Bab 17 "A Message"
Balutan kain yang telah dilumuri obat herbal diikatkan ke persendian dan bagian tubuh yang terluka. Tangan cekatan sang perempuan Oread membuat semua luka yang tidak seberapa ini tertangani dengan cepat. Tidak ada satupun lecet yang tidak tertutupi dengan obat-obatan buatannya. Meski luka yang ada sangat kecil dan tidak membahayakan.
"Pengobatan kami memang tidak semanjur para Dryad, setidaknya ini bisa mencegah lukamu semakin parah." Perempuan berambut coklat sebahu itu berucap sambil membebat kakiku yang tergores lapangan batu Gelanggang Tarung. Aroma jahe menguar dari kain yang ia ikatkan, hangat dan segar.
"A-apa ini tidak berlebihan?" Aku bertanya dengan gugup. Dia memaksaku dan Thias untuk diobati di gua tempat tinggal si perempuan Oread itu. Dia bahkan mengobati kami tanpa canggung sama sekali seperti seorang suster rumah sakit yang terbiasa menangani pasien.
"Wajahmu memerah. Mau kuambilkan obat demam?" tanya Iona, perempuan yang mengobati kami berdua. Apa? Wajahku memerah?
"Ti-tidak usah." Aku menolak tawaran Iona dengan terbata-bata. "Obat ini sudah cukup."
"Serius, Drie." Agathias yang duduk di sampingku berkata. "Wajahmu itu sudah semerah tomat."
"Kau pasti berbohong, 'kan!" Aku meninju pelan bahu Agathias yang sudah dibalut perban. "Pasti ini karena terlalu banyak energi yang kukeluarkan."
"Jangan berbohong, Drie!" Agathias menatapku serius dengan mata coklat terangnya. "Kau menyukai Iona, 'kan?"
"E-eh! Dasar pangeran tak tahu etika!" Aku memukul lebih keras bahunya, menimbulkan bunyi 'duk' keras.
"Percuma kuobati dia jika kau terus memukulinya, Drie." Iona yang tadi duduk di depan kami membuang muka. Ia mendelikkan mata, menatap ke arah lain di gua yang penuh dengan obat-obatan juga barang yang terlihat kuno ini.
"Maafkan aku, Iona." Aku membetulkan perban bahu Thias yang bergeser karena pukulanku. "Aku tidak bermaksud seperti itu."
"Tenang saja, Iona." Agathias menatap sang Oread perempuan. "Jika dia serius, dia akan menumbuhkan pohon untuk menggantungku seharian di pohon itu."
"Hahaha!" Aku tertawa kencang hingga suaraku bergema di gua. "Aku masih belum bisa melakukan itu."
Iona bangkit dari duduknya. Ia mengambil sesuatu dari rak di dekat batu paling besar di gua ini. Sebuah buku tebal dan berdebu yang terbuat dari kulit hewan.
"Apa itu?" Aku bertanya penasaran. Buku itu lusuh seperti sudah berusia seratus tahun. Permukaan buku yang penuh debu itu pasti menunjukkan seberapa tua usianya.
Iona meniup debu yang menempel di buku yang terbuat dari kulit hewan itu. Ia membuka halaman pertama dan memberikan bukunya padaku. "Ini buku tentang kita yang ditulis manusia dari Dunia Luar."
"Pasti buku ini tidak hanya berisi itu." Aku menduga hal itu. Tidak mungkin buku setia ini hanya menyimpan satu informasi saja.
"Kau benar," ucap Iona, "ini sebenarnya kumpulan catatan mengenai Oread maupun Dryad yang ditulis oleh banyak orang."
Banyak orang. Sekumpulan pengetahuan yang berpadu dari para penulis yang berbeda. Dari halaman kulit yang mulai lusuh, kurasa halaman pertama ini yang paling tua diantara halaman lain. Aku membaca halaman pertama, berisi tentang Dryad dan Oread.
"Mereka punya sifat yang berbeda meski berasal dari kaum yang sama, nimfa." Aku membaca dengan suara yang agak keras hingga terdengar oleh Thias dan Iona. "Dryad lebih tertutup pada kami, orang Dunia Luar, daripada Oread yang senang hati bertukar ilmu."
"Kuyakin bukan itu yang ingin kau baca, Drie." Iona berkata.
"Lalu untuk apa kau memberikan buku ini?" Aku membalas dengan bertanya pada sang Oread.
"Mengetahui kekuatan sebenarnya dari seorang Dryad."
"Ini pasti pengetahuan yang diincar oleh semua Dryad." Sangat berbahaya jika buku ini jatuh ke tangan Dryad jahat. Jika Ratu Dryad saat ini mengetahui keberadaan buku berisi kumpulan pengetahuan di Gunung Oread, pastilah pasukan Dryad akan segera mengepung tempat ini.
"Ada baiknya Dryad bersifat tertutup pada manusia." Iona duduk di sampingku di sebongkah batu panjang dan besar yang ada di dalam gua tempat tinggalnya.
Eh? Mengapa dia terlalu dekat denganku!
"Kami para Oread, bahkan Tuan Milo, tak akan bisa mencegah Dryad yang membuka semua kekuatannya." Iona kembali berkata.
"Lalu kenapa kau memberikannya padaku?" Aku mempertanyakan hal ini. Aku memang bertubuh seorang manusia, tapi tetap saja aku punya kekuatan Dryad di tubuhku. Begitu mudahnya dia percaya padaku. Pasti ada sesuatu yang aneh.
"Sang Penjaga Kuil, Nona Foibe, memerintahku untuk memberikannya padamu nanti saat kau butuh."
Nona Foibe Sang Penjaga Kuil. Dia sangat dihormati oleh para Oread. Saat pertemuanku dengannya, dia berkata bahwa Sang Dewi akan mengabulkan permohonanku. Dia akan mengusahakannya.
"Sembunyikanlah buku ini dari para Oread, terutama para tetua." Iona berbisik di telingaku. "Aku akan meminta izin dahulu pada ibuku."
"Baiklah, Iona. Terima kasih telah mengobati kami dan meminjamkan buku ini." Aku bangkit dari duduk, diikuti oleh Agathias. Aku menyembunyikannya di balik baju agar tidak ada siapapun yang menyadari. Kecuali kami bertiga tentunya.
***
"Apa yang harus kita lakukan, Drie?"
"Ini benda yang sangat penting. Aku tidak menduga ini terjadi."
Iona berkata bahwa kami harus merahasiakannya dari para Oread, terutama para tetua. Kuyakin rahasia ini takkan bertahan lama. Ada seseorang yang bisa membaca pikiran kami dengan mudahnya, seorang pria Oread setengah Dryad, Tuan Milo.
"Kita pasti dihukum berat karena mengetahui rahasia yang disembunyikan oleh mereka." Agathias mondar-mandir berjalan di lantai gua yang lembab tempat kami berdua tinggal di kawasan para Oread ini.
"Apa kukembalikan saja?" Demi menghindari hal buruk, sebaiknya buku tua ini kusimpan lagi di rak buku di rumah Iona. Pikiranku tak terkendali, khawatir membocorkan rahasia ini ke para Oread, terutama Tuan Milo. Rahasia sebesar ini mustahil tak terdengar telinganya. Saat di hutan Gunung Oread pun, dia bisa mengetahui kami berdua bicara dengan Theo. Hasilnya, para Oread menjadi waspada dan menggelar patroli malam.
"Tapi isi buku itu penting." Masih berjalan-jalan tidak jelas kesana kemari, Agathias menjawab sambil memegang dagunya. "Mungkin saja ada ilmu pedang yang ampuh dan bisa saja ada rahasia kekuatan yang tidak dimiliki oleh para Dryad."
Ini benar-benar membingungkan. Rugi jika buku ini tidak kami baca. Namun akibatnya, para Oread mungkin saja akan menghukum kami berdua. Ditumbuk batu raksasa yang jatuh dari ketinggian, misalnya.
"Dia berkata, mendapat petunjuk dari Foibe Sang Penjaga Kuil, 'kan?" Nona Foibe itu dihormati di sini. Tuan Milo juga mengetahuinya. Namun, aku tidak pernah bertemu lagi dengannya setelah pertemuan kami di Kuil. Entah pergi kemana Sang Penjaga Kuil itu.
"Aku belum pernah bertemu dengan Nona Foibe itu, Drie." Agathias membalas perkataanku. "Aku kurang percaya padanya."
Saat asyik berbicara dengan Thias, suara seseorang yang familiar muncul di gua kecil penuh stalaktit dan stalagmit ini. Tubuh tinggi kekar orang itu menjulang di mulut gua yang kurasa tingginya sekitar dua meter. "Nona Foibe itu adalah nama lain dari Dewi Artemis, Nak." Orang itu berkata.
"Eh? Tuan Milo?!" Aku dan Thias refleks menyapa sang Oread setengah Dryad itu. Kusembunyikan buku yang tadi hendak kubaca di bawah pahaku, terduduki olehku. Sedangkan sang pangeran menjadi diam, tidak berjalan lagi.
Jangan pikirkan itu, Drie, jangan pikirkan. Jangan sampai ia tahu pikiranku.
Tuan Milo masuk ke tempatku dan Thias tinggal di Pegunungan Oread ini. Ia melangkah pelan. Di tangan kanannya, sebuah perkamen berwarna coklat dipegang erat oleh sang Oread. "Asal kalian tahu, Nona Foibe akan menemui orang yang Sang Dewi pilih."
Itu artinya aku orang yang dipilih Sang Dewi?
Tuan Milo duduk di sampingku, di sebuah batu persegi panjang mirip bangku taman. "Aku juga tahu apa yang kau duduki, Nak."
Sudah kuduga, para Oread akan menemukan kami dalam waktu yang singkat. Habislah sudah riwayatku.
"K-kumohon, Tuan. Jangan adukan kami." Aku bangkit, menyerahkan buku tua pemberian Iona pada Sang Oread setengah Dryad ini. Namun, Sang Oread malah menolaknya.
"Kalian berdua sudah ditakdirkan untuk membaca buku ini." Tuan Milo mengambil buku itu, tapi kembali diletakkan di kedua telapak tanganku. "Bacalah isinya, Nak."
Aku bangkit, memeluk buku yang diberikan oleh Tuan Milo padaku. "Terima kasih, Tuan!" Aku menunduk, mengungkapkan terima kasih karena tidak melaporkan kami berdua ke para Oread lain. Nyawa kami selamat, setidaknya untuk saat ini.
Tuan Milo melangkah ke tempat Agathias berdiri. Sang Oread setengah Dryad itu menyerahkan sebuah gulungan pada anak laki-laki berambut pirang. "Bacalah surat ini, Nak."
Agathias membuka ikatan gulungan. Ia membentangkan gulungan yang terbuat dari kulit itu. Sedetik kemudian, ekspresinya berubah.
"Ada apa, Thias?" Aku bertanya.
"Ayahku ... jatuh sakit...." Dia menunduk. Buliran air menetes dari matanya. "Aku diminta ... untuk pulang...."
________________________________
Bagi yang penasaran kelanjutan DTHD, kalian bisa capcus ke akun Bestory dan Karyakarsa dengan nickname yang sama ya. Silahkan cari cerita dengan judul yang sama yaa. Di sana udah up ampe bab 28, gratis dari bab 1 sampe 5. Untuk bab seterusnya berbayar ya. Di KK, per-babnya 2k aja. Kalo di Bestory, 1,5k. Selamat membaca, semuanya!😁🤗
Bogor, Rabu 02 Agustus 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro