Bab 26 "Dryad's Energy"
"Engh…."
Obor-obor di penjuru ruangan masih menyala. Suara botol kaca yang saling beradu menggangguku hingga bangun dari tidur. Cairan beragam warna ditaruh di beberapa botol oleh sepuluh Dryad berjubah dan memakai topeng yang mengeruknya dari kuali. Altar lingkaran dibangun oleh tiga Dryad lain yang berpakaian sama, altar bercorak daun dan pohon yang mengeluarkan aura hijau tipis.
"Selamat pagi, Dryas Altair! Apakah tidurmu nyenyak?" Suara yang cukup kukenal bercampur dengan kebisingan akibat pekerjaan para Dryad. Wanita yang mengenakan chiton hijau berada di depanku, menggenggam sebuah bola energi hitam pekat di tangan kanannya. Rambut hijau yang tergerai hingga punggung tertiup angin hasil dari energi itu.
Aku menggerakkan tangan yang terikat sulur, yang langsung dijalari perih dan sakit yang cepat menyebar. Tetesan darah jatuh ke lantai, membasahi bagian yang sudah terkena darah kering kemarin. Kutatap orang di depanku yang merupakan pemimpin Dryad saat ini. Orang yang telah memicu perang.
"Seperti yang kuduga, manusia setengah Dryad sepertimu sulit ditaklukkan melalui ramuan itu." Ratu Erudyne berdecak kesal. Ia berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala. "Padahal itu terbuat dari akar Pohon Utama dan beberapa helai daun dari pohonku."
"Apa yang … kau inginkan … Ratu?" Aku bertanya dengan terengah. Kejadian kemarin membuatku terlalu banyak kehilangan darah akibat luka. Energi hijau tidak bisa kukeluarkan karena luka parah. Lemas dan lesu kehilangan tenaga, tidak berdaya dalam kurungan yang membuat seluruh badan pegal.
Ratu Erudyne menggenggam erat rahangku. Gigi tajam Sang Ratu bergemeletuk. Mata hijaunya membelalak tajam.
"Jiwamu yang murni, Nak!" Dia berteriak. Para Dryad yang sedang bekerja mengalihkan pandangan ke arah ratu mereka yang berteriak. Ratu Erudyne menatap mereka semua, yang akhirnya para Dryad kembali bekerja.
"Kau tidak bisa … melihat jiwa orang lain…."
Ratu Erudyne menempelkan bola energi berwarna hitam yang ia pegang ke dadaku. Sesak seketika muncul di dada, mencegah paru-paru memompa udara. Detak jantungku semakin kencang, bahkan bisa kudengar suaranya. Energi hitam itu masuk ke dada, lenyap beberapa detik setelahnya.
"Energi hijaumu semurni Dryad yang lahir dari Pohon Utama. Tentu saja aku bisa melihat semua jiwa Dryad karena aku adalah Ratu Para Dryad!"
Energi hijau yang sempat tidak keluar kemarin mendadak keluar dari seluruh tubuhku dengan deras. Energi yang keluar membentuk seperti sebuah aura yang melapisi tubuh. Luka gores di tanganku perlahan menutup. Sedangkan luka tusukan pisau di tangan sebelahnya berhenti berdarah.
Ratu Erudyne mengeluarkan sebuah pisau dari balik selendang chiton yang menjuntai hingga perut. Sang Ratu membuat goresan sepanjang lengan di kulit yang belum terluka. Darah merah kental mengucur deras. Namun anehnya itu tidak menimbulkan rasa sakit. Luka itu malah membuat energi hijau yang melapisi seluruh tubuhku menjadi lebih besar.
"Kau tahu? Seharusnya manusia sepertimu akan berakhir menjadi barang untukku." Ratu dari Para Dryad itu tersenyum menunjukkan gigi-giginya. "Apalagi kepala indahmu. Akan kujadikan cawan madu istimewa yang hanya bisa dimiliki olehku seorang."
"Ca-cawan?" Membayangkan sebuah cangkir berbentuk tengkorak kepala manusia dan kugunakan untuk minum saja membuatku ngeri. Dia dengan santai membuat cawan dari kepala manusia? Benar-benar kejam!
"Tentu saja." Sang Ratu berkata. Seorang Dryad yang bekerja membawakan sebuah cawan dari tulang kepala yang bagian matanya ditutup kayu kepada Ratu. "Lihatlah."
Ini tidak bisa dibiarkan. Dia benar-benar dendam pada manusia. Apakah mereka tidak bisa membuat cangkir dari kaca atau batu saja?
Sang Ratu melanjutkan perkataannya. "Untungnya kau barang langka yang tidak bisa kudapatkan dalam seratus tahun. Menjadikanmu sebagai prajurit terkuat Dryad lebih menguntungkan bagiku."
"Kau berpikir manusia itu barang!?" Aku berteriak. Aku menarik akar yang mengikat, mencoba meraih tubuh Sang Ratu yang seenaknya bicara. Energi hijau yang melingkupiku semakin besar, melebar hingga jangkauannya satu meter ke segala arah. Ratu Erudyne mundur selangkah. Dia tersenyum hingga matanya hampir tertutup.
"Manusia memang lucu." Ratu Erudyne tertawa. "Mereka sudah melukai parah kaum Dryad, tetapi tak ingin mendapatkan balasan dari itu."
"Tidak semua manusia itu perusak!" Aku berteriak membalas perkataan Ratu Para Dryad itu. "Aku, ayahku, dan temanku dari Kerajaan Elenio. Semuanya tidak ingin bermusuhan dengan Dryad!"
"Aku lebih tahu tentang manusia!" Ikatan yang melilit tangan dan kakiku mengencang. Sulur hijau biasa berubah menjadi sulur penuh duri tajam yang melukai hingga berdarah, membuatku meringis kesakitan. Ratu Erudyne menatapku dengan mata yang berubah menjadi hijau sepenuhnya. Aura hijau pekat melapisi seluruh tubuhnya. "Kau hanya anak kecil yang tak tahu apa-apa."
"AAARGH!" Seluruh tubuhku kecuali kepala dililit oleh sulur berduri tajam. Rasa sakitnya sama seperti luka akibat tertusuk duri mawar, tapi kali ini di seluruh tubuh. Cairan merah menetes ke lantai. Luka yang tadi menutup karena energiku kembali terbuka. Sensasi panas menggerayangi bagian yang tertusuk, ditambah gatal yang tak bisa digaruk karena tangan terikat.
Mengapa di saat seperti ini kekuatan penumbuh tanaman milikku tidak berguna!? Buat apa aku berlatih jika hasilnya tetap seperti ini!?
Sang Ratu mundur beberapa langkah. Dia mengelap pisau berlumur darah yang tadi digunakan untuk menggores lenganku dengan selendang hijau. Ratu Erudyne tersenyum puas, menampilkan jajaran gigi yang tajam.
"Membiarkanmu kabur ke Pegunungan Oread ternyata memberikan banyak manfaat." Ratu dari Para Dryad itu berucap sambil membersihkan pisaunya dari darah dengan selendang. "Seorang Oread setengah Dryad di sana mengajarkan teknik khas yang dimiliki oleh kakakku."
Jadi sejak awal aku sudah masuk ke dalam rencananya?
"Si Tua Dryopea itu, aku tahu apa langkah selanjutnya yang ia lakukan." Ratu Erudyne kembali berkata. "Hubungan baik dirinya dengan para Tetua Oread, kuyakin dia akan memanfaatkan hal itu."
Para Oread berhubungan baik dengan nenek dari Kaum Dryad itu. Tuan Milo juga mempunyai sahabat Dryad, yaitu ibuku. Sebelum Ratu Erudyne berkuasa, Oread dan Dryad baik-baik saja. Berbeda dengan sekarang. Ratu Dryad saat ini malah memanfaatkan hubungan itu untuk rencananya, dan sialnya lagi aku sudah terjebak tanpa menyadarinya.
Sang Ratu tersenyum sinis. Dia masih mengelus belati yang sudah bersih dari darah. Mata hijaunya berkilau terang, sama terangnya dengan altar ritual yang dialiri energi hijau oleh para Dryad.
"Mengkhianati mereka saat ini tidak berpengaruh. Aku akan segera menguat karena ritual dan seorang prajurit terkuat akan berada di sampingku." Ratu Para Dryad saat ini berkata. Ia kemudian berbalik ke arah anak buahnya yang sedang menyiapkan ritual.
"Kalian! Mulai ekstraksi energi!" Sang Ratu berseru kepada anak buahnya yang berjumlah tiga belas orang itu. "Setelah itu, pergilah dari sini. Biarkan dia pingsan."
"Baik, Yang Mulia!" Seluruh bawahan Sang Ratu membungkuk ke arah pemimpin mereka. Orang yang diberi penghormatan berjalan menuju ujung ruang di dalam pohon ini. Dia membuat lubang di dinding kayu dengan kekuatannya hingga sebuah pintu muncul. Ratu Erudyne keluar dari ruangan, meninggalkan kami semua.
Sensasi perih dan panas terus bertahan hingga beberapa jam. Altar yang dibuat para Dryad berubah menjadi kehijauan saat salah satu dari mereka meneteskan darahku. Beberapa kuali besar ditaruh di dekat altar, yang perlahan energiku masuk ke benda besar itu.
"Kita pergi dari sini sesuai perintah Yang Mulia Ratu." Salah seorang Dryad berkata. "Ekstraksi energi sudah lebih dari cukup untuk ritual."
Ketiga belas Dryad mengeluarkan energinya ke arah yang sama saat Sang Ratu keluar. Energi mereka memunculkan sebuah gambar pintu berwarna hijau, yang akhirnya pintu itu benar-benar terbentuk di hadapan makhluk hutan itu. Semua Dryad yang melakukan ritual keluar, meninggalkan diriku sendirian.
Aura energi hijauku melemah. Tidak ada lagi pancaran sejauh satu meter ke segala arah. Penglihatan semakin buram, hanya titik-titik cahaya keemasan yang tertangkap mata. Kepalaku pusing seakan telah terbentur. Namun dalam keadaan kurang jelas, sebuah energi hangat meredam luka akibat tusukan duri sulur. Penglihatan dan kepalaku berangsur-angsur pulih. Sekarang, aku bisa melihat seorang wanita yang mirip dengan Ratu Erudyne berdiri di depanku dengan tangan kanan diselimuti energi hijau pekat menyejukkan.
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, Nak Drie."
________________________________
Bogor, Selasa 07 November 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro