Bab 33 "The Thought About Her"
Sudah dua puluh delapan hari berlalu, tidak banyak yang berubah di ruangan yang sama luasnya dengan kebunku ini. Obor-obor yang menyala remang-remang masih menerangi tempat yang agak gelap karena kekurangan cahaya. Lubang udara yang sempit di dekat langit-langit tidak mampu untuk menyegarkan udara di ruangan yang pengap. Begitu juga orang yang selama berada di sini, tidak berubah.
Wanita yang mengenakan kain himation hijau yang menutupi bagian bahu hingga siku dan menjuntai hingga ujung kaki itu menyiapkan sarapan seperti biasa. Mantan Ratu Dryad itu memasukkan apel dan anggur yang ia tumbuhkan sendiri ke sebuah keranjang anyaman kayu. Wanita itu lalu membawa sekeranjang buah ke dekat pohon apel yang tak berbuah, tempatku bersandar di penjara.
"Kita tidak punya pilihan lain selain memakan buah." Wanita itu berkata sambil meletakkan keranjang berisi buah anggur dan apel di sampingku. "Dryad tidak bisa menumbuhkan hewan di alam seperti menumbuhkan pohon."
Aku tersenyum kecut. Sampai dibebaskan oleh Ratu Erudyne yang entah kapan waktu itu akan datang, kami akan terus memakan buah untuk bertahan hidup. Tidak ada daging dan air yang cukup. Meski sudah memakan banyak anggur dan apel, perut masih lapar dan tenggorokan masih haus. Air di dalam buah tidak cukup untuk memuaskan rasa haus.
"Entah kapan ini akan berakhir." Bosan sudah pasti. Damian berada ratusan kilometer dari sini, mungkin. Tidak ada anak yang akan mengajakku bermain game dan mengerjakan PR bersama. Tidak ada Nyonya Lisa yang hangat dan selalu memelukku erat hingga kehabisan napas. Apalagi Thias sudah pergi ke kerajaannya, tidak akan kembali lagi ke Pegunungan Oread tempat kami bertemu. Entah mengapa sikap mereka yang menyebalkan membuatku rindu.
"Kau sudah bertemu orang-orang yang baik, Nak." Ratu Adrysia mengelus lembut kepala berambut coklat tembaga. Dia ikut duduk bersandar di pohon apel yang kutumbuhkan minggu lalu ini. "Kau sungguh beruntung."
"Tapi cukup sial untuk tidak memakan keftédes!" Bola-bola daging yang beraroma rempah itu benar-benar membuatku meneteskan air liur. Apalagi jika dibaluri saus tomat pedas. Ugh, sayangnya tidak ada sapi atau domba di sini. Bahan utama hidangan bola-bola daging itu tidak ada. Dengan terpaksa aku memakan buah apel yang baru dipetik oleh Ibu tadi.
"Baru sebulan saja sudah membuatmu begitu, apalagi lima belas tahun." Ratu Adrysia tertawa. Dia melepaskan tangannya dari kepalaku. "Bukankah baru kali ini kita memiliki momen bersama?"
"Tapi aku ingin makan daging!" Rasanya sekarang tubuhku mabuk buah-buahan, kurang bertenaga dan kehausan. Sensasi memakan sesuatu yang kenyal dan dipenuhi bumbu khusus tidak bisa kutahan lagi. Keftédes misalnya, yang menjadi salah satu makanan favoritku.
"Sebentar, Ibu akan menumbuhkan tanaman berdaging." Ibu berbalik membelakangiku. Cahaya hijau keluar dari tangannya, dibarengi energi Dryad yang berpusat di tangan mantan Ratu Dryad itu. Beberapa saat kemudian, dia kembali berbalik. Satu tanaman venus flytrap dengan daun yang terbuka menampilkan bangkai beberapa serangga tumbuh di hadapanku.
"Ugh!" Buah apel yang tadi baru kugigit sedikit langsung keluar dari perut. Aroma busuk dari serangga-serangga yang telah mati dalam belahan daun tanaman pemakan daging itu begitu menusuk. Entah sudah berapa lama mereka membusuk. Namun satu hal yang pasti, selama berada di penjara ini tidak ada satupun serangga yang pernah hinggap di bajuku. Apakah dia menanam banyak venus flytrap?
Ratu Adrysia tertawa kencang hingga terbahak-bahak. Mantan Ratu Dryad itu bahkan sampai memegangi perutnya. "Bukannya tadi kau ingin makan daging? Itu ada daging di tanaman itu!"
"Okay, okay!" Lebih baik memakan buah seumur hidup daripada memakan bangkai serangga yang sudah hampir membusuk. Setidaknya aku akan sehat dan tidak terkena penyakit. Bisa-bisanya dia memberikan bangkai serangga saat aku makan. "Lebih baik memakan buah saja!"
"Bagus jika begitu." Ratu Adrysia mengusap lagi kepalaku pelan. Dia tersenyum cerah menampilkan jajaran gigi yang putih bersih. "Setelah sarapan, kita akan berlatih."
Mantan Ratu Dryad itu kemudian beranjak dari duduknya, pergi ke kebun mini yang berisi tanaman buah yang tumbuh tak jauh dari tempatku duduk. Mungkin dia sedang merawat tanaman-tanaman itu.
Setelah memaksakan untuk melahap beberapa butir anggur dan buah apel meski masih mual, aku menghampiri Ibu.
"Aku sudah siap!" Aku berkata pada orang yang akan melatihku itu.
Ibu berbalik ke arahku. Dia melepaskan dedaunan kering yang ia cabut dari tanaman anggur yang merambat.
"Pengendalian energimu sudah baik dan kau bisa membusukkan juga memanipulasi tanaman dengan mudah." Ibu membalas ucapanku. "Sekarang, kita akan melakukan latih tanding."
"Baiklah! Kali ini aku tidak akan kalah!" Aku berteriak penuh semangat. Setelah hasil yang kurang memuaskan di latih tanding sebelumnya, ini akan menjadi pembuktian buah dari latihanku selama ini. Jangan sampai berakhir sama seperti yang kemarin, pingsan seharian karena titik energi di seluruh tubuhku tertutup.
Kami berdua berjalan ke tengah ruangan yang ditumbuhi dua pohon apel, berdiri di depan pohon yang pernah kami berdua tumbuhkan. Sang ratu mengalirkan energi hijau ke kedua kakinya, menguatkan kuda-kuda untuk bertarung. Kulakukan hal yang sama dengan tambahan energi di kedua telapak tangan. Kami berdua saling bertatapan, hingga ibuku berkata untuk mempersilahkan anaknya untuk menyerang.
"Seranglah aku, Nak. Kita lihat seberapa besar perubahanmu." Dia berkata sambil menggerakkan telapak tangan kanannya seperti memanggil.
"Baiklah!" Segera aku melesat ke arah orang yang menjadi lawanku. Di tangan kiriku, lima buah sulur berduri sudah tumbuh memanjang, siap digunakan untuk menyerang sang ratu. Tangan kanan dibalut energi yang pekat untuk pukulan ke arah lawan.
Ratu Adrysia tidak bergerak, padahal tinjuku sudah beberapa centi jaraknya dari wajahnya. Sesaat sebelum tinjuku menyentuh kulitnya, dinding anyaman sulur langsung tumbuh menghalangi arah serangan yang kuluncurkan. Tinjuku langsung merobek dinding sulur, tapi kelima sulur yang tumbuh di tangan kiri terhalangi dinding. Seranganku meleset, melewati sasaran hingga berjarak beberapa meter.
Dia bahkan tidak bergerak sama sekali saat membuat dinding sulur. Benar-benar kekuatan seorang ratu.
"Tidak terlalu buruk untuk ukuran anak yang seharusnya masih bayi." Ratu Adrysia berkata sambil tersenyum sinis. Dia berbalik ke arahku, menyingkirkan dinding sulur yang tadi terbentuk.
"Selanjutnya aku akan mengenaimu!" Aku kembali meluncur ke arah Ratu Adrysia yang kini berbalik ke arahku. Kedua tanganku sudah diselimuti energi hijau yang terpusat di satu titik. Ratu Adrysia kembali membentuk dinding pelindung, tapi itu sudah kuatasi dengan kedua bola pembusukan yang ada di tanganku.
"Pertahanan yang sama tidak bisa menghalangiku!" Dinding sulur di depanku seketika membusuk menjadi tanah. Sayangnya, tidak ada Ratu Adrysia di balik dinding sulur. Orang yang menjadi lawanku berada di atas pohon apel penuh buah.
"Serangan yang sama juga tidak akan bisa mengenaiku!" Sang ratu berteriak di atas pohon tempatnya berdiam. Beberapa buah tergeletak di bawah pohon itu, mungkin karena gerakan cepat Ibu.
Bisa-bisanya dia melakukan gerakan cepat tanpa suara. Sebenarnya seberapa besar kekuatan sang ratu?
"Tidak akan kubiarkan!" Aku menguatkan aliran energi menuju kaki hingga aura yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi pekat kehitaman. Lantai kayu yang kupijak membusuk, menimbulkan dua buah jejak sepatu sneakers yang kini sudah kusam karena tidak dicuci. Dengan sedikit tenaga, aku melompat dan meluncur ke dahan pohon yang menjadi tempat Ratu Adrysia berdiri. Kuarahkan tangan yang sudah dilapisi energi Dryad yang pekat. Namun sebelum pukulanku mendarat di tubuh sang ratu, kepalaku mendadak pusing.
"Agh!" Seluruh energi yang tadi menyelimuti kaki dan tangan menghilang. Kepalaku seperti ditusuk ribuan jarum dan akan pecah saat ini juga. Aku terjatuh dari ketinggian, menimbulkan debuman yang cukup keras. Pemandangan di sekitar mulai menggelap, tidak ada titik cahaya obor yang remang-remang dalam penglihatan. Udara di sekitar seakan menghilang bersama napas yang terengah.
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa aku kehilangan tenaga?
Satu suara terakhir terngiang di telinga. "Sepertinya dia sudah memulai ritual itu."
Kesadaranku menghilang.
_________________________________
Bogor, Rabu 07 Februari 2024
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro