13
"Saya dengan ini menyatakan bahwa kalian adalah suami dan istri. Apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan, tidak boleh dipisahkan oleh manusia," ujar pendeta menggunakan bahasa Inggris.
Ashira dan Dyo merinding sekujur tubuh. Apa yang mereka lakukan?
Pernikahan ini sah di mata negara dan agama. Sementara mereka bersepakat untuk berpisah dalam kurun waktu dua tahun.
Dyo menatap pengantinnya yang tampak begitu indah mengenakan gaun dan tiara kecil. Tangannya dengan perlahan membuka veil yang menutup wajah Shira. Shira menangis, entah haru dan sedih bercampur aduk. Namun, tak mengurangi kecantikannya dengan make up tipis.
Dyo menyeka air mata Shira dengan ibu jarinya. Kakak-kakak Shira, Yunda dan Bunda juga menangis haru. Bahkan Daffa yang sering melawak tak bisa menyembunyikan kesedihannya melepas Shira menikah. Sementara Davin terus mengusap sudut matanya.
Shira tersenyum mengendalikan tangisannya bersitatap dengan Dyo yang berkaca-kaca. Dyo tampak tampan menggunakan tuksedo pas badan. Rambutnya ditata tak seperti biasanya, menampilkan keningnya yang menawan. Usapan Dyo dalam genggaman tangannya membuat Shira tenang.
"You may now share your first kiss as husband and wife," ujar pendeta dan membuat semua orang di sana bersorak heboh.
Mereka tidak mengundang banyak orang tentunya. Selain keluarga inti, hanya ada rekan tim Dyo dan teman-teman akademi dance Shira, itu juga tak semuanya bisa hadir karena ada jadwal. Pernikahan mereka benar-benar intimate.
"Ppoppo-hae, ppoppo-hae!" (cium! cium!) seru Clara dan Minji heboh diikuti oleh tamu yang lain.
Dyo dan Shira berpandangan seolah bicara satu sama lain. Dyo mengambil langkah maju di depan Shira dan meletakkan tangannya di belakang kepala Shira. Saat wajah Dyo kian dekat jantung Shira seakan ingin meledak. Shira membasahi tenggorokannya yang seakan kering kerontang. Dyo lalu menempelkan ibu jarinya di bibir Shira bersamaan dengan mendekatkan wajahnya pada wajah Shira.
Semua orang bertepuk tangan mengira Dyo benar-benar mencium Shira.
Mereka lalu berjalan menyapa para tamu yang tidak lebih dari 50 orang itu. Dekorasi minimalis namun elegan mendominasi ruangan, dengan penggunaan bunga segar, lilin, dan lampu-lampu penuh cahaya. Warna-warna pastel dan netral menciptakan suasana yang tenang dan romantis.
Para tamu duduk di kursi berlapis kain putih dengan pita emas, yang diatur dalam dua baris simetris, menghadap ke arah lengkungan bunga. Di belakang lengkungan, dinding gedung yang elegan memberikan latar yang sempurna, menambah kesan formal namun tetap hangat.
Meja-meja bundar dengan taplak berwarna krem dan rangkaian bunga sebagai pusat meja telah disiapkan dengan sempurna. Meja utama untuk pengantin berada di tengah ruangan, dihiasi lebih mewah dengan bunga dan lilin yang berkilauan.
Musik memutar instrumental lagu-lagu cinta klasik, Shira khususnya yang meminta lagu soundtrack dari Bridgerton Series, menciptakan suasana yang sungguh romantis. Layar besar di depan ruangan menampilkan video dan foto-foto prewedding Shira dan Dyo, membuat tamu tersenyum menatap momen-momen manis mereka.
"Lucu-lucu banget fotonya," komentar Daffa sambil mengarahkan ponsel pada sosok Shira dan Dyo bergantian dengan foto-foto yang tampil di LED.
"Nanti kalau upacara pernikahan di Indonesia harus pakaian adat, kita adain upacara adat juga," bisik Mora ke Davin.
Bukan pernikahan di Korea namanya jika tidak ada penampilan spesial, Shira dan Dyo bertepuk tangan saat teman-temannya menari di depannya dan dipimpin oleh Clara dan Minji. Mereka rata-rata menggunakan setelan jas formal dan dress sederhana. Tidak berwarna putih dan tidak lebih heboh daripada pengantin.
Clara dan Minji menarik Shira untuk menari bersama mereka. Dyo tertawa kecil dan terkagum melihat gerakan Shira dan teman-temannya yang selaras. Apalagi melihat tawa bahagia dari Shira. Shira benar, gadis itu memang paling terlihat bahagia saat menari.
Lampu-lampu di ruangan itu sedikit meredup, menyisakan sorotan lembut yang jatuh tepat di atas Shira dan Dyo berdiri. Shira dan Dyo diminta melakukan first dance. Kecanggungan menyertai mereka berdua. Shira mengarahkan Dyo yang luar biasa kaku saat berdansa. Musik mulai mengalun indah. Keduanya saling mendekat, Dyo meraih tangan Shira, sementara Shira mengarahkan tangan Dyo melingkari pinggangnya. Shira menempatkan tangannya di bahu Dyo. Mereka mulai bergerak bersama mengikuti irama musik.
Shira dan Dyo tersenyum memandang satu sama lain dengan jantung berdetak kencang. Tamu-tamu yang hadir tidak bisa menahan senyum, Clara dan Daffa sampai bangkit dari tempat duduk mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan momen itu.
"Ini pertama kalinya saya dansa," bisik Dyo.
Shira tertawa. "Ini juga pertama kalinya aku dansa. Mas hati-hati, jangan sampai nginjek kakiku."
Shira dan Dyo tertawa kecil. Keduanya tampak benar-benar tenggelam dalam momen itu, melupakan sejenak kehadiran orang lain di sekitar mereka.
Dyo mengangkat satu genggaman tangannya dengan Shira dan Shira berputar dengan anggun. Gaun putih Shira berputar indah kemudian berakhir dengan Shira yang berhenti di pelukan Dyo. Keduanya berpandangan beberapa lama hingga tepuk tangan menyadarkan keduanya. Dyo dan Shira membungkuk memberi tanda penghormatan.
Satu jam berakhir, venue akan dipakai oleh pengantin lain. Tamu-tamu sudah menerima voucher untuk ditukarkan dengan hidangan. Shira dan Dyo berganti pakaian yang lebih leluasa. Shira dengan dress brukat berwarna beige selutut dan rambutnya dikepang ke samping. Sementara Dyo menggunakan setelan jas. Shira menggandeng lengan Dyo dan mereka berjalan menyambangi masing-masing meja.
Mora dan Daffa datang dua hari sebelum resepsi, sementara Davin menyusul esok harinya bersama sang istri. Suami Mora tidak ikut karena ada pekerjaan yang tak bisa ditinggal dan anak-anak akan dijanjikan menyusul saat liburan sekolah.
Tidak seperti Mora yang mulai luluh, Davin tak selunak itu. Ekspresinya masih belum hangat dan tampak tak percaya Dyo sepenuhnya. Dyo yang mengetahui itu meninggalkan Shira yang berfoto bersama teman-temannya kemudian mendekati Davin sambil membawa dua gelas wine. Satu untuknya dan satu untuk kakak istrinya itu.
"Thanks, Yo," kata Davin menyesap wine yang Dyo berikan. "Kamu juga punya adik perempuan, kan?" tanya Davin tiba-tiba.
Dyo mengangguk. "Iya, Kak. Sebentar lagi dia juga menikah."
"Berarti nggak sulit buat kamu memahami perasaan saya."
Dyo mengangguk dan memandangi Yunda dan calon tunangannya yang datang menyusul.
"Shira manja sekali, tapi sekali punya kemauan dia orang yang gigih. Dia ngalamin duka cita mendalam waktu papa mama meninggal. Dia yang rawat keduanya karena kami sibuk kerja. Shira jadi caregiver dan banyak menimbun keinginannya untuk bergaul dan lakuin yang dia suka untuk merawat papa mama."
Dyo termenung saat Davin bercerita panjang lebar.
"Saya cuman mau pesen, jangan biarin dia nangis sendiri dan saya titip dia ke kamu. Di sini dia nggak punya siapa-siapa selain kamu," kata Davin dan kalimat bahwa Shira tidak punya siapa-siapa di sini selain dirinya tertanam dengan sempurna dalam benak Dyo.
"Kalau kamu nggak sanggup, kembalikan dia baik-baik ke saya."
Dyo mengangguk. "Saya paham, Mas."
Davin menepuk pelan bahu Dyo dan duduk di samping istrinya yang memerhatikan mereka sejak tadi. Tahu suaminya gelisah sejak lama tentang kabar pernikahan sang adik. Apalagi pernikahan Shira berlangsung di negara orang dan begitu cepat tanpa ada prosesi pertunangan lebih dahulu.
"Sungguh, suamimu tampan sekali," puji Clara mengacungkan jempolnya. Pernyataan itu juga diamini oleh teman-teman Shira yang lain.
"Oh ya?" tanya Shira tertawa.
Shira melirik Dyo yang berjalan ke arahnya. Validasi dari teman-temannya membuat Shira semakin memperhatikan Dyo. Memang, Dyo tampak tampan sehari-harinya. Namun, hari ini entah kenapa ketampanannya bertambah beberapa kali lipat. Dyo berdiri rapat di samping Shira hingga tangan mereka bersentuhan. Shira melihat tangan mereka yang amat dekat. Gatal sekali rasanya ingin menggenggam tangan Dyo. Shira menatap langit-langit menyadarkan dirinya yang mungkin kesurupan setan binal.
"Silakan dinikmati," pesan Dyo pada teman-teman Shira.
"Ya, terimakasih atas makanannya," kata mereka hampir serempak.
Dyo lalu menoleh pada Shira. "Kamu laper nggak?" tanya Dyo berbisik.
Shira mengangguk. "Lumayan."
"Makan dulu, yuk. Jangan sampai pingsan," kata Dyo.
"Yuk, Mas," ajak Shira. Shira kemudian pamit pada teman-temannya.
"Saya pinjam Shira dulu ya," ujar Dyo yang disambut lambaian tangan teman-teman Shira.
Semuanya berjalan dengan amat lancar. Malam itu, keluarga Shira dan Dyo berkumpul di apartemen Dyo sambil menikmati barbeque. Banyak yang keluarga itu perbincangkan. Malam yang kian larut, Shira dan Dyo kemudian pulang ke apartemen Shira karena mereka akan tidur di sana. Apartemen Dyo dialokasikan untuk Mora, Bunda, Yunda dan Nana, istri Davin. Sementara Davin, Daffa dan Didi, tunangan Yunda tidur di hotel samping gedung apartemen mereka.
Shira dan Dyo memasuki apartemen Shira. Shira mulai mencuci wajah dan menggosok gigi. Sementara Dyo sudah melakukan ritual itu saat di apartemennya tadi. Dyo siap-siap berbaring di sofa dan sesuai tebakan Shira mana mungkin sofa mungilnya bisa menampung Dyo yang seperti jerapah. Sembari mengenakan skincare, Shira melirik Dyo yang bolak-balik berbaring kiri dan kanan mencari posisi nyaman.
"Mas tidur di kasur aja," ujar Shira akhirnya.
"Serius?" tanya Dyo. "Nggak papa, saya di sini aja."
"Tidur di kasur aja, Mas. Bahu Mas sakit parah nanti kalau maksain tidur di sana. Toh kita juga nggak bakal ngapa-ngapain." Shira menyusun guling yang menjadi garis pembatas di antara mereka.
Shira mulai berbaring dan menepuk tempat tidur di sebelahnya, mengisyaratkan Dyo untuk segera naik ke atas tempat tidur.
Dyo pun melepaskan slipper dan membaringkan diri di samping Shira walau terhalang guling.
"Mas kalau lampunya dimatiin Mas bisa tidur ngga?" tanya Shira.
Dyo memiringkan tubuh menghadap Shira. "Bisa. Kamu mau matiin lampu?"
Shira mengangguk dan mematikan lampu. Menyisakan cahaya lampu duduk yang berada di samping nakas tempat tidur. Shira kemudian berbaring merapatkan selimutnya.
"Penghangatnya boleh dinaikin?" tanya Dyo kali ini.
"Boleh, Mas." Shira sudah akan bangkit, akan tetapi Dyo menahannya.
"Biar aku aja." Dyo mengatur temperature penghangat dan kembali berbaring. Keduanya sama menatap langit-langit.
"Mas? Udah tidur?"
"Belum."
Shira tertawa canggung. "Makasih ya, Mas."
"Buat?"
"Udah nyelamatin mimpiku."
Dyo menoleh pada Shira. Sadar sedang dipandangi, Shira tetap menatap langit-langit.
"Kamu yang menyelamatkan mimpi kamu sendiri, bukan aku. Kamu yang membuat pilihan."
"Iya ya, Mas?" tanya Shira dengan pandangan mengawang. Selama ini seringnya keputusan tidak berasal dari dirinya sendiri. Sekarang ia memutuskan untuk hidupnya sendiri. Sehingga apa pun konsekuensinya, ia bertanggung jawab untuk dirinya.
"Saya juga butuh kamu, jadi aku juga berterimakasih," kata Dyo lembut.
Shira tersenyum, merasa dirinya dibutuhkan oleh seseorang membuat hatinya penuh.
Sebenarnya, seperti halnya pemikiran Shira yang berpikir pernikahan ini bisa berjalan karena Dyo orangnya, Dyo juga berpikir seperti itu. Jika bukan seorang Ashira Demira Harum dan segala sikap dan latar belakangnya, belum tentu pernikahan berdasar kesepakatan ini bisa berjalan.
"Good night, Ashira," ujar Dyo sebelum bersiap tidur.
"Night, Mas Dyo."
Kemudian hening, hanya terdengar embusan napas halus dari keduanya. Malam kian larut, Shira dan Dyo memejamkan mata mengarungi dunia mimpi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro