15
"Kemana saja kau?" Tanya Aira kesal saat mendapati Ash di mansion mereka.
Ains hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sudah menjadi makanannya sehari-hari. Mendengar teriakan Aira yang memekik telinga. Oh ayolah, suaranya sangat nyaring dan cempreng.
Ash membalikkan tubuhnya dan menatap Aira dengan dingin.
'Oh tidak..' batin Aira. Ia menunduk, "maafkan saya Tuan.."
Iris goldnya mengkilat. Tentu dengan cepat Ains ikut menunduk, "selamat datang, Tuan"
Ash mendengus, "enyahlah kalian. Mengapa anak ini tetap berteman dengan orang seperti kalian?"
Aira mengepalkan tangannya. Ia membenci sosok didepannya. Tidak, bukan Ash. Melainkan orang lain yang menggunakan Ash.
Bagi Aira, Ash adalah segalanya. Teman? Bahkan hubungan itu terlalu mulia untuk didapatkan. Ash terlalu sempurna untuk menjadi teman Unmated Shewolf ini. Terlalu sempurna dan terlalu baik. Hubungan Tuan-Budak mungkin cocok.
Ains? Tidak terlalu berbeda dengan Aira. Setengah Wizard itu sangat menghormati Ash. Hubungan Tuan-Budak sudah lebih dari cukup.
"Lihat! Betapa bodohnya kalianㅡ"
"Ed!" Teriak seseorang memotong pembicaraan Ash.
"Neidern.." sinis Ash.
'Apakah si bodoh ini harus diperingatkan?' Pikir Ash.
Rick terdiam, "oh Ayolah.. aku hanya lupa kalau kau sudah membuang nama itu"
Masih ingat dengan Rick? Atau sudah lupa? Mungkin kalian akan mengingatnya sebentar lagi.
"Jangan membaca pikiran Tuanku, Rick" ucap Aira tak suka.
"Oh, Aira.." Rick melesat kearah belakang Aira, kemudian mencium helai rambut Aira, "kau terlihat cantik hari ini, Sweetheart~"
Aira menatap Rick dengan jijik.
"Ugh" tubuh Ash sempat oleng. Dengan cepat Aira dan Ains menangkap Ash dan menopangnya.
"Dimana?"
"Biar kuantar kau istirahat" Ains membawa Ash kearah kamarnya. Meninggalkan Aira dan Rick.
"Kenapa kau kemari?" Tanya Aira to the point. Jujur ia membenci Rick. Sifat Rick yang murahan dan selalu bergantung pada Ash. Memuakkan.
Rick tersenyum, "aku mendengar pikiranmu Sweety~"
Aira mendengus.
"Kau pikir menyembuhkan diri itu mudah? Kau harus tau kalau Sean tidak selemah dahulu"
Aira kembali mendengus. Kemudian ia berjalan meninggalkan Rick, "enyahlah"
~***~
"Bagaimana?" Tanya Rash.
Milea mengelus pintu dihadapannya, "ia sudah tenang.."
Rash menatap pintu itu. Dimana penghuninya sedang mengurung diri. Beberapa hari ini kamar itu kosong. Walau selama bertahun-tahun telah kosong, seseorang telah menempatinya. Penghuninya sudah pergi dan sekarang ia kembali.
"Dimana yang lain?" Tanya Rash.
"Kiera mencari Sean, Haruto hilang, Reina menghadiri rapat" Jelas Milea
Rash memegang gagang pintu dan membukanya.
"Apa yangㅡ"
"Ssshhtt.. akan kucoba" dan setelah itu keberadaan Rash menghilang dari hadapan Milea.
Rash melihat tubuh seseorang dibalik selimut. Angin dingin menyejukkan bisa membuat siapapun menggigil. Namun itu tak akan berpengaruh pada makhluk dingin itu.
"Keluarlah! Pergi! Tinggalkan akuu!!"
Rash diam.
"Hei, tenanglahㅡ"
Kepala Bella menyembul keluar. Matanya bengkak, wajahnya berantakan begitu pula dengan rambutnya.
"Kalau begitu biarkan aku pulang! K-kalian mau mengurungku? Memakanku?"
Tangan Rash mengepal.
"B-bagaimana aku bisa lupa tentang kalian? Bisa menghilang dan menyukai jus tomat. Aku yakin itu bukan tomat"
Rash yakin. Memori Bella yang sengaja dihilangkan sudah muncul dan bertabrakkan dengan memorinya saat ini. Tentu itu bisa membuat siapapun gila, atau berubah. Karena itu sifat Bella sedikit berubah. Dari anak kucing penakut, menjadi singa buas yang kelaparan.
"Kalian.. kalian ini apa? MakhlukㅡVampire?"
Nafas Rash tercekat, "kami bukanㅡ"
"Jus tomat amis itu, kalian yang bisa menghilang, dan.. dan.. kulit dingin kalian"
Rash mengernyit, "amis?"
"Ya! A-aku ingin mencobanya namun.. n-namun baunya sangat amis dan aneh.."
"I-ituㅡ"
Ucapan Rash terpotong. Keberadaan Sean yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Namun Bella belum sadar. Hingga sesuatu yang dingin menyentuh keningnya dan membuatnya pingsan atau tertidur. Karena nafasnya yang memburu berangsur tenang.
"Sean? Apa yang kau lakukan?"
Sean hanya menatap Rash datar. Kemudian membaringkan tubuh Bella dan menyelimutinya.
Aroma tubuh Bella membuat dahi Sean mengernyit. Tentu Rash menyadari perubahan ekspresi Sean. Kemudian saat udara kembali berhembus pelan, ia baru menyadarinya.
"Kau belum menghapusnya?" Tanya Rash.
Ia melihat gerak-gerik Sean. Pemilik Surai merah itu mengangkat tubuh Bella dan menyingkirkan rambut yang menghalan, "menurutmu?"
Mulut Sean terbuka. Menampilkan sepasang taring. Ia mendekat kearah leher Bella danㅡ
Stab..
Kulit putih Bella mulai mengeluarkan darah. Wangi manisnya menyeruak. Bisa membuat Vampire rendahan tak dapat menahan nafsu. Ditambah hembusan angin, aroma manis itu menyebar ke seluruh tempat di Mansion.
Vampire yang sedang bekerja dan berlatih berhenti. Menyesapi wangi manis darah manusia.
Brakk..
"Apa yangㅡSean?!"
Sean sedikit tergoda. Hingga tanpa sadar ia mengeratkan pegangannya dan menarik tubuh Bella mendekat. Cairan kental yang sangat manis itu langsung membasahi tenggorokannya. Sudah lama ia tak mencicipi darah manusia.
Bella yang masih tertidur tidak berkutik. Tak ada tanda-tanda bahwa ia akan terbangun.
"Ugh.." gumam kecil Bella.
Sean menghentikan kegiatannya. Ia langsung mencabut taringnya dan mengusap sisa darah yang keluar dengan ibu jarinya. Lubang hasil karyanya pun langsung hilang tanpa bekas.
Ia langsung meletakkan tubuh Bella di tempatnya.
Tanpa ba-bi-bu, Milea menerjang Sean dan menarik kerahnya, "Apa yang kau lakukan?!"
Sean melepaskan tangan Milea seolah tangan Bella hanyalah kapas.
"Tidakkah kau sadar? Aromaku masih disana. Minggir"
Tubuh Milea terhuyung kesamping. Hampi saja meniban Bella, jika saja Rash tidak menahannya. Dan Sean langsung pergi.
"Ada apa dengannya?!" Kesal Milea.
"Yang terkejut karena kehadiran Edmund bukan hanya kau Mil.." ucap Rash mengingatkan.
Edmund. Laki-laki brengsek yang selalu memiliki tempat tersendiri di memori Milea. Sampai mati pun, Milea tak akan pernah melupakan laki-laki brengsek itu.
"Kak!" Ucap Reina memotong tiba-tiba. Terlihat penampilannya berantakan.
'Apakah Reina berlari? Tidak biasanya' pikir Rash.
"Ada apa?" Milea mengangkat ujung gaunnya dan berlari kecil kearah Reina.
"Haruto.. Haruto.."
"Haruto kenapa?" Tanya Rash.
"Jika Haruto tidak menyerahkan kertas itu, ia akan dianggap pengkhianat!"
~***~
"Cepat sekali ia hilang. Inilah kenapa aku tak suka mengikuti Haruto"
Haruto merapatkan dirinya kearah batang pohon. Membaurkan dirinya diantara rimbunnya pohon. Ia bersyukur karena nemakai baju hijau tua.
"Cepat temukan! Pokoknya sependengaranku, kalau dia tak menyerahkan barang itu maka dia dianggap pengkhianat oleh Ratu" jelas salah satu prajurit.
Haruto hanya menguping dari atas.
"Setelah orang tuanya dibunuh, ia dianggap pengkhianat? Betapa menyeramkannya Ratu Victoria"
"HEI! Jangan hanya bergossip seperti perempuan! Cepat temukan dia!" Dan dua prajurit itu langsung melesat pergi.
Haruto hanya menguping dari atas. Ingin rasanya ia memusnahkan prajurit itu.
Tap..
Haruto melompat turun. Ia rasa sudah sepi, jadi aman-aman saja untuk turun. Saat ia hendak pergi, suara berat dibelakangnya membuatnya diam membeku.
"Mau kemana kau?"
♡~♡
Hae hae.. gimana gimana? Makin abstrak ya? Konfliknya gak jelas ya? Padahal udah kutata loh biar urut..
Oh, jangan tanya kenapa tiba-tiba Bella OOC (Out Of Character: Karakternya berubah ato tidak sesuai). Sudah dijelaskan Rash.
Terima kasih yang sudah baca! Padahal absurd. Ada yang baca aja seneng, apalagi vote. Gak maksa vote kok..
Regards,
BlueCat87
13.05.18
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro