Bab 25 "Queen of Dryad Forest"
Api dan asap. Keduanya mengubah pemandangan hijau di perbatasan Pegunungan Oread dan Hutan Dryad. Puluhan pedang berapi diayunkan tanpa keraguan, menebas pohon yang menghalangi. Sedangkan lawan mereka meluncurkan akar dan sulur, mengikat para pengayun pedang hingga kehabisan napas dan tewas.
Aku terdiam, rupanya benar cerita permusuhan dua kaum itu. Semuanya tergambar nyata di pertarungan. Bilah pedang yang entah telah dilumuri apa hingga bisa terbakar memotong pepohonan dengan mudah. Pohon yang selama ini dilindungi oleh makhluk hijau penjaga hutan. Pasukan Dryad memancarkan energi hijau yang meluap, sama membaranya dengan api yang berkobar. Mereka semua bertarung, melepaskan dendam selama puluhan bahkan ratusan tahun.
"Ini buruk! Cepat serahkan mereka pada dua kaum itu!" Suara seorang pria Oread menggema keras di pegunungan yang telah penuh dengan api dan asap, membuyarkan lamunanku. Tiba-tiba, kedua tanganku ditarik oleh dua orang prajurit Oread. Mereka membawaku ke tengah-tengah pertempuran, menuju pasukan makhluk hijau peluncur sulur dan akar. Dengan batu yang melayang di sekeliling, tidak ada yang berhasil mencegah kami. Aku sudah sampai ke barisan para Dryad.
"Sialan kalian! Kenapa kalian tidak menyerahkan Pangeran Manusia itu!" Di tengah kacaunya medan perang, seorang Dryad berseru. Saat itu, seluruh tubuhku langsung dililit akar hijau yang tidak mudah putus. Menjebakku hingga tidak bisa bergerak sedikitpun.
Dua orang yang tadi mengantarku sudah kembali ke pegunungan, berdiri diantara orang-orang penghuni gunung dan gua. Mereka semua tidak ikut berperang, tapi puluhan batu tajam sudah melayang di sekeliling. Aku tahu, bukan untuk itu mereka datang ke sini. Hanya untuk mengantarkan dua orang manusia ke tujuannya dengan selamat.
"Dasar Oread pengkhianat!" Sebuah seruan dari Dryad muncul. Seruan penuh amarah dan dendam. "Serang mereka!"
Dalam pandangan yang kabur karena asap, makhluk berenergi hijau yang meluap-luap berpendar menunjukkan keberadaannya. Mereka melesat diantara pepohonan, meluncurkan serangan ke barisan orang yang diam.
"Ini tidak akan berakhir dengan cepat. Kalian, bawa mereka ke penjara yang telah Yang Mulia Ratu sediakan!" Suara yang sama seperti seruan tadi memerintah. Dia dibalas sekumpulan suara yang bercampur di kebisingan. Empat Dryad wanita berpakaian kain chiton hijau yang menutupi bagian bahu hingga betis sudah berada di dekatku.
"Baik, Komandan!" Keempat Dryad itu menyahut orang yang dipanggil 'Komandan' itu.
Pemandangan api yang melalap pepohonan semakin jauh. Mengitari perbatasan pegunungan, empat orang yang memegang akar yang melilitku melompati dahan pepohonan. Tak jarang, beberapa Oread wanita kutemui di perjalanan, tidak bergerak dan menatap kami dari atas bukit.
Tak lama kemudian, kami tiba di kawasan hutan yang dipenuhi pepohonan yang keseluruhannya berwarna hitam. Pohon yang sama dengan pohon yang dulu mengurungku. Tidak sesepi waktu itu, ada segerombol Dryad yang berdiri di depan sebuah pohon hitam terbesar di kawasan penjara. Seorang diantaranya dipayungi dua helai daun lebar oleh dua Dryad di sampingnya.
Keempat Dryad yang membawaku turun di hadapan Dryad yang dipayungi daun. Aku dijatuhkan di tanah, mendarat dalam posisi tengkurap.
"Kalian tidak bisa lebih lembut ya!?" Aku memaki, yang langsung dihadiahi sebuah pukulan di punggung oleh salah satu Dryad yang membawaku.
Aku mendongak. Keempat Dryad berlutut di hadapan orang yang dipayungi.
"Kejayaan terlimpah kepada Sang Ratu Dryad, Yang Mulia Ratu Erudyne." Mereka berempat berucap kompak.
"Cepat masukkan dia ke penjara." Orang yang dipanggil Ratu Erudyne itu memerintah. "Aku tidak sabar bermain dengannya."
Setelahnya, aku diseret masuk ke lubang di pohon hitam besar di hadapanku. Gelap dan pengap, tidak ada satupun lubang di pohon yang menjadi penjaraku ini. Akar yang mengikatku berkurang, hanya melilit tangan dan kaki saja.
Sebuah lubang kemudian muncul di depanku, membawa masuk sedikit udara dan cahaya ke tempat ini. Siluet orang yang tadi dipanggil Ratu menghalangi jalan cahaya. Saat itu, kaki dan tanganku seperti ditarik ke arah yang berbeda, seperti sebuah pohon kecil yang diikat ke banyak tiang agar tegak. Bukannya berdiri tegak, aku malah terangkat beberapa centi dari lantai kayu yang berada di dalam pohon. Tubuhku terangkat dalam keadaan merentangkan tangan dan kaki.
"Kita akan bersenang-senang, Dryas Altair." Wanita itu mendekat. Celah pohon menutup saat ia berjalan, membawa kembali kegelapan ke ruangan. Namun sedetik kemudian, banyak obor di penjuru ruangan menyala serentak. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas siapa orang yang ada di hadapanku.
Seorang wanita yang berpenampilan seperti ibunya Damian, tidak terlalu tua tapi tidak muda. Ada sedikit kerutan di wajahnya yang cerah. Beberapa helai rambutnya sudah memutih. Balutan kain chiton hijau tua dengan tambahan kain mirip selendang berwarna sama yang melekat di bahu. Mata hijaunya yang tajam menyala terang. Dia Ratu Dryad saat ini, Ratu Erudyne.
Tangan putihnya mengeluarkan sebuah botol dari balik punggung, botol berisi cairan hitam pekat. Ia membuka tutup gabus botol, kemudian berjalan ke arahku. Sang Ratu menempelkan ujung botol ke mulutku, memiringkannya hingga cairan hitam itu mengenai bibirku.
"Bukalah mulutmu. Aku akan membuatmu menjadi prajurit Dryad terkuat yang pernah ada!"
Aku merapatkan bibir. Tidak akan kubiarkan cairan hitam itu masuk ke mulut, apalagi niat Sang Ratu sudah jelas. Dia ingin menjadikanku prajurit Dryad, menjadi bawahannya.
"Kau memang tidak menurut, ya?" Dia memegang pipiku dengan tangan kirinya, menekan kedua sisi pipi dengan jempol dan telunjuk. Bibirku yang telah rapat bercelah, cairan hitam pekat di botol kaca berhasil masuk ke mulut. Ikatan di tanganku mengendur, menyebabkan badanku jatuh perlahan dalam keadaan miring. Seluruh cairan di botol telah masuk ke mulut, melewati kerongkongan hingga perut.
"Takdir yang dibicarakan kakakku tidak akan terjadi jika kau menjadi prajuritku dan jiwamu berada di tanganku." Ratu Erudyne terkekeh pelan. Ia melemparkan botol kaca ke sudut ruangan. Suara pecahan kaca menggema di ruang yang hanya diisi oleh dua orang ini.
Sensasi terbakar muncul sesaat setelah cairan hitam pekat masuk ke perut. Kerongkonganku seakan dilumuri dengan bubuk lada hitam pedas. Perutku seakan diperas habis seperti pakaian yang dikeringkan. Cairan hitam itu kembali keluar dari mulut. Namun sensasi itu tidak hilang.
"AARRGGHH!" Aku berteriak. Kedua kaki dan tangan memberontak, mencoba memutuskan tali pengikat untuk melepaskan diri. Sayangnya, akar yang mengikat semakin kencang. Aku kembali ke posisi semula, menghadap ke Ratu Para Dryad.
Ratu Erudyne mengeluarkan sebuah pisau dari balik selendang. Ia membolak-balikkan benda tajam itu hingga mataku silau karena kilauan besi. Dielusnya pisau berkilau itu pelan dengan selendangnya.
"Tidak usah khawatir. Ritual Pemisahan Roh Pohon akan segera dimulai." Sang Ratu berkata. "Namun sebelum itu, aku akan menyelesaikan dirimu terlebih dahulu."
Sang Ratu melangkah lebih dekat. Dia mengacungkan pisau yang ia pegang. Mata hijau gelap Ratu Erudyne terbuka lebar, bersamaan dengan senyuman mengerikan yang menampilkan jajaran gigi tajam milik perempuan itu.
Aku bergidik. Astaga, dia benar-benar serius menginginkanku. Dia berperang dengan para Oread demi memenjarakanku lagi, menjadikan diriku bawahan terkuatnya.
Sebuah goresan dibuat oleh wanita itu, di tanganku. Perih seketika menjalar ke seluruh tubuh, luka besar menganga lebar dan mengeluarkan banyak darah. Aku terperanjat, mengerahkan tenaga untuk lepas dari jeratan akar yang mengikat. Gumpalan energi hijau muncul di kedua tanganku. Namun keduanya langsung padam. Sang Ratu tersenyum ke arahku.
"Tanganmu terluka, Nak. Kekuatanmu tidak akan berfungsi." Sang Ratu berkata sambil terkekeh.
Aku menatap Sang Ratu lekat-lekat. Aneh, sejak kapan kekuatan Dryad bisa hilang? Bukankah sekarang aku bisa mengendalikan kekuatan Dryad milikku?
Ratu Erudyne berjalan mendekatiku. Ia menancapkan pisaunya di telapak tanganku, menembus hingga ke punggung tangan. Aku menjerit sekeras-kerasnya, berharap ada seseorang yang menolong. Ah, itu mustahil. Tidak ada satupun orang yang mau melepaskanku dari genggaman Ratu Dryad. Kali ini tidak ada Nenek Dryopea yang akan menolong. Aku sendirian.
Sang Ratu berbisik di telinga, mengatakan sebuah fakta baru yang sulit kuterima. "Tangan itu perpanjangan kekuatan Dryad, Nak. Selama tanganmu terluka, energi hijau akan fokus menyembuhkan itu."
Seluruh tubuhku lemas, kehilangan perasa sakit meski sebuah luka gores besar menganga di lengan. Orang yang merupakan ratunya para Dryad itu mencabut pisau yang menancap di tanganku, pisau yang kini penuh darah.
Perih luar biasa menyebar ke seluruh tubuh. Kepala mulai pusing karena terlalu banyak darah yang keluar. Seketika pemandangan berubah menjadi hitam.
"Tidurlah, Nak." Suara lembut Sang Ratu merasuk ke telingaku, membawa rasa kantuk yang besar hingga mataku tertutup. "Saat terbangun nanti, kau akan menjadi prajurit Dryad terkuat yang pernah ada."
Itu artinya sama dengan aku mati, jiwaku berada di tangan Sang Ratu. Harapan untuk bertemu Ibu sudah pupus. Aku berucap dalam hati, meski ibuku tidak akan mendengar apa yang kukatakan.
Maafkan aku, Ibu. Anakmu ini tidak bisa bertemu denganmu untuk terakhir kalinya.
_________________________________
Bogor, Selasa 31 Oktober 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro