Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12 "Blessing From Goddess of Nymph"

Malam telah tiba.

Puluhan lilin dan obor dinyalakan di sekitar kuil yang berada di dalam gunung batu. Suhu dingin malam tidak mampu mengalahkan panas dari semua obor maupun lilin. Apalagi sekarang para Oread berkumpul di gua yang besar, membuat udara semakin sesak. Berbagai makanan dan minuman ditaruh rapi di altar pemujaan. Buah-buahan, sayuran, jus, maupun madu di berbagai wadah berjejer rapi di bawah patung seorang wanita cantik yang memegang anak panah dan busur dalam posisi siap menembak dengan patung seekor rusa kecil di sampingnya.

Aku berada di barisan paling depan bersama dengan Agathias dan para tetua Oread yang sudah renta. 

Seorang kakek tetua Oread maju ke altar. Ia mengambil sedikit dari setiap jenis persembahan dan meletakkannya di sebuah nampan.

"Wahai Para Oread!" Kakek Oread itu berseru. "Semoga Sang Dewi menerima pemujaan kita semua! Perang Dryad dan Manusia harus segera berakhir!"

"Semoga Sang Dewi mengabulkannya!" Para Oread yang hadir di pemujaan membalas seruan sang kakek.

Dalam hati aku juga berbisik, semoga Dewi Artemis menunjukkan siapa ibuku sebenarnya.

Sang kakek kemudian membaca mantra yang tak kuketahui artinya. Mulutnya terus menggumamkan kata-kata itu seperti lantunan doa yang dipanjatkan oleh seorang pemuka agama. Para Oread di sampingku menyatukan kedua tangan di dada dengan mata yang terpejam. Begitu juga dengan Agathias, dia melakukan gerakan itu seperti yang dilakukan para Oread. Aku juga mengikuti, sambil berharap doa-doaku dikabulkan oleh Sang Dewi, yang di zaman ini sudah disebut sebagai mitos.

Kumohon, kabulkan permintaanku ini, Dewi.

Kakek Oread yang memimpin ritual pemujaan telah selesai membaca mantra. Ia meletakkan nampan berisi sedikit makanan dan minuman persembahan ke altar di bawah patung Dewi Artemis. Sang kakek kemudian berbalik menghadap ke orang-orang yang berbaris.

"Anak-anakku semua, sudah ratusan tahun konflik manusia dan Dryad berlangsung." Kakek Oread pemimpin ritual ini berpidato. Janggut kelabunya menjuntai hingga perut, tanda bahwa ia sudah sangat tua. "Di malam bulan purnama, kita selalu mengadakan pemujaan dengan harapan bahwa Sang Dewi memberikan berkat-Nya kepada kita agar semuanya kembali damai."

Jadi manusia dan Dryad sudah berperang selama ratusan tahun? Sungguh lama sekali.

Sang kakek melanjutkan ucapannya. "Dua bukti kekejaman makhluk yang harusnya melindungi alam ada di sini." Kakek itu menunjuk ke arahku dan Agathias. "Seorang manusia dari Negeri di Tenggara, dan seorang manusia setengah Dryad. Namun kita tidak bisa berbuat lebih jauh dari menyelamatkan mereka. Melawan Dryad sama saja dengan melanggar perintah dari Sang Dewi untuk menjaga kedamaian di tempat kita masing-masing."

Jadi ini alasan kenapa Dryad tidak bertarung dengan Tuan Milo saat menyelamatkanku? Sang Dewi melarangnya.

"Dengan persembahan ini, semoga Sang Dewi mengabulkan doa-doa kita." Kakek Oread berucap, yang kemudian dibalas oleh para Oread.

"Semoga Sang Dewi mengabulkan."

***

Semua lilin dan obor di dinding gua sudah dipadamkan. Hanya ada satu cahaya di dalam kuil yang digunakan untuk memuja Dewi Perburuan sekaligus Dewi Para Nimfa. Semua makanan dan minuman masih tertata rapi di tangga lebar dari ujung gua ke ujung lainnya, yang nantinya sebagian dari itu akan disimpan di gua, yang lainnya akan dibagikan kepada para Oread. Sedangkan nampan berisi sedikit dari setiap persembahan sudah dibawa oleh Kakek Oread itu untuk dibagikan ke para tetua.

Aku duduk di altar batu berbentuk lingkaran yang dikelilingi lilin-lilin yang padam. Aku melipat kaki, membiarkan betis yang dibalut celana berwarna coklat ini menyentuh lantai gua yang dingin. Sebuah lilin kupegang dengan kedua tangan, satu-satunya pencahayaan yang ada di kuil dalam gua.

Aku mendongak ke atas, menatap wajah batu perempuan cantik yang memakai busur dan bersiap memanah. Ukiran sebuah gaun selutut merumbai di patung dewi yang terkenal sebagai Dewi Perburuan ini. Seutas kain mengikat di pinggangnya. Dengan sorot mata yang tajam, ia memandang ke depan.

"Dewi, apakah aku bagian dari kaum yang berada dalam perlindunganmu?" Aku bergumam sendiri di keheningan. Aku tahu, memuja legenda negaraku seperti ini seperti orang bodoh yang ingin fantasinya terwujud. Namun, semenjak kedatangan enam wanita dari kaum Dryad, aku percaya bahwa legenda itu ada. Mitos yang sering kudengar itu nyata adanya.

"Hah, mungkin ini seperti berbicara sendiri. Aku konyol sekali." Apa kau sekesepian ini, Drie? Bahkan patung batu kau ajak bicara.

"Haha, walaupun begitu, aku yakin Anda tidak akan membiarkan mereka hancur, 'kan?" Dari yang kutahu tentang Dewi Artemis dan para nimfa, Sang Dewi menjaga semua pengikutnya dari godaan makhluk yang ingin merebut keperawanan mereka. Pasti ia tidak akan tinggal diam saat para pengikutnya berperang seperti sekarang.

Aku bangkit, berdiri dari altar lingkaran yang tepat berada di bawah ukiran batu berbentuk anak panah yang siap diluncurkan. Namun, baru selangkah berjalan, tanpa diduga aku menendang sekeranjang buah hingga isi dari keranjang itu berhamburan. Kehilangan keseimbangan, tubuhku jatuh ke tumpukan persembahan. Satu-satunya lilin yang menyala padam, begitu juga dengan kesadaranku.

***

"Hei, Nak! Bangun!"

Ugh, kepalaku masih pusing. Aku membuka mata, pemandangan langit-langit gua yang berisi bebatuan yang meneteskan air ke bawah masih menghiasi tempat ini. Seorang wanita bergaun hijau muda melangkah mendekat padaku.

"Siapa kau?!" Aku mencoba untuk mundur, tapi malah menabrak patung batu besar Dewi Artemis. Sial sekali!

"Aku adalah salah satu dari Oread di sini." Wanita berambut coklat sepunggung itu menjawab.

"Eh? Aku tidak melihatmu saat pemujaan?"

"Apa kau sudah bertemu dengan semua Oread di Gunung Oread?" Wanita itu kembali bertanya. "Kau tidak mungkin menghafal semua wajah dalam waktu seminggu, 'kan?"

Dia benar. Apalagi aku tidak terlalu sering berkeliling dengan Agathias karena racun di tubuhku belum sepenuhnya keluar. Baru di hari ke tujuhlah aku jalan-jalan.

"Kalau begitu, siapa nama Anda?" Aku bertanya pada sang wanita berkulit putih itu. "Nama saya Dryas, Drie."

"Dryas Altair?" Apa? Bagaimana wanita itu tahu nama lengkapku? Yang mengetahui nama lengkapku hanyalah Tuan Milo saja di sini.

"I-iya." Aku menjawab dengan canggung. Apakah Oread juga bisa berkomunikasi dengan energi seperti para Dryad? Wanita di depanku ini tahu dengan cepat.

"Foibe." Perempuan itu berucap. "Namaku Foibe."

"A-apakah Anda Dewi Artemis?" Dalam keterkejutan, aku masih mencoba untuk bertanya. Nama wanita itu Foibe dan ia tidak membawa busur dan anak panah seperti patung di belakangku. Ia hanya mengenakan gaun hijau polos tanpa hiasan apapun. Namun wajahnya sangat mirip dengan wajah patung besar di gua ini.

"Kau boleh menganggapku sebagai dia." Perempuan itu menjawab.

Jika dia benar Dewi Artemis, maka ini kesempatanku untuk mengajukan pertanyaan dan permohonan.

"Jika Anda Dewi Artemis, bolehkah saya bertanya?"

"Jika aku mengetahui jawabannya, aku akan menjawab." Wanita bernama Artemis itu menjawab. "Namun kau harus tahu, aku tidak sebijaksana Dewi Athena."

"Apakah Anda tahu siapa ibuku?"

Foibe diam sejenak. "Sudah kukatakan bahwa aku tidak sebijaksana Dewi Athena, 'kan?"

"Apakah Anda tidak mengetahui itu?" Sepertinya wanita ini bukan Dewi Artemis. Jika dia adalah seorang dewi, dia harusnya menjawab, 'kan?

"Waktu akan menjawab itu, dan waktuku tersisa sedikit."

Apa maksudnya? Kalau begitu, lebih baik aku meminta permohonan saja.

"Saya hanya ingin berkat dari Sang Dewi." Aku mengungkapkan keinginanku. "Memang, aku hanyalah seorang manusia setengah Dryad yang tidak sempurna, tapi aku masih punya darah dari pendamping Sang Dewi, 'kan?"

"Akan kupastikan Sang Dewi mengabulkan permintaan darimu."

Seketika itu, cahaya putih muncul membutakan pandanganku. Selang beberapa detik, wanita itu menghilang.

***

"Apa? Kau bertemu dengan seorang wanita yang mirip dengan Dewi Artemis?"

Anak laki-laki di sampingku menepuk bahuku. Dahi sang anak mengkerut, ia menggelengkan kepala hingga rambut pirang panjangnya tertiup angin.

"Ya!" Aku meyakinkan anak itu yang tak lain adalah Agathias. "Dia bernama Foibe!"

"Jangan mengkhayal, Drie! Sebentar lagi kita akan sampai di puncak gunung."

Pagi ini, kami pergi lagi ke rumah Tuan Milo di pegunungan batu untuk berlatih kekuatan Dryad dari Oread setengah Dryad itu. Sama seperti kemarin, batu melayang membuat kami naik ke puncak gunung tanpa perlu mendaki. Tak lama kemudian, kami sampai di puncak.

"Jadi kau sudah bertemu dengan Foibe Sang Penjaga Kuil ya?" Sang pemilik rumah yang kami datangi berbicara. Dia bahkan bisa membaca pikiranku dari jauh!

"Eh, Tuan Milo?" Aku turun dari batu yang mengantar kami berdua. Aku berjalan menuju sang Oread setengah Dryad. "Y-ya, kemarin setelah pemujaan selesai."

"Itu tandanya Sang Dewi akan segera menurunkan berkat-Nya."

Berkat?

"Tandanya aku harus segera melatihmu sesuai perintah-Nya setelah kedatangan Sang Penjaga Kuil."

Dia bahkan tahu niatku sebelum aku datang ke sini? Siapa sebenarnya Tuan Milo ini?

___________________________________

Bagi yang penasaran kelanjutan DTHD, kalian bisa capcus ke akun Bestory dan Karyakarsa dengan nickname yang sama ya. Silahkan cari cerita dengan judul yang sama yaa. Di sana udah up ampe bab 25, gratis dari bab 1 sampe 5. Untuk bab seterusnya berbayar ya. Di KK, per-babnya 2k aja. Kalo di Bestory, 1,5k. Selamat membaca, semuanya!😁🤗

Bogor, Jumat 28 Juli 2023

Ikaann

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro