Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 24 "Fire, Stone, and Leaf"

Aroma lilin madu yang terbakar menyeruak ke hidung. Udara pagi yang segar dipenuhi asap dari pembakaran lilin. Puluhan keranjang buah, sayur, dan gandum dijajarkan di depan patung batu seorang wanita yang memegang sebuah busur dan anak panah dalam posisi siap menembak. Tak lupa pula botol-botol kaca yang berisi ramuan dan obat ikut disertakan dalam acara pagi ini.

Sekali lagi, semua Oread di Pegunungan Oread berkumpul di kuil tempat mereka memuja dewi mereka, Dewi Artemis. Tujuan mereka? Berdoa untuk keselamatan dan memberkatiku supaya selamat dari kejahatan Dryad.

Kakek Avram sebagai kepala desa berdiri paling depan di barisan Oread yang berkumpul, menghadap ke patung dewi pujaan mereka. Ia memanjatkan doa-doa dalam bahasa yang tak kumengerti sambil menuangkan anggur dari sebuah kendi ke dalam mangkuk logam lebar yang agak datar tepat di altar kuil. Namun di akhir sebuah kalimat, perkataannya dapat kumengerti.

"Kami, kaum nimfa gunung, telah menuang persembahan curahan." Kakek Avram berucap lembut sambil menuangkan anggur.

Semua yang hadir menyatukan kedua tangan di dada saat mendengar kalimat itu, berdoa dengan sepenuh hati dalam keadaan genting yang menimpa, begitu juga aku. Mengalahkan semua Dryad itu mustahil, apalagi di rumah mereka sendiri. Namun aku yakin akan ada sebuah keajaiban, sama seperti kekuatanku yang dulu hilang kendali kini bisa kukendalikan dengan mudah. Di beberapa buku yang kubaca, Sang Hero harus mengalami ujian berat sebelum mendapat pertolongan. Mungkin hal itu yang sedang terjadi saat ini.

Mangkuk logam yang lebar dan datar sudah dipenuhi anggur yang dituangkan. Pemimpin ritual meminum anggur yang tersisa di kendi, kemudian menaruh wadah tadi di samping mangkuk. Kakek Avram kembali menuangkan satu kendi madu ke mangkuk yang masih kosong, kemudian menaruh mangkuk madu di dekat mangkuk anggur, begitu juga dengan kendinya. Ritual persembahan telah berakhir.

Kakek Avram menghadap ke orang-orang yang dipimpinnya. Sang kakek memanggilku dan Thias pelan, kami berdua menghampirinya.

"Ada apa, Kek?" Aku bertanya padanya, tapi dia tidak menjawab. Kakek Avram malah menuangkan anggur dari kendi ke dua buah mangkuk yang lebih kecil dari mangkuk di altar. Kepala Desa kemudian menyerahkannya kepadaku dan Thias.

"Minumlah ini, Nak." Ia berucap sambil menawarkan.

Thias mengambil salah satu mangkuk tanpa ragu. Ia meminum anggur dalam satu tegukan. "Ahh, segar!" Ia mengusap sisa anggur di mulutnya dengan tangan.

Ugh, dia minum tanpa ragu? Yang Mulia Raja mengizinkan hal itu di kerajaannya?

"Kau tidak mau anggur, Nak?" Kakek Avram menyodorkan semangkuk anggur yang masih penuh.

"Tidak, Kek. Aku tidak minum." Aku menolak tawaran sang kakek. Usiaku bahkan belum 18 tahun, artinya aku belum diperbolehkan minum itu.

"Kau mau madu?"

"Lebih baik madu daripada anggur."

Kakek Avram menuangkan anggur dari kendi ke sebuah mangkuk, kemudian menyerahkannya kepadaku. Aku mencicipi sedikit madu dari mangkuk. Kakek yang memimpin ritual menghadap ke arah para Oread.

"Para Oread sekalian, hari yang kita harapkan sekaligus kita takutkan sudah datang. Perang telah pecah dan kita terseret dalam konflik. Namun, kedatangan seorang manusia setengah Dryad akan menolong kita semua." Kakek Avram berucap lantang, kemudian menoleh ke arahku. "Anak ini, Dryas Altair, akan menepati takdirnya sekaligus menghentikan perang."

Seandainya aku bukan manusia setengah Dryad, semua ini tidak akan terjadi padaku. Tidak akan diincar Ratu Dryad, dipenjara lalu berhasil kabur, dan dipaksa menghentikan perang dua kaum yang selalu berseteru. Takdir? Mungkin itu penyebabnya.

Kakek Avram melanjutkan pidatonya. "Kita tidak bisa menghindar lagi. Kita harus menghadapi perang ini untuk melindungi wilayah kita dan prinsip yang selalu kita pegang, berdamai dengan sesama kaum nimfa dan menolong orang yang membutuhkan bantuan. Menghadapi perang ini adalah tugas dari Sang Dewi. Karenanya, kita akan memberkati anak yang menolong kita dan anak manusia dari Kerajaan Elenio yang nantinya akan menjadi pemimpin."

Kakek Avram menyuruhku dan Thias untuk berlutut. Kami berdua mengikuti perintahnya. Sang Kakek kemudian membaca doa yang tak kuketahui artinya. Setelahnya, dia memberikan sebuah belati dan sebotol ramuan obat kepadaku dan Thias.

"Terimalah ini, Nak, sebagai sesuatu yang dapat menolong kalian." Kakek Avram berkata.

Aku meraih botol dan belati itu, begitu juga Thias. Kami berdua bangkit, berdiri tegak di hadapan Kakek Avram yang memimpin ritual.

"Setelah ini, kalian berdua akan  berpisah. Drie menuju Hutan Dryad, sedangkan Thias pergi ke pasukan manusia yang sudah bersiap di perbatasan. Kami akan mengawal kalian hingga ke tempat yang telah ditentukan." Kakek Avram berkata sambil memegang bahuku dan Thias. "Semoga kalian berhasil."

***

Melayang di batu yang dikendalikan memang menyenangkan. Rasanya seperti berselancar di udara. Sayangnya, ini mungkin jadi kali terakhir aku menaiki papan batu yang dilayangkan oleh tetua Oread setengah Dryad, Tuan Milo. Puluhan Oread berbaris rapi di sekeliling Tuan Milo, Thias, dan aku. Mereka mengawal kami yang terbang menuju ke arah tenggara, wilayah terdekat menuju ke Kerajaan Elenio. Bebatuan kecil dan tajam melayang di sekitar, berada dalam kendali para nimfa gunung itu. Theo tidak bersama kami karena ia sudah pulang ke Kerajaan Elenio beberapa hari lalu.

Dalam keadaan melayang, Thias bertanya pada Tuan Milo. "Tuan, kenapa kita harus bersatu seperti ini? Bukankah kami harusnya bergerak ke arah yang berbeda?"

Tuan Milo yang berdiri di depan kami berdua menoleh ke belakang. "Karena para Dryad meminta untuk mengantarkan Drie ke tenggara. Mereka sepertinya sedang berhadapan dengan pasukan manusia dan senjata rahasianya."

Pantas saja mereka meminta itu. Namun bukankah itu masih aneh? Jika mereka menangani manusia, bagaimana bisa mereka menangkapku?

"Karena prajurit terbaik Dryad berkumpul di sini, Nak." Tuan Milo menjawab pertanyaan yang terlintas di pikiranku. "Itulah mengapa kami juga membawa para Oread agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan."

Akhirnya setelah perjalanan panjang, kami sampai ke kawasan pegunungan batu di tenggara. Kawasan yang berbatasan langsung dengan Hutan Dryad yang telah disepakati sebagai titik pertemuan. Tuan Milo mendaratkan lempengan batu yang digunakan untuk terbang oleh kami semua di sebuah tanah terbuka yang dekat dengan hutan. Debu di tanah beterbangan saat puluhan lempengan batu yang dikendalikan oleh Tuan Milo turun.

Tak disangka, baru saja mendarat, puluhan sulur tajam melayang ke arah kami. Papan batu digunakan sebagai perisai, menutupi segala arah serangan. Tidak ada satupun sulur yang berhasil menyentuh kami. Kami berhasil selamat.

"Sial! Sudah kuduga mereka akan melakukan ini!" Tuan Milo memaki. Para Oread membentuk formasi lingkaran, melindungi orang yang mereka antarkan. Puluhan batu kecil yang tajam melayang di sekitar kami, mungkin akan digunakan sebagai serangan balasan.

Tuan Milo mengangkat tangan kanannya, membuka lempengan batu yang tadi menjadi perisai. Ia kemudian menurunkan tangannya pelan.

"Luncurkan!" Dia memerintah. Seketika itu batu-batu yang melayang diluncurkan ke arah pepohonan di hutan yang berbatasan dengan Pegunungan Oread. Banyak daun dan batang yang patah tapi tidak sampai membuat pepohonan tumbang, menyingkap keberadaan para makhluk bertubuh hijau di baliknya.

"Kalian sudah melanggar perjanjian!" Tuan Milo berteriak, mengacungkan telunjuknya ke para Dryad yang muncul. "Inilah sebab kami tidak mau menyerahkan manusia kepada kalian! Bahkan kami para nimfa kalian serang juga!"

Para Dryad perlahan keluar dari pepohonan. Energi hijau melimpah muncul menguar dari seluruh tubuh mereka. "Kami meminta kalian menyerahkan dua manusia yang menjadi incaran kami, tapi kenapa kalian malah akan melepaskannya ke kerajaan manusia yang sudah menyerang kami?"

"Ini demi perdamaian." Nada bicara Tuan Milo melembut. Ia maju, membelah barisan para Oread yang melindungiku dan Thias. "Aku tahu apa yang kalian akan lakukan pada kedua manusia yang kami bawa."

Seorang Dryad yang aura hijaunya lebih pekat dari yang lain maju. Di tangannya, sebuah bola energi hijau tua menggumpal dan siap diluncurkan. "Sudah pasti kalian semua tidak ingin bernasib sama seperti mereka, 'kan?"

"Justru kalianlah yang akan mati, para Dryad." Dari arah lain, banyak prajurit berbaju besi dan mengacungkan pedang yang terbakar kepada para Dryad. Orang yang merupakan bawahan Agathias, Theo, muncul di tengah para prajurit manusia. "Kami akan melindungi pangeran kami apapun yang terjadi!"

____________________________

Bogor, Kamis 19 Oktober 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro