10
Malam itu, Shira tersenyum saat kembali memeriksa CV milik Dyo. Posisi berbaringnya ia ubah menjadi tiarap. Kakinya bergerak-gerak lucu dan bersenandung ceria. Sebelum Dyo memperkenalkan diri pada kakaknya, mereka sepakat untuk bertukar Curiculum Vitae alias Daftar Riwayat Hidup untuk mengenal satu sama lain. Jadi, mereka punya amunisi tentang latar belakang masing-masing.
Tawa Shira terdengar saat mengingat dirinya juga meminta Dyo menunjukkan SKCK yang pernah dibuat. Berapa tahun lalu juga tidak masalah. Meski agak konyol, Shira ingin memastikan kalau Dyo tidak memiliki riwayat kriminal. Supaya fair, Shira juga menampilkan dokumen scan SKCK miliknya.
Bibir Shira terkedut menahan senyumnya untuk tidak terlalu lebar. Ingatan tentang pernyataan Dyo akan membahagiakannya membuat Shira salah tingkah. Shira menggelengkan kepala. Sudah berapa kali ia bilang pada dirinya sendiri kalau ia tidak boleh menciptakan harapan atau terbawa perasaan.
Nama Lengkap : Kanda Nindyo Samudera, S.T, M.Sc
Nama Panggilan : Dyo
Usia : 32 tahun
Tempat Lahir : Yogyakarta
Suku : Jawa
Tinggi Badan : 189 cm
Berat Badan : 78 kg
Golongan darah : O
Status : Belum Menikah
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara.
Alamat Tinggal : Jakarta Timur
II. Gambaran Fisik
Bentuk Fisik : Tinggi sedang
Warna Kulit : Kuning Langsat
Tipe Rambut : Lurus
Warna Rambut : Hitam
Warna Mata : Hitam
Olahraga Digemari : Basket
Riwayat Penyakit : Tidak ada penyakit berat/penyakit dalam.
III. Latar Pendidikan
1. Teknik Informatika, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2. Master of Science in Computer Science, University of Manchester, Manchester, United Kingdom
IV. Gambaran Pribadi
Hobi : Basket
Hal Disukai : Game
Hal Tidak Disukai : Serangga
Karakter Positif : Gigih, ramah
Karakter Negatif : Sulit dialihkan jika sedang fokus
Merokok : Telah berhenti lima tahun lalu.
Alkohol : Sosial
V. Riwayat Pengalaman
1. Game Developer Intern Game Studio Jakarta, Indonesia
2. Game Designer ZI Games Studio, Singapore
3. Software Engineer, Noir Interactive Studios, United Kingdom
4. Lead Software Engineer, Noir Interactive Studios, Seoul, South Korea
Shira memandang langit-langit kamarnya. Rencananya berhasil karena Dyo orangnya, kalau tidak, mana mungkin tanggapan kakaknya tidak sekeras yang Shira bayangkan. Maksudnya, jika Dyo tidak dengan latar belakang sebaik ini, mungkin rencana mereka akan ditolak mentah-mentah?
Sementara itu, di apartemennya, Dyo duduk di sofa L-shaped yang empuk pada ruang tamunya. Meski berada di lantai yang sama, apartemen Dyo jauh lebih luas dibanding milik Shira yang hanya memiliki satu ruangan.
Di dinding belakang Dyo, poster-poster game klasik dan seni digital terlihat mencolok, menambah karakter pada ruangan yang didominasi warna abu-abu dan putih dengan sentuhan aksen biru. Di sudut ruangan, rak buku penuh dengan koleksi buku tentang game development, fiksi ilmiah, dan budaya pop.
Dyo berdiri dari sofa, masih memegang cangkir kopinya, dan berjalan menuju balkon. Dia membuka pintu kaca geser yang memisahkan ruang tamu dengan balkon kecil yang menghadap pemandangan kota Seoul yang dihiasi lampu-lampu gedung pencakar langit. Udara malam menyambutnya. Di balkon, terdapat kursi dan meja kecil, serta beberapa tanaman pot yang menambah suasana asri. Dyo menarik napas dalam-dalam, menikmati aroma kopi dan udara yang saat ini terasa menyegarkan.
Sambil berjalan kembali ke dalam, Dyo kembali memikirkan perkenalannya dengan kakak Shira. Dia tersenyum kecil. Dyo melangkah ke dapur modern yang terintegrasi dengan ruang makan. Dyo membuka nakas atas dapurnya, ada sambal, abon, indomie dan frozen food asal Indonesia. Dyo memasak Indomie goreng.
Mamanya sudah keluar dari rumah sakit dan sedang beristirahat di kamar bersama Yunda. Dyo menyajikan mie gorengnya di atas mangkuk dan meletakkan cangkir kopinya di atas nampan. Kemudian mengambil kacang telur dari lemari.
Langkahnya terus terayun membawa nampan berisi keperluan perutnya dan menuju kamar kedua yang berfungsi sebagai ruang kerja dan studio game development. Meja kerja besar dengan beberapa monitor, PC gaming dengan spesifikasi tinggi, dan kursi gaming menyambutnya. Rak di samping meja penuh dengan action figures.
Poster game favorit dan peta dunia virtual dari game yang sedang dikembangkan menghiasi dinding kamar kedua ini. Dyo duduk sebentar di kursi gamingnya, membayangkan hari-hari ke depan yang mungkin lebih berwarna dengan kehadiran Shira.
Hah? Apa yang ia pikirkan? Shira bukanlah istrinya dalam artian yang sesungguhnya.
Dyo mengamati CV milik Shira. Sambil menyesap kopi hangat dari cangkirnya, Dyo tersenyum melihat pasfoto Shira. Mungkin ini pasfoto untuk ijazah kelulusan. Rambut Shira masih sependek bahu dan berponi. Manis sekali.
I. Profil
Nama Lengkap : Ashira Demira Harum, S.Kep.Ns
Nama Panggilan : Shira/Cila
Tempat Lahir : Tanjung Selor, Kalimantan Utara
Suku : Dayak Kenyah
Tinggi Badan : 175 cm
Berat Badan : 60 kg
Golongan darah : AB
Status : Belum Menikah
Anak ke : 4 dari 4 bersaudara.
II. Gambaran Fisik
Bentuk Fisik : Tinggi sedang
Warna Kulit : Putih Langsat
Tipe Rambut : Lurus
Warna Rambut : Hitam
Warna Mata : Cokelat
Olahraga Digemari : Bulu Tangkis
Riwayat Penyakit : Vertigo
III. Latar Pendidikan
1. S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan
2. Profesi Ners Universitas Borneo Tarakan
IV. Gambaran Pribadi
Hobi : Dance
Hal Disukai : Musik
Hal Tidak Disukai : Cicak
Karakter Positif : Ceria, Pendengar yang baik
Karakter Negatif : Overthinking
Merokok : Tidak
Alkohol : Tidak
V. Riwayat Pengalaman
1. Perawat RSUD *****
2. Perawat Puskesmas ****
3. Freelance Voice Over
4. Make Up Artist Assistant
5. Penari Sanggar Pusaka
Selain membaca CV Shira, Dyo juga mengunjungi laman YouTube Sanggar Pusaka, meski Shira kerap mengenakan masker saat latihan, Dyo bisa mengenalinya. Shira mengajari anak-anak dan remaja. Gerakannya luwes dan walau masih dalam tahap latihan, Dyo tau Shira penari yang handal.
Saat Dyo ingin mengklik video penampilan Shira, pintu kamarnya diketuk.
"Mas Iyo?" Suara Yunda terdengar.
"Iya, Dek?"
Yunda duduk di atas bean bag. "Lagi apa?"
"Browsing-browsing aja."
"Oh gitu...."
"Kenapa?"
"Nggak ada apa-apa...." elak Yunda.
"Bunda tidur?"
Yunda mengangguk. "Iya, nyenyak banget. Oh iya, masa tadi Bunda nanya ke aku, selama kami di Korea kok belum ketemu BTS katanya." Yunda tergelak.
"Ada-ada aja, dikira member BTS tetangga Mas apa gimana."
"Terus ... Bunda bilang kalau Mas sama Mbak Shira apa kami liat-liat nih makin deket apa perasaan kami aja ya? Mbak Shira sering Mas ajak ke sini ngabisin hari sama Bunda, waktu Bunda pulang juga Mbak Shira ikut jemput datengnya bareng Mas. Terus kalian juga suka chatingan. Mas sering senyum-senyum nggak jelas. Takutnya ntar Mas marah lagi kalau kami langsung nyimpulin."
"Ya ... gitu. Keliatannya gimana?"
"Ih, Mas suka kan sama Mbak Shira? Ngaku aja deh," goda Yunda.
Dyo mengangkat alisnya tengil. "Rahasia."
Yunda melemparkan bantal pada kakaknya itu. "Ihhhh, iya deh yang lagi PDKT."
Dyo terkekeh. Sepeninggal adiknya, Dyo termenung. Apakah hal-hal yang ia lakukan dengan Ashira akhir-akhir ini termasuk fase pendekatan? Daripada kencan dalam waktu yang lama, karena situasi mereka mengambil langkah cepat dengan bertukar Daftar Riwayat Hidup dan langsung membicarakan poin inti dari 'hubungan' mereka.
***
"Gila, Ashira! Lepas kandang banget ya kamu aku liat-liat," ledek Iris. Teman Shira sejak SMP. Iris bagai diary-nya dalam bentuk manusia.
"Gimana? Cantik, kan?"
"Kamu masih belekan aja cantik, pakai nanya cantik apa nggak."
"Aw, makasih banget lho."
"Idih. Jadi, si Dyo Dyo itu gimana? Kamu beneran buka hati ke dia nih?"
"Heeh, kemarin juga udah aku kenalin sama kakakku."
"Hah?! Gokil, kalian udah seserius itu?! Kenapa? Kok cepet banget? Jangan bilang....." Iris menggeleng-gelengkan kepala tak percaya.
"Apanya sih, Ris?!"
"Kamu one night stand ya? Terus ... langsung isi?"
"One night stand palamu! Ya enggak, lah!"
"Ya siapa tau kan kamu pengen langsung menggila, dugem, mabok-mabokan."
"Ih, sejauh ini aku cuman ngecat rambut ya. Boro-boro mabok, jalan nanjak aja aku pusing."
"Abisnya kayaknya cepet banget progress kamu sama si Dyo itu. Apa kamu nikah kontrak ya kayak di film-film? Saling menguntungkan terus bikin kontrak deh."
Deg.
Wajah Shira memucat. Perutnya sakit. Badannya panas dingin.
Gimana Irish bisa tau?!
"Tapi nggak mungkin lah ya! Ada-ada aja pikiran drama gueeeh," ujar Irish heboh dan ngakak sendiri.
Shira terkekeh aneh. "Ya nggaklah ya! Kita, kita ... udah ngerasa klik aja."
"Aaaaw, mungkin ini waktunya, Beb. Soalnya kamu kalau nggak dighosting, ya beda agama nggak direstuin calon mertua. Kamu bilang mamanya Dyo itu juga di sana, kan? Terus gimana kalau misalnya kalian beneran jadi, nih. Beliau nggak papa kamu tetep nari? Kamu ngga papa kalau tetap mau eksplor diri kamu sendiri?"
"Waktu aku ubah warna rambut beliau dukung sih, malah katanya rambut dia dulu lebih merah daripada aku. Kayaknya sih open minded. Beliau juga keliatannya apreciate aku terus waktu aku cerita jadi dancer."
"Iya, tapi kamu harus tetep mastiin ekspektasi dia sama keluarganya gimana. Aku tau ya kamu itu mendambakan banget yang namanya kebebasan. Nggak mau dikekang. Jangan sampai kamu keluar kandang singa malah masuk kandang buaya."
Shira memahami kekhawatiran Irish. Masuk akal memang. "Aku udah pernah bahas kok sama Mas Dyo soal karierku sebagai dancer ke depannya. Cuman aku emang belum tanyain dia soal ekpektasi Bunda ke aku. Makasih ya, Irishku sayang."
"Iya, bawel."
Sambungan telepon mereka terputus karena suami Irish sudah pulang. Irish menikah satu setengah tahun yang lalu dengan teman satu SMA-nya. Dari SMP, Shira dan Irish selalu bersama dan kerap bermain ke rumah masing-masing. Walau tidak chat setiap hari, Shira merasa Irish adalah belahan jiwanya karena mereka sangat sefrekuensi. Irish juga paham bahkan mikroekspresi Shira sekalipun. Makanya Shira takut banget Irish nggak percaya pada pernikahannya dengan Dyo.
Minggu-minggu berlalu, Ashira menerima pesan kalau hadiah darinya dan Dyo telah tiba.
"Aku mau ke Korea juga!" rajuk Cici, keponakan Shira paling besar, sudah mau masuk kuliah.
Shira mengirimkan pakaian-pakaian lucu seperti dress dan cardigan juga skincare dan make up. Bonus berbagai album, lightstick dan photocard idol grup favorit keponakannya.
"Bilang makasih ya ke Dyo," ujar Daffa yang super senang mendapat kiriman merchandise game dan beberapa kiriman senjata unlimited yang Dyo kirim di akun gamenya. Sementara Davin cuek saja, menganggap 'suap' dari Dyo dan Shira bukanlah hal yang istimewa.
"Cantik dressnya dipake Kak Mora. Cocok sama kulit kakak," puji Shira.
"Masa sih? Kamu yang milihin?"
"Iyalah, siapa lagi."
"Makasih, ya," ujar Mora tetap agak gengsi.
Shira cuma tersenyum, ia teringat akan siraman rohani dari Dyo yang notabenenya empat tahun lebih tua darinya, kalau dia harus mendekatkan diri pada kakak-kakaknya. Sebenarnya Shira akrab sekali dalam tahap sering bermanja-manja dengan kakaknya bahkan sampai membuat keponakannya kesal.
Dididik sebagai bungsu dari banyaknya saudara membuat Shira sangat manja dan sering berkata 'iya'. Takut bilang 'tidak' dan sulit membuat keputusan. Hanya jadi pengikut bukan pengambil keputusan. Karena seringnya ketika ia mengemukakan pikiran, pendapatnya dibantah dan dibukakan jalan yang menurut orang tua atau kakak-kakaknya baik. Di saat ia menginginkan sesuatu Shira malah tidak mengomunikasikannya dengan baik dan sering memendam. Sehingga akhirnya meledak dan membuat keputusan mendadak.
"Kalian benar-benar nggak bisa nikah di Indonesia aja? Kamu kan tau kamu anak bungsu. Kakak juga harus ngomong apa ke keluarga besar. Tamu papa mama juga banyak."
"Kan aku udah bilang Mas Dyo nggak bisa cuti, Kak."
"Emang duitnya nggak abis nerbangin kami ke sana?" tanya Daffa blak-blakan. Cowok itu mengaduh saat lengannya dicubit Mora.
"Bikin acara nikahan di sana juga nggak kalah ngabisin duit," sahut Shira.
"Amalan apa kamu bisa dapet cowok loyal kayak Dyo, La? Dulu nyantolnya sama yang beda agama nggak direstuin mulu, sekarang malah dapet cowok spek begitu, seagama lagi."
"Amalan jadi orang sabar," sahut Shira asal.
"Tante Cila, nanti aku juga ikut ke Korea ya!" timbrung Keira, anak Davin yang baru kelas dua SD.
"Iya, semuanya diajak asal rajin belajar." Shira memeletkan lidahnya.
"Lancar ya persiapannya Tante Cila! Yeay nggak jadi perawan tua deh!" Muka Cici memenuhi layar.
"Hush!" tegur Mora pada anaknya.
"Udah dulu ya! Aku mau latihan dulu, bye bye! Pajaknya kirimin aku ya kak, nanti aku transfer."
"Nggak usah. Udah kakak yang bayar," ujar Davin.
Shira menyerah. Kakaknya yang satu itu memang tak biasa dibayarin adiknya, terutama Shira. Ditraktir Shira aja Davin nggak pernah mau dan kalau terlanjur Davin pasti langsung mengganti uangnya, mungkin itu mencederai pridenya sebagai kakak laki-laki yang lebih dewasa. Berbeda dengan Daffa yang luar biasa tengil dan cinta gratisan. Baginya rejeki nggak boleh ditolak.
Usai latihan, di sinilah Shira sekarang. Menerima ajakan makan malam dari Bunda. Usai makan, mereka duduk di sofa. Dalam penumbra atau bayangan luar sebagian dari cahaya lembut ruang itu, angin malam yang dingin meniup lembut melalui jendela terbuka. Shira duduk tegak, tatapan matanya terfokus pada Bunda yang duduk di depannya. Sementara Dyo ada di sampingnya.
Ya, Bunda sudah mengetahui niat Dyo dan Shira untuk langsung ke jenjang yang serius. Bunda tentu saja senang bukan kepalang.
"Bun, Shira mau nanya pendapat Bunda," ucap Dyo memulai pembahasan.
Bunda mengangkat sebelah alisnya, memperhatikan Shira dengan penuh perhatian. "Iya kenapa, Sayang? Tegang banget kayaknya."
Shira menarik napas dalam-dalam. "Hm, Bunda nggak papa tentang kerjaan aku sebagai dancer?"
"Ya nggak papa, Bunda bangga malah sama kamu bisa mewakili negara kita di sini. Kan jarang-jarang. Bunda nggak papa banget, Sayang. Makasih ya udah mikirin Bunda."
Bunda tersenyum bangga dan haru. Sedangkan Dyo dan Shira saling menoleh, tersenyum satu sama lain.
"Jadi gimana nih? Udah sampai mana persiapan kalian? Venue sama daftar undangannya udah beres?" cecar Bunda lagi.
"Udah, Bun. Semua beres."
"Terus kapan kalian prewed-nya?" tanya Bunda heboh. Dyo dan Shira saling pandang. Mereka belum membahas topik itu.
Dyo yang paham Shira ingin menolak rencana itu, lantas membuat pernyataan kontroversial.
"Dyo sama Shira lagi agak padat, Bun. Kayaknya nggak pake prewed-prewed deh."
"Nggak sempat gimana? Pasti sempat! Nanti Bunda bantu reservasi. Masa nggak ada prewed, rugi dong. Kalian yakin?"
Bunda memicingkan mata.
"Kalian ini nikah beneran kan? Bukan cuman pura-pura?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro