjaga keberadaan orang yang sangat penting baginya. 'Beliau' ini memerintahkan kepada Nona Amy agar memperingatkanku tentang 'mereka'. Siapa 'beliau' dan apa yang 'mereka' lakukan jika sudah mengetahui keberadaanku, itu tidak kuketahui. Nona Amy pun tidak memberitahu siapa 'beliau' dan 'mereka'.
"Sepertinya tujuanku sudah tercapai." Nona Amy bangkit, ia tidak menyentuh biskuit yang kusajikan. "Kita akhiri pembicaraan kita disini."
"Terima kasih, Nona Amy. Kedatangan Anda selalu diterima disini."
"Aku akan pergi, mungkin untuk selamanya." Wanita itu kembali berubah menjadi makhluk hijau. Ia bergerak cepat ke pepohonan, lalu menghilang.
***
"Hei! Ini masih jam empat pagi!" Siapa yang berisik di waktu orang-orang masih tidur?!
Suara akar yang dicabut dari tanah menggema ke seisi rumah. Bisa-bisanya mereka menebang hutan saat jam empat pagi. Setidaknya lakukan saat matahari sudah terbit!
Aku bangkit dari tempat tidur, bergerak ke jendela yang menghadap langsung ke kebun. Kupandang halaman belakang yang ditanami berbagai macam tanaman untuk mengetahui apa yang terjadi. Namun bukannya berbagai bunga dan sayur yang ada di sana, melainkan beberapa pohon oak yang tumbuh tinggi hingga mencapai lantai atas rumahku. Kebun sayur dan bunga milikku berantakan semuanya.
Padahal kemarin aku tidak ceroboh menyentuh tanah sembarangan. Kenapa ini bisa terjadi?
Pepohonan oak itu tumbuh semakin tinggi. Bahkan kini salah satu dahannya sudah menyentuh jendela kamarku. Kubuka jendela yang terbuat dari kaca itu, memasukkan udara dingin pagi yang masih dini.
Kami menemukanmu.
Apa? Ranting di dahan pohon itu membentuk huruf yang bisa kubaca? Astaga, semuanya semakin aneh saja.
Apakah ini yang tadi dikatakan oleh Nona Amy? 'Mereka' sudah berhasil menemukanku?
________________________________
Bagi yang penasaran kelanjutan DTHD, kalian bisa capcus ke akun Bestory dan Karyakarsa dengan nickname yang sama ya. Silahkan cari cerita dengan judul yang sama yaa. Di sana udah up ampe bab 22, gratis dari bab 1 sampe 5. Untuk bab seterusnya berbayar ya. Di KK, per-babnya 2k aja. Kalo di Bestory, 1,5k. Selamat membaca, semuanya!😁🤗
Bogor, Kamis 20 Juli 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro