Bab 21 "The Weapon"
"Waktu kita tidak banyak, ya?" ucap Tuan Milo saat Sang Kepala Desa membuka gulungan dari Oread wanita.
Apa maksud Tuan Milo? Apa isi surat itu sebenarnya?
Kakek Kepala Desa yang bernama Tuan Avram itu melemparkan gulungan yang terbuat dari kulit yang tadi ia baca. Dari kejauhan, aku melihat tangan sang kakek mengepal. "Ritual Pemisahan Roh Pohon sudah dimulai." Kakek Avram menggeram sambil mengepalkan tangan.
"Nyonya Dryopea berhasil kabur dari penjara, berupaya untuk membebaskan Sang Ratu." Tuan Milo yang berdiri di samping Kakek Avram berucap datar, tidak seperti Kakek Avram.
Memang benar perkataan Tuan Milo, Nenek Dryopea saat itu menghadang para Dryad yang hendak menangkapku. Dia mengeluarkan kekuatan besar dengan memanggil pepohonan di sekitar, memblokir setiap sulur tanaman yang diluncurkan Eunide dan teman-temannya. Aku berhasil kabur hingga sampai ke sini sesuai perintahnya.
Aku mendekat ke dua tetua Oread yang tadi mengawasi latihan. Berdiri di samping Tuan Milo, aku bertanya. "Apa surat itu ditulis oleh Nenek Dryopea?"
Kakek Avram dan Tuan Milo menoleh ke arahku. Tuan Oread setengah Dryad menjawab pertanyaanku. "Ya, Nak. Dia menulis surat ini."
"Apa yang terjadi pada Ratu Adrysia?" Ritual Pemisahan Roh Pohon, apa hubungannya dengan beliau? Ritual Pemisahan Roh itu seperti apa?
Dua tetua yang berdiri di hadapanku tidak menjawab. Mereka menoleh ke depan.
"Aku harus segera mengadakan pertemuan para tetua." Kakek Avram berkata. "Jika begini, para Dryad sudah cukup kuat untuk menyerang kita."
"Anda benar, Tuan Avram." Tuan Milo membenarkan perkataan Kakek Avram. "Ratu Erudyne akan menguat saat ritual ini berlangsung."
Tangan Tuan Milo dan Kakek Avram terangkat. Dua lempengan batu dari air terjun melayang ke arah mereka. Kakek dan Avram dan Tuan Milo menaiki lempengan batu yang telah berada di depan.
"Ayo, Nak! Naiklah!" Aku naik di lempengan batu yang diterbangkan oleh pria Oread setengah Dryad ini. Kedua lempengan batu kemudian naik perlahan, melaju kencang secepat kuda yang dipacu.
Lempengan batu melewati dahan pohon yang bercabang. Daun berjatuhan saat kami bertiga lewat dengan kecepatan tinggi. Menembus remang-remang hutan, kami akhirnya menuju ke cahaya terang di bibir hutan yang terhampar banyak ladang dan kebun berbagai macam tanaman. Para Oread yang sedang berkebun di bawah kami menatap ke atas, melihat batu melayang yang melintas.
"Hai, semuanya!" Aku melambaikan tangan kepada Oread yang sedang menanam tanaman di bawah. Mereka membalas dengan melambaikan tangan juga.
Beberapa menit terbang di lempengan batu melewati kawasan hijau Pegunungan Oread, kami bertiga akhirnya sampai di sebuah gunung batu dengan lubang besar di kaki gunung, rumah Kakek Avram Sang Kepala Desa. Kakek Avram dan Tuan Milo mendaratkan lempengan batu di mulut gua. Perlahan-lahan, batu melayang menapak tanah. Kami mendarat dengan selamat.
"Kau sudah melakukan telepati dengan para tetua, Tuan Milo?" Kakek Avram bertanya pada Tuan Milo.
"Saya sudah menghubungi Nyonya Creta dan tetua lain untuk hadir di Ruang Pertemuan, Tuan." Tuan Milo menjawab.
"Kemampuan spesialmu itu selalu bisa diandalkan dalam situasi seperti ini."
"Semuanya berkat bimbingan Anda, Tuan."
Apa? Selain bisa membaca pikiran, dia juga bisa melakukan telepati? Jika ini bukan tempat para makhluk mitologi, aku tidak akan percaya itu. Sayangnya, keberadaan mereka saja sudah membuktikan bahwa fantasi itu ada.
"Kau terkejut, Drie?" Tuan Milo menoleh dengan senyuman manis yang sama sekali tidak cocok dengan wajah tegasnya. Seperti mawar berduri tapi durinya berupa bunga juga.
Ups! Jangan sembarangan, Drie! Dia bisa membaca pikiranmu!
Kami bertiga masuk ke gua. Keadaan barang-barang yang ada masih sama, tidak ada yang berbeda dengan kemarin saat aku membaca buku tua itu. Sebuah ruangan gua yang mungkin sama luasnya dengan Kuil Dewi Artemis yang pernah kukunjungi ini diisi beberapa rak yang terdapat banyak buku di dalamnya. Di tengah ruangan, ada sebuah meja batu berbentuk lingkaran. Beberapa batu berbentuk kubus mengelilingi meja. Berbeda dengan gua kebanyakan, di gua milik Kakek Avram tidak ada batu stalaktit dan stalagmit. Tempat ini rata dan mulus.
Kakek Avram membenahi rumah tempat tinggalnya. Ia melayangkan sembilan batu yang disusun berhadapan dalam dua baris dengan jarak beberapa meter, dan di tengah ujung barisan diletakkan sebuah batu yang lebih besar dari batu lain. Kakek Avram kemudian duduk di batu terbesar, sedangkan Tuan Milo duduk di batu kubus barisan kiri dekat Kakek Avram. Aku duduk di samping Tuan Milo.
Tak lama kemudian, para tetua datang. Lima tetua yang seluruhnya adalah wanita Oread memasuki gua. Kami bertiga berdiri, menyambut kedatangan mereka.
"Silahkan duduk, para tetua sekalian." Kakek Avram berucap, kami semua kemudian duduk
Tak lama kemudian, Iona dan Thias datang. Mereka berdua membungkuk ke hadapan Kakek Avram, lalu duduk di batu kosong di dekatku.
"Seperti yang sudah kita ketahui, konflik Dryad dan manusia sedang memanas." Kakek Avram berkata, membuka pertemuan ini. "Para manusia berencana untuk membawa pulang pangeran mereka dari sini, menembus Hutan Dryad. Jelas Dryad tidak akan membiarkan itu terjadi."
Nyonya Creta, tetua yang waktu itu ikut mengepungku, mengangkat tangannya. Ia berkata, "Mengapa kita tidak menyerahkan Pangeran Agathias kepada mereka, Tuan? Bukankah dengan begitu, perang ini tidak akan terjadi?"
"Yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana cara kita membawa Agathias keluar dari Pegunungan Oread tanpa diketahui oleh para Dryad." Tuan Milo berkata. "Dengan keadaan seperti ini, para Dryad paham bahwa manusia yang mereka incar bukanlah manusia sembarangan."
"Tuan Milo benar, Nyonya Creta." Kakek Avram menimpali. "Dryad yang agresif dan cenderung mengabaikan perintah Sang Dewi akan menyerang kita. Sedangkan hukum kita sudah jelas, jangan menyerang sesama Kaum Nimfa."
Seorang wanita Oread yang rambutnya mulai memutih mengangkat tangan kanannya, meminta kesempatan untuk bicara. "Lalu, apa solusinya, Tuan?"
"Yang harus kita pikirkan saat ini adalah keselamatan Kaum Oread," jawab Kakek Avram. Ia memijat pelipisnya yang mulai dipenuhi kerutan. "Sayangnya itu juga tidak mudah karena keadaan saat ini."
"Betul, para tetua sekalian." Tuan Milo mengeluarkan suara. "Ratu Erudyne telah memulai Ritual Pemisahan Roh Pohon, menjadikannya kuat selama proses ritual."
Para tetua yang hadir terlonjak. Mata mereka membelalak selama beberapa detik, alis coklat yang mulai kelabu mengerut.
"Ditambah lagi, para manusia sedang mengembangkan sebuah senjata yang bisa menghancurkan Hutan Dryad dengan mudah." Kakek Avram melirik ke arah Thias yang duduk di sampingku. "Tolong jelaskan rincian senjata itu, Nak."
Agathias berdeham. Dia kemudian bicara. "Saya kurang tahu senjata apa yang sedang dikembangkan oleh para peneliti Kerajaan Elenio." Anak berambut pirang yang merupakan pangeran itu berkata. "Pengembangan senjata itu langsung ditangani oleh Yang Mulia Raja."
Tetua Oread yang tadi bertanya pada Kakek Avram bertanya pada Thias. "Adakah sesuatu yang Anda ketahui?"
Thias mengangguk. Matanya melirik ke kiri dan kanan, entah apa yang dipikirkan anak itu.
"Ada apa, Thias?" Aku bertanya.
"Aku bingung bagaimana cara menjelaskannya." Thias menjawab.
"Apa senjata itu berupa panah berapi?" Senjata pertama yang kupikirkan. Namun, panah tidak bisa menghancurkan banyak Dryad dengan mudah. Apa sebenarnya senjata itu?
"Bukan." Thias membalas. "Bentuknya mirip sebuah pelontar batu, dengan peluru batu yang terbakar."
"Sebuah ketapel pelontar batu?" Kini, Kakek Avram bertanya.
"Mungkin seperti itu bentuknya, Tuan." Agathias menjawab. "Saya tidak tahu rinciannya, karena pengerjaan senjata ini rahasia dan hanya Raja serta para peneliti saja yang tahu persis bentuknya."
Ruangan pertemuan hening tidak ada yang bersuara. Para Oread tidak mengetahui bentuk persis dari senjata andalan Kerajaan Elenio yang bisa membuat mereka percaya diri dalam menyerang Hutan Dryad. Bahkan sang pangeran, Thias, hanya mengetahui sedikit saja.
Masih dalam keadaan hening, seorang perempuan Oread muda memasuki gua tempat pertemuan. Rambut coklat perempuan itu dikepang sepunggung. Ia mengenakan pakaian mirip gaun seperti yang dikenakan oleh Iona. Sang Oread kemudian membungkuk pada Kakek Avram. Aku menoleh ke arah Tuan Milo. Ia menggelengkan kepala.
Kali ini, hal apa yang dibaca Tuan Milo dari pikiran Oread itu?
Sang perempuan menyerahkan sebuah gulungan yang terbuat dari daun dengan lilitan tali kepada Kepala Desa. Kakek Avram membuka ikatan, kemudian menatap ke sehelai daun dengan mata yang membelalak.
"Mereka mengancam kita untuk menyerahkan buruan mereka."
_______________________________
Maaf ya, Author baru update sekarang. Seminggu ke belakang, Author lagi gak enak badan. Jadinya baru bisa update hari ini. Makasih yang udah nunggu dan tetap setia membaca DTHD, dukungan kalian jadi bahan bakar semangat buat Author.🥰❤
Bagi yang penasaran kelanjutan DTHD, kalian bisa capcus ke akun Bestory dan Karyakarsa dengan nickname yang sama ya. Silahkan cari cerita dengan judul yang sama yaa. Di sana udah up ampe bab 31, gratis dari bab 1 sampe 5. Untuk bab seterusnya berbayar ya. Di KK, per-babnya 2k aja. Kalo di Bestory, 1,5k.
Bogor, Senin 21 Agustus 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro