Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 14 "A Soldier From Elenio Kingdom"

Bukankah dia berasal dari kerajaan yang sama dengan Agathias? Kenapa dia malah bersikap begitu? Atau jangan-jangan…

… dia buronan mereka.

Orang berjubah hitam itu membuka jubah yang ia pakai. Seorang prajurit laki-laki berbaju besi dengan bentuk penuh otot di bagian dada dan sixpack di bagian perut bertengger di pohon akasia. Ia mengenakan helm tempur yang memiliki bulu di atasnya, helm prajurit Sparta. Sebuah pedang ramping tersarung di pinggang sang prajurit.

Sang prajurit melompat dari pohon. Bunyi kelontang muncul saat dia mendarat di tanah. Prajurit itu melangkah gagah menuju tempatku dan Agathias berdiri. Ia kemudian berlutut.

"Kejayaan untuk Anda, Yang Mulia Putra Mahkota Elenio, Pangeran Agathias."

Apa? Agathias seorang pangeran?

"Aku tidak butuh penghormatan darimu, Theo." Agathias berkata dengan nada tidak senang pada prajurit yang berlutut itu. "Tidak di sini, tempat dimana aku bisa bebas berbuat apapun."

"Yang Mulia, Baginda Raja menginginkan Anda untuk kembali ke kerajaan," ucap prajurit bernama Theo itu masih dalam posisi berlutut.

"Untuk apa?" Agathias meninggikan nada bicaranya. "Untuk menempati posisi putra mahkota yang tidak cocok untukku?"

"Jadi kau itu seorang pangeran?" Masih dalam keadaan bingung, aku bertanya pada anak berambut pirang di sampingku.

"Ya." Agathias menjawab sambil menghembuskan napas. "Setidaknya mereka yang menganggapku begitu."

"Apa yang terjadi diantara kalian sebenarnya?" Aku kembali bertanya. "Kenapa kau kasar padanya, Agathias?"

Prajurit yang berlutut itu mendongak. "Orang asing dari luar kerajaan tidak usah tahu masalah kami."

Agathias mengambil sebilah belati dari ikat pinggangnya, lalu melemparkan belati itu ke sang prajurit bernama Theo yang masih menekuk kakinya. Lemparannya meleset meski dalam jarak yang kurang dari dua meter ini. Dia mendengkus kesal.

"Asal kau tahu, Drie lebih kupercaya daripada manusia brengs*k dari tempat yang disebut Kerajaan Elenio itu!" Agathias berteriak. Muka cerahnya kini memerah. Mata coklatnya melotot tajam.

Aku memegangi bahu anak yang sedang marah ini. "Jangan bersikap seperti itu." Aku berucap. "Bukankah dia berasal dari kerajaan yang sama denganmu?"

Anak laki-laki berambut pirang ini terus menatap prajurit yang tidak terpengaruh amarah Sang Pangeran.

"Yang Mulia, saya harap Anda segera kembali karena Yang Mulia Raja akan menyerang tempat ini." Prajurit itu berucap dengan dingin, mungkin menyembunyikan rasa kesal karena Agathias tidak menuruti permintaannya.

"Apa!?" Aku refleks berteriak. "Gunung Oread akan diserang?!" Ini sangat bahaya. Lebih tepatnya bahaya bagi para manusia karena mereka akan melewati Hutan Dryad terlebih dahulu sebelum ke Gunung Oread. Para Dryad jelas tidak akan berlemah lembut pada makhluk yang mereka benci.

"Beliau ingin menguji alat tempur terbaru yang sedang dalam pengembangan. Dengan senjata ini, beliau yakin akan bisa menjemput Anda dengan mudah."

Sebuah senjata yang membuat mereka bisa menerobos ke kawasan para Oread ini? Bahkan dengan mudah? Senjata macam apa yang bahkan bisa menandingi kekuatan sihir para Dryad yang bisa menumbuhkan tanaman?

"Pergilah!" Agathias kembali berteriak. "Aku sudah muak mendengar ucapan darimu!"

Sang prajurit bangkit dari posisi berlutut. Ia membungkuk pada orang yang ia sebut 'pangeran' itu. "Saya akan kembali, Yang Mulia. Saya harap Anda dapat berubah pikiran." Ia memakai lagi jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Ia memanjat pepohonan, lalu menjauh hingga jubahnya tidak terlihat dalam pandangan.

"Hei, kau tidak apa-apa?" Aku menyentuh bahunya pelan, mencoba untuk menenangkan orang yang ternyata adalah seorang pangeran ini. Sepertinya hubungan dengan Kerajaan Elenio tidak semudah yang kubayangkan.

"Tinggalkan aku sendiri, Drie!" Dia menepis tanganku kasar. Agathias berlari menuju pepohonan yang lebih rapat, ke arah air terjun tempatku kemarin berlatih.

Sebaiknya aku tidak mengganggunya untuk saat ini.

***

Hari sudah hampir gelap. Banyak obor sudah dinyalakan di setiap dinding gua maupun gunung batu untuk penerangan di malam hari. Kebanyakan Oread sudah berlindung di gua-gua rumah mereka. Hanya beberapa dari mereka yang membawa senjata saja yang berkeliling ke setiap penjuru Pegunungan Oread.

Keadaan gua yang berada di dekat hutan wilayah Oread masih sepi. Temanku yang tinggal satu gua bersama, seorang anak laki-laki berambut pirang dan mengenakan baju besi yang mengkilap, itu belum kembali sejak siang. Padahal matahari sudah hampir terbenam.

Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Mengapa ia membenci orang-orang dari kerajaannya sendiri?

Pertanyaan itu berkumpul di kepala. Fakta bahwa Agathias temanku itu seorang Pangeran dari Kerajaan Elenio sedikit tidak kupercaya. Pasalnya, ia tidak bersikap seperti seorang pangeran dalam film maupun cerita-cerita mengenai kerajaan. Dia periang dan suka bercanda, tidak sesuai dengan tempat yang penuh perang dan konflik. Saat melempar pisau pada Theo juga ia meleset, padahal jaraknya kurang dari dua meter. Mungkin lebih kurang lagi. Pisaunya malah menancap di tanah.

Dia cukup lemah sebagai seorang pangeran.

"Jangan-jangan, dia ditangkap para Dryad?" Pikiran Itu muncul tiba-tiba dalam kepala, hal yang tidak mungkin. Agathias pergi ke arah air terjun di gunung yang ditumbuhi pohon-pohon di wilayah Pegunungan Oread. Dryad mustahil datang ke sini hanya untuk menangkapnya. Mungkin saja itu terjadi. Sekarang para manusia sedang menyiapkan senjata khusus untuk menggempur Hutan Dryad. Apakah para Dryad sedang bersiap juga?

"Jadi begitu ya, Nak Drie?" Aku melompat kaget karena suara tegas dan serak yang datang mendadak. Seorang pria Oread setengah Dryad yang waktu itu menolongku berdiri tepat di mulut gua dimana aku sedang bersandar. Sebuah pedang menggantung di pinggangnya, pedang yang penuh ukiran yang tidak kumengerti apa artinya. Sebuah kain khiton menutupi bahu kirinya hingga lutut, membiarkan tangan kanannya tidak tertutupi.

"Tuan Milo?" Aku menyapa pria itu. "Ada perlu apa?"

"Ada seseorang yang menyusup ke Pegunungan Oread, dan kami mendengarkan semua informasi darinya," jawab Tuan Milo.

"Darimana Anda tahu ada orang yang menyusup?" Terlebih lagi mendengar informasi dari orang itu. Aku mencoba untuk tidak memikirkan orang itu, tapi sulit sekali! Bayangan jubah hitam sang prajurit dari Kerajaan Elenio itu masih membekas di ingatan.

Tuan Milo mendekat selangkah ke arahku. Ia kemudian berkata, "Aku berada di sana dan membiarkan kalian berbicara panjang lebar dengan Theo."

Tidak ada rahasia yang bisa kusembunyikan darinya. Bahkan tanpa membaca pikiranku pun dia sudah mendapat keseluruhan apa pembicaraan kami bertiga.

"Jadi …." Aku menjeda sejenak perkataanku. Memang kebiasaan para Oread malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Tidak ada Oread bersenjata yang berjalan beriringan dan menyebar ke segala arah. "... Apakah akan terjadi perang?"

"Kemungkinan besar, iya." Jawaban dari Tuan Milo meruntuhkan keyakinanku. Jika para manusia membawa senjata rahasia itu dan dengan mudah menerobos pertahanan Hutan Dryad, mereka akan  mencapai tempat ini. Pasukan dari Kerajaan Elenio akan datang untuk menjemput pangeran mereka yang kini keberadaannya tidak kuketahui. Jika perang itu benar-benar terjadi, bagaimana keadaan ibuku nanti? Sampai saat ini aku bahkan belum bertemu dengannya.

"Jika kau mencari Agathias, dia berada di air terjun itu." Tuan Milo berkata. "Mengenai ibumu, kuyakin mereka tidak akan melibatkannya dalam perang ini."

"Sebaiknya aku menemui Agathias saja." Aku hendak berjalan ke arah selatan tempat dimana kemarin aku berlatih. Namun Tuan Milo sudah melayangkan batu dari sekumpulan stalaktit yang direkatkan oleh tali tak terlihat.

"Pergilah dengan cepat, ia membutuhkanmu."

Jarak yang jauh dari gua menuju ke air terjun bisa ditempuh dengan waktu yang lebih singkat daripada dengan berjalan kaki. Dalam beberapa menit melayang di atas tanah dengan menaiki batu terbang, suara deburan air sudah terdengar jelas walaupun penampakannya tidak jelas. Batu yang kutumpangi mendarat di area terbuka, menimbulkan suara dentuman keras. Aku segera aku turun dari batu, menghampiri seorang anak yang sedang memeluk kedua lututnya.

"Hei, kau tak apa-apa?" Aku mendekati seorang anak laki-laki berbaju besi dengan sarung belati di pinggang yang kosong. Di sekitarnya, tiga belati menancap di tanah dengan bekas sedikit serat kayu menempel di bilah besi tajam itu.

"Benar perkataan para Dryad." Anak itu, Agathias, menatap ke depan dengan tatapan kosong. Ia tidak menjawab pertanyaanku atau balik menyapa seperti biasanya. Kemudian, dia melanjutkan ucapannya. "Manusia hanya bisa merusak alam saja."

Astaga, kepribadian hangatnya berubah menjadi seperti ini. Apakah karena berita peperangan yang dimulai oleh Kerajaan Elenio?

________________________________

Bagi yang penasaran kelanjutan DTHD, kalian bisa capcus ke akun Bestory dan Karyakarsa dengan nickname yang sama ya. Silahkan cari cerita dengan judul yang sama yaa. Di sana udah up ampe bab 27, gratis dari bab 1 sampe 5. Untuk bab seterusnya berbayar ya. Di KK, per-babnya 2k aja. Kalo di Bestory, 1,5k. Selamat membaca, semuanya!😁🤗

Bogor, Minggu 30 Juli 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro