Bab 16 "Magical Power"
"Aku berasal dari Kota Elis." Aku menjawab pertanyaan aneh sang pangeran. "Ada apa?"
"Jadi kau berasal dari Dunia Luar?"
Dunia Luar? Apa maksud perkataan Thias?
Sang pangeran berambut pirang itu mengembuskan napas dari mulutnya. "Kau tidak tahu?"
"Bagaimana aku bisa tahu? Aku baru tiba di sini beberapa hari yang lalu!" Aku menjawab dengan sedikit meninggikan nada bicara. Lagipula 'Dunia Luar' seperti apa yang dimaksud oleh Thias? Dunia yang berbeda dengan kerajaannya atau dunia lain?
"Baiklah, aku akan menceritakan sebuah kisah legenda yang diketahui semua orang di dunia ini."
"Ceritakan semuanya yang belum kuketahui." Meski aku pecinta cerita fantasi, jika masuk ke dunia mitos penuh makhluk mistis itu pastilah membuatku bingung dan terkejut. Apalagi ini adalah sebuah dongeng yang dulu kudengarkan dari Ayah, dongeng para Dryad. Sekarang, Thias akan menceritakan sebuah kisah yang katanya diketahui 'semua orang' di dunia ini.
Sang pangeran menarik napas dalam-dalam. Dia memulai ceritanya. "Seperti yang kita ketahui, di wilayah ini dihuni oleh tiga makhluk. Dryad, Oread, dan manusia. Masing-masing dari mereka punya wilayah sendiri dan cara memerintah yang berbeda.
Dulu sekali, menurut para tetua kerajaan, sebelum Dryad dan manusia bermusuhan, orang-orang dari Dunia Luar sering datang ke sini dan kami bisa berbagi pengetahuan, bahkan dengan para Dryad yang terkenal protektif terhadap hutan mereka. Seiring perkembangan zaman, para manusia, baik dari Elenio maupun Dunia Luar, sering menebang pohon hingga melewati perbatasan Hutan Dryad. Hingga pada akhirnya, sebuah sihir kuat muncul, memisahkan wilayah kami dengan mereka.
"Bagaimana dengan Kerajaan Elenio?" Aku bertanya menyuarakan keganjilan dari cerita. Jika Dryad dan Oread memisahkan diri, kenapa ada Kerajaan Elenio di wilayah ini? Ini aneh. "Mengapa Kerajaan Elenio bisa ada jika begitu?"
"Leluhur kami dulunya adalah warga sebuah kota yang kini di Elenio dikenal sebagai Ibu Kota." Thias menjawab. "Sejak awal, kami sudah terpisah dari kerajaan dan wilayah lain. Namun dengan sedikit artefak peninggalan dari Dunia Luar, kami berhasil membangun sebuah kerajaan besar seperti sekarang."
"Siapa yang merapal sihir kuat itu?" Pastilah dia merupakan yang terkuat di antara semuanya. Lebih kuat dari Ratu Dryad saat ini dan para Oread di Gunung Oread.
"Kami tidak tahu pasti." Agathias menjawab pertanyaanku. "Yang kami tahu, wilayah perbatasan kami dengan Dunia Luar ditutupi sihir perlindungan yang akan memunculkan monster kuat yang sulit dilawan."
Jika itu benar, bagaimana bisa ibu dan ayahku menikah? Bukankah ada sihir kuat yang menghalangi kedua wilayah?
"Sebaiknya kita pulang, Drie." Agathias menyudahi kisahnya. "Hari semakin malam."
***
"Bagus, Nak! Begitulah caranya!"
Ternyata mengendalikan energi itu tidak sesulit yang kubayangkan. Apalagi kejadian kemarin membuatku lebih berhati-hati. Menurut Tuan Milo, energi Dryad bisa terkendali karena pengendalian emosi juga keyakinan pada diri. Saat ini, tidak ada sesuatu yang menggangguku hingga emosiku labil. Mau tak mau, aku harus menyelamatkan ibuku yang dikurung oleh bawahan Ratu Dryad saat ini dengan kekuatan yang kumiliki. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa kulakukan untuk menghilangkan rasa bersalah. Rasa penyesalan yang hadir karena tak mampu membebaskan ayahku dari kematian.
Saat ini, di tempat yang masih sama dengan tempatku berlatih, aku menumbuhkan beberapa pohon dengan kekuatan penumbuh tanaman. Di hari kedua, aku mulai bisa mengontrol energi yang muncul saat mengeluarkannya. Meski terkadang pohon yang kutumbuhkan menjadi besar dalam waktu sekejap. Tentu saja, aku masih belum ahli.
"Dengan berlatih seperti ini, lama-lama Gunung Oread akan dipenuhi pohon hingga seperti Hutan Dryad!" Agathias yang sedang menebangi pohon dengan sebuah pedang di tangannya. Sepertinya ia sedang melatih fisiknya.
"Kemampuan fisikmu cukup baik, Thias. Hanya saja gerakanmu yang kurang mengalir itu membuat gerakanmu memiliki banyak celah." Tuan Milo berkata memberi saran pada Thias.
Eh? Sejak kapan Tuan Milo memanggil Agathias dengan sebutan 'Thias'?
"Sebagai latihan hari ini, aku ingin berlatih bersama kalian di Gelanggang Tarung Para Oread."
Gelanggang Tarung? Dia mengajak kami berduel?
"Ikuti aku."
Aku dan Thias mengikuti langkah pria Oread setengah Dryad yang berada di depan kami. Menjauh dari wilayah penuh pepohonan, Tuan Milo berjalan ke daerah penuh batu dan pasir. Suara berisik terdengar dari balik sebuah bukit berbatu. Suara teriakan orang ramai yang berkumpul di satu tempat. Kami bertiga mendaki bukit yang tak terlalu tinggi ini, yang bisa didaki dalam waktu setengah jam saja. Setelah sampai di puncak, kami dapat melihat sebuah lapangan yang dikelilingi tangga berundak-undak berada di kaki bukit. Lapangan yang di dalamnya diisi banyak Oread yang menonton duel antar Oread.
Kami menuruni bukit, dengan waktu yang lebih singkat dari saat mendaki. Tuan Milo berjalan di depan, masuk ke lapangan melalui sebuah jalan diantara celah dua undakan tangga yang tinggi. Orang-orang yang menyaksikan pertandingan hening sejenak saat Tuan Milo maju ke lapangan. Bahkan dua Oread yang tadi berduel saling melayangkan batu juga berhenti.
"Aku ingin bertarung." Tuan Milo berkata tegas. Semua orang di gelanggang tidak merespon Tuan Milo. Namun ada seorang Oread yang memberanikan diri untuk bertanya. Ia turun dari undakan tangga, menghampiri pria Oread setengah Dryad itu.
"Tu-tuan, Anda adalah petarung terkuat diantara kami. Bagaimana bisa kami mengalahkan Anda?" Seorang Oread yang sudah memiliki janggur berkata pada Tuan Milo. Dia berkata dengan nada yang lembut.
"Tetua Areus, saya ingin melatih mereka berdua." Tuan Milo menoleh ke belakang, menunjukku dan Agathias. "Bukan bertarung dengan para Oread."
"Jika itu yang Anda inginkan, kami akan menyingkir." Oread yang dipanggil Tetua Areus itu berkata. Dua Oread yang tadi berduel menyingkir ke pinggir lapangan, sedangkan sang tetua kembali duduk di undakan tangga.
Tuan Milo melangkah lebih jauh, memberi jarak antara kami. Dia berbalik, kedua tangannya menempel di pinggang. "Kalian lawanlah aku. Jika berhasil menyentuhku, kalian menang."
Hanya menyentuh saja? Ini pasti mudah!
"Thias, kita akan menyerang dia bersama-sama!" Aku berkata pada pangeran berambut pirang dari Kerajaan Elenio yang menjadi rekanku itu.
"Tentu saja! Mari kita kalahkan Tuan Milo!" Dia berteriak kencang.
"Satu…." Aku memberi aba-aba. Agathias mengeluarkan pedangnya dari sarung di pinggang.
"Dua…." Aku bersiap dengan mengumpulkan energi di tangan.
"TIGA!!" Aku berteriak kencang. Kami berdua langsung berlari menerjang Tuan Milo setelah hitungan ketiga. Agathias berlari lebih cepat dariku, dia lebih dekat dengan lawan kami sekarang.
"Strategi yang bagus!" Tuan Milo menerbangkan sebuah batu ke arah Agathias, menimbulkan lubang di lapangan tempat kami berduel. Aku yang tak jauh dari Thias langsung menumbuhkan sebuah pohon tepat di bawah kakinya hingga dia ikut terbawa ke atas pohon. Batu itu menghantam pohon yang baru tumbuh hingga hancur. Aku menghindar dengan berguling ke kiri. Sedangkan Agathias melompat dari pohon menuju tempat Tuan Milo berdiri. Mereka berdua berhadapan langsung. Sorakan dari para penonton menggema di gelanggang tarung, memberi tambahan semangat bagi kami.
"Sebuah rencana yang dibuat mendadak!" Tuan Milo berseru.
"Aku akan mengalahkan Anda, Tuan!" Agathias maju merangsek ke Tuan Milo yang berdiri di bebatuan. Dia menebaskan pedangnya pada Tuan Milo yang tidak bersenjata. Sayangnya sebelum pedang tajam milik Thias menyentuh Tuan Milo, dia terjatuh ke dalam sebuah lubang yang muncul mendadak. Ia terjebak, tidak bisa keluar dari lubang yang sempit.
"Sial!" Rekanku sudah terjebak dan tidak bisa membantuku dalam duel. Aku juga tidak bisa menolongnya. Tuan Milo lawan yang merepotkan.
"Jangan lengah, Nak!" Mendadak lantai batu yang kupijak bergetar. Batu itu menjepit kedua kakiku hingga tak bisa berpindah. Aku terjebak.
"Whoaaa!" Batu yang menjebakku melayang, membawa seluruh tubuhku terbang ke ujung lapangan. Sedetik kemudian, batu itu pecah dan menjatuhkanku di undakan tangga dekat seorang Oread perempuan yang cantik.
"I-I-Iona?" Mengapa aku mendarat di sini?! Rasanya aku seperti kehilangan pakaianku di depan umum. Bagaimana bisa aku mendarat di sini?!
"Kerja bagus, Drie." Dia berkata sambil tersenyum.
Di-dia tersenyum padaku? Apakah ini mimpi?
"Te-terima k-kasih, Iona." Aku berkata pada sang Oread, menatap mata coklat indah seperti bunga yang baru mekar.
Rasanya mukaku memerah sekarang! Aku malu!
"Hahaha! Anak dari seorang Dryad ini sangat menggemaskan!" Dari kejauhan, Tuan Milo tertawa terbahak-bahak. "Seandainya dia tahu putranya menjadi seperti dirinya."
________________________________
Bagi yang penasaran kelanjutan DTHD, kalian bisa capcus ke akun Bestory dan Karyakarsa dengan nickname yang sama ya. Silahkan cari cerita dengan judul yang sama yaa. Di sana udah up ampe bab 27, gratis dari bab 1 sampe 5. Untuk bab seterusnya berbayar ya. Di KK, per-babnya 2k aja. Kalo di Bestory, 1,5k. Selamat membaca, semuanya!😁🤗
Bogor, Selasa 01 Agustus 2023
Ikaann
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro