Sin - 5
Jangan lupa vote dan komen untuk Sin dan Nina yah biar rame gitu 😉
Happy Reading ❤❤
GERAKAN DI SISI KASURKU membuatku tersentak, aku bangun begitu cepat dan gerakan tiba-tiba itu membuat kepalaku berputar. Aku mengedipkan mataku beberapa kali hingga sosok besar dan gelap Sinclair kini terfokus. Dia duduk begitu dekat dan meski insting pertamaku adalah lari aku mendapati tubuhku membeku.
"Kau tidak makan." Mata hijaunya menyipit menjadi celah sempit saat dia mengamatiku. Tatapannya turun dari wajahku ke dadaku dan itu membuatku sadar kalau aku telanjang di bawah selembar selimut. Aku segera mengencangkan cengkeramanku untuk menahan selimut lebih erat.
"Aku tidak lapar." Suaraku begitu pelan hingga aku bertanya-tanya apakah dia bisa mendengarnya.
"Katakan padaku apa yang membuatmu marah?"
Serius dia menanyakan itu? Dia praktis mengambil hidupku, kebebasanku, dan dia bertanya apa yang membuatku marah? Itu tidak masuk akal.
"Semuanya. Kenapa melakukan ini padaku?" Aku tidak bisa mencegah rengekkan di akhir kalimatku. Rasa takut membuatku gila dan aku hanya ingin sedikit kenyamanan untuk membuatku tetap waras.
"Magpie, di sini, semuanya akan baik-baik saja. Itu mudah Sayang jika kau hanya mendengarkan." Dia mengambil tubuhku begitu mudah untuk membuatku bergelung di pangkuannya. Aku menangis dan dia mengayunkanku untuk membuatku tenang. Tangannya yang kepalan menyikat kulitku dan seperti itu, aku ingin meleleh padanya. Aku mengubur wajahku di cekungan antara bahu dan lehernya, terisak dan membiarkan dia membungkusku. Aku haus untuk kasih sayang, merindukan sentuhan dan di sini dia memberiku semua itu. "Aku memilikimu, Magpie, biarkan aku merawatmu."
"Magpie?" gumamku dan aku terkejut dengan kelembutan bibirnya di pelipisku saat dia menciumku dan terus mengayunkanku.
"Kau mengingatkanku pada burung itu. Aku suka rambut hitammu, begitu kontras dengan kulit pucatmu. Jangan mewarnainya lagi." Dia kemudian berbisik di dekat telingaku, napasnya yang panas menyentuh daun telingaku, itu hanya membuatku menggigil. "Dan suaramu cantik. Aku suka mendengarmu bicara."
"Ohh," desahku. Aku tidak bisa mencegah panas di pipiku, dia begitu manis dan di sini aku mulai tergila-gila pada pria yang menahanku. Kenapa dia tidak menjadi kasar dan jahat jadi aku bisa membencinya dengan seluruh kekuatan tapi alih-alih membencinya, aku mulai jatuh dan terurai.
"Ayo, kita akan mandi dan kemudian kau akan makan." Dia mengangkatku dan membuatku berdiri di kakiku. Matanya jatuh terbakar ke tubuhku yang sekarang hanya mengenakan thong hitam. Hanya itu yang aku butuhkan untuk membawaku kembali ke kenyataan. Pria ini menahanku dan dia jelas menyatakan ingin menyakitiku. Seberapa pun manisnya dia, dia masih monster. Mungkin dia hanya menunggu waktu untuk memangsaku.
Dia menuntunku ke kamar mandi, keheningan di antara kami terasa terlalu tebal. Aku bertanya-tanya apa dia sungguh manusia? Manusia tentunya tidak sehening ini, dan aku suka mendengarnya bicara, itu membuatnya sedikit manusiawi, bisa dijangkau. Saat dia diam, dia seperti spesimen asing yang seharusnya tidak bisa menjadi nyata. Seolah dia terisolasi dari dunia dan tidak pernah membiarkan siapa pun untuk masuk. Dia membantuku keluar dari satu-satunya kain di tubuhku dan seperti hipnotis aku hanya membiarkan dia. Tidak seperti Reg, dia tidak membawaku ke bak jacuzzi tapi menarikku ke bawah shower, tanpa sepatah kata pun. Lalu dia mulai dengan dirinya, melepas kemeja yang membungkus ototnya, aku mengisap napas yang dalam saat melihat otot-otot bisepnya melentur, perut yang sempurna dan dada kecokelatan yang sepertinya cukup enak untuk dimakan. Dia punya tubuh yang cantik, tubuh yang dibangun untuk dosa. Aku mengutuk diriku karena memikirkan hal-hal seperti itu, ini tidak benar, aku tidak bisa tertarik padanya dengan cara seperti itu. Tapi pikiranku terbang saat dia menyingkirkan celana panjangnya dan kemudian boxer, itu mengungkap sepasang paha berotot. Aku membayangkan jika dia menekanku, menahanku dengan semua kekerasan di tubuhnya. Mataku naik ke pinggangnya yang ramping dan aku hampir tersedak saat melihat miliknya yang setengah terbangun. Panjang dan tebal. Aku menjilat bibirku dan pikiran membawanya ke mulutku membuat titik di antara pahaku berdenyut dan terbakar.
Jika dia menyadari bagaimana tubuhku bereaksi terhadap ketelanjangannya, dia tidak menunjukkan itu. Tidak ada seringai sombong atau kilat kemenangan di matanya. Itu tetap menjadi batu tanpa emosi, dia hanya melangkah bersamaku di bawah guyuran air yang hangat.
"Berikan padaku botol sabunnya," ucapnya. Sekali lagi aku membiarkan diriku jatuh ke dalam perintahnya, melakukan apa yang dia katakan. Dia mengambil botol dariku dan menekannya ke spons lalu meremas dengan jari-jarinya yang kuat hingga busa menjadi cukup banyak, dia mematikan aliran shower dan melihat sepenuhnya ke arahku. "Kemari, aku akan membersihkanmu."
Aku ragu untuk sesaat tapi memutuskan kalau lebih baik melakukan apa yang dia katakan. Aku berdiri di depannya hanya setinggi dadanya dan dia membasuhku, menggosok kulitku dengan busa yang tercium seperti kayu manis dan melati. Mungkin itu aroma favoritnya dan aku juga menyukainya, itu aroma yang membuatku sedikit relaks. Dia menggosok payudaraku dan saat dia menarik putingku aku mengerang dan terlonjak mundur tapi lengannya yang lain sudah ada di pinggangku. "Santai Magpie. Hampir selesai."
Dia turun ke perutku, lalu di antara kakiku dan aku harus menahan rengekkan yang lain saat jarinya menyentuh tempat sensitifku. Dia memintaku berbalik. Menggosok punggungku dan ketika dia selesai denganku, dia menggosok dirinya sendiri. Aku tidak bisa mengalihkan mataku dari kulit cokelatnya yang kaya, dari otot-ototnya yang beriak saat dia bergerak. Aku tidak yakin bisa menemukan keindahan untuk dibandingkan dengan tubuhnya. Itu terlalu bagus untuk menjadi legal.
"Bantu aku dengan punggungku, Magpie." Dia mengulurkan spons padaku dan berbalik. Aku menelan ludah dengan kasar. Menyentuhnya, aku bisa menyentuhnya. Aku bisa merasakan kulit cokelat itu di bawah ujung-ujung jariku, hanya memikirkan itu membuatku meremas kedua kakiku untuk meredakan nyeri di pangkal pahaku.
Aku bergerak mengambil spons dari tangannya dan meremas hingga busa memenuhi tanganku, aku menggosok punggungnya dan kagum dengan betapa keras otot-otot yang membangun tubuh pria ini. Jariku bergerak dengan perlahan mengikuti alur di punggungnya, menikmati kulitnya yang hangat dan halus di bawah jariku. Tidak adil kekerasan seperti dia untuk memiliki tubuh begitu cantik. Itu jelas membuat dia menggoda dan mematikan. Tiba-tiba dia berbalik menangkap tanganku saat aku hampir sampai ke lekukan pantatnya yang panas, matanya terbakar padaku. Wajahnya sekarang terlalu dekat dan aku tidak siap untuk bertemu dengan mata hijau yang akan membuatku tenggelam.
"Apa kamu menginginkanku, Magpie?" Suaranya tebal dan kasar, hampir membuat lututku roboh. Ada gumpalan di tenggorokanku, membuatku sulit untuk bicara bahkan bernapas.
"Aku-"
Kata-kataku tertelan saat bibirnya mengambil bibirku, mencium dengan keganasan yang belum pernah aku miliki dengan pria lain. Lidahnya adalah invasi dan bibirnya menghancurkanku. Otakku menjadi genangan tak berbentuk saat giginya menarik bibir bawahku, mengisap, dan mengerang di bibirku. Tidak ada yang lembut dalam ciuman itu, semuanya membakar dan membumi hanguskan, mendorongku ke tepi kegilaan. Aku ingin dia, tubuhku bersorak untuknya, ingin dia mengambilku. Lalu jari-jarinya ada di pangkal pahaku, menggosok kelembapan di sana, menarik lebih banyak suara tidak masuk akal dari bibirku. Aku mungkin bersorak menyemangati dia untuk bercinta dengan jarinya. Pinggulku bergerak dalam usaha untuk mendapatkan lebih banyak, dua jari menyelinap ke dalam diriku dan aku dibakar. Api di dalam perutku meraung. Mataku jatuh tertutup saat dia menggosok klitorisku dengan jempolnya dan giginya menggigit bibirku. Aku pecah dan dihancurkan, berteriak dalam kehampaan orgasme yang dibawa pria ini. Aku jatuh ke tubuhnya seperti kain kusut, lengannya menahanku dan bibirnya masih mencium bahuku saat aku mengubur wajahku di dadanya yang kecokelatan. Tuhan, aku ingin menjilatnya tapi aku mendorong keinginan itu ke bagian paling belakang dari otakku. Sudah cukup memalukan aku datang begitu keras di jarinya.
"Aku ingin ada di dalammu, Magpie," ucapnya rendah di telingaku. Aku menengang, tiba-tiba sadar dengan kekerasannya yang menekan perutku. Bayangan aku mengambil panjangnya yang keras membuatku mengerang tapi aku mendorong diriku menjauh darinya. Tidak, itu salah. Aku tidak bisa menyerah seperti itu. Aku harusnya melawan, dia harusnya memaksaku. Aku tidak bisa menyerahkannya dengan sukarela, itu salah.
"Tidak," bisikku lemah, sama sekali tidak meyakinkan. Aku mengharapkan pukulan atau tamparan yang keras darinya tapi tidak ada.
Aku menunggu dan tetap menunduk, tidak berani untuk melihat dia. Hanya mendongak saat erangan datang darinya, tatapanku membeku pada tangannya yang sekarang membelai kemaluannya. Dia meremas dan menekan bolanya dengan jari-jarinya yang kuat. Urat di nadinya begitu jelas darah berlari ke bolanya dan aku terlalu terpukau saat miliknya tumbuh lebih tebal di bawah sentuhannya sendiri. Aku tidak boleh melihatnya, aku harus mengalihkan pandanganku tapi aku tidak bisa menarik mataku dari kekuatan yang dibawanya. Dia mengerang lebih banyak dan jarinya meremas dan memijit dengan kuat, matanya tertutup jatuh dalam ekspresi yang melemparkanku ke tepi orgasme yang lain. Aku membayangkan jika aku membawanya ke bibirku, memberinya kesenangan dengan lidahku. Bagaimana rasanya menguasai kekuatan seperti Sinclair, itu membuatku mabuk. Lalu dia melemparkan kepalanya ke belakang saat dia tersentak dan orgasme melanda tubuhnya yang kuat, dia bergetar begitu hebat lalu matanya terbuka dan itu melahapku.
Tidak ada kata-kata darinya seolah itu tadi bukan apa-apa, dia hanya bergerak, menghidupkan shower dan membasuh tubuhnya sekali lagi. Itu membuatku gila, aku tidak mengerti pria ini dan aku hanya jatuh lebih dalam ke dalam matranya. Dia kembali padaku, membersihkanku sekali lagi lalu mematikan shower. Mengambil handuk untuk membalut pinggangnya sendiri sebelum membungkus yang lain padaku. Cara dia menyentuh dan memperlakukanku semuanya tidak masuk akal.
"Kau membuatku bingung." Aku mengambil lenganya, memberanikan diriku untuk setidaknya mencari tahu apa yang ada di antara kami. Apa yang dia inginkan selaian yang sudah jelas. Aku perlu tahu untuk memetakan perasaanku dan tidak jatuh pada emosi yang gila karena Tuhan tahu aku menginginkan pria ini.
"Apa yang ingin kamu tahu Magpie? Tanyakan, dan aku akan menjawabmu. Aku ingin kamu bicara padaku, aku akan senang jika kamu mau terbuka padaku." Aku terkejut dengan betapa tulus suaranya, dia adalah semua kontradiksi dan aku tidak tahu cara menanganinya.
"Apa statusku?"
"Kau mililku," jawabnya singkat.
"Seperti budak seks atau lebih seperti kekasih?" Dia tidak langsung menjawab, memikirkan itu dengan hati-hati sebelum menatap mataku.
"Bukan keduanya aku rasa. Ini lebih dari itu jika kamu mengerti. Aku ingin memilikimu semuanya, tubuh, jiwa, pikiran."
Sial. Jawabannya tidak membantu. Itu hanya lebih banyak hal membingungkan. "Aku masih tidak mengerti."
Dia menyentuhku, memelukku dengan lengannya saat dia menyeret bibirnya di bibirku dan berbisik, "Kamu tidak harus mengerti, Magpie, hanya lakukan seperti yang aku katakan dan kamu akan baik-baik saja."
"Aku tidak bisa, Sinclair. Aku takut." Aku mengigit bibirku saat kata terakhir terbang dari mulutku, berharap aku bisa menariknya kembali. Tidak seharusnya aku membiarkan diriku terbuka begitu rentan di depannya.
"Padaku?" Dia bertanya, dan ada sesuatu yang sedikit menyerupai kemanusiaan saat dia mengucapkannya.
"Ya, kau membuatku bingung. Membuatku takut. Membuatku gila. Aku tidak tahu bagaimana melakukan ini, dan yang paling buruk aku takut ketika kau selesai denganku. Kau bilang tidak akan membunuhku tapi apakah kau akan menjualku? Seperti mainan seks? Pikiran itu membunuhku." Aku ingin menutup mulutku saat itu, mengutuk dan menendang pantatku karena memberi tahunya betapa aku lemah. Dia akan mematahkanku begitu mudah.
"Apa itu yang mengganggumu seharian ini?" tanyanya. Aku membiarkan kepalaku mengangguk tidak ada gunanya menutupi itu lagi. Aku mengintip untuk melihat wajahnya dan itu ditarik ke dalam semacam ekspresi mematikan. "Dari mana pikiran itu datang?" Itu nada yang lembut tapi di sana ada tepi tajam yang mematikan, aku tahu dia kesal.
"Reg membuatku hanya memakai thong. Bukankah melucuti pakaian adalah salah satu cara untuk mendegradasi kemanusiaan. Kalian ingin aku berpikir aku bukan apa-apa, aku tidak lagi ada, Nina Shannon sudah hilang dan hanya ada ini," aku melambaikan tanganku ke tubuhku yang hanya berbalut handuk, "budak seks untuk dimainkan."
Tidak ada tanggapan sialan. Setelah semua yang aku katakan dia hanya berjalan ke lemari, meninggalkan aku sendirian di tengah ruangan. Dia mengambil kaus memakainya dan beralih ke celana linen yang cocok. Seolah kami tidak melakukan percakapan apa pun. Jika sebelumnya aku ragu dia gila, sekarang aku harus yakin pria ini lebih dari gila. Sesaat kemudian dia kembali hanya dengan celana thong lain, kali ini berwarna krem yang lembut, dengan renda yang sama seperti sebelumnya. "Jatuhkan handukmu, Nina."
"Kau memintaku untuk mengatakan padamu apa yang menggangguku dan sekarang kamu hanya mengabaikannya?" bentakku tidak bisa menahan diri dari semua kekacauan ini.
"Aku tidak akan menjualmu. Kamu milikku yang artinya itu hanya aku. Aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuhmu. Kemudian untuk pakaian, itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan melucuti kemanusiaanmu. Kamu berpikir terlalu banyak. Aku ingin melihatmu telanjang itu satu-satunya alasan aku memintamu berpakaian seperti itu."
Dia gila, itu sudah pasti.
"Aku tidak mungkin hanya mengenakan celana dalam seumur hidupku!"
"Lalu kita akan memperbaiki itu," balasnya seolah masalah selesai.
"Yang artinya?"
"Kau bisa berpakaian saat siang, dan malam aku ingin kau seperti ini." Dia menarik handuk pergi dan berlutut untuk membuatku memakai celana dalam sialan yang dia bawa. "Cantik seperti yang aku inginkan. Hanya satu hal lagi, tunggu di sini!"
Dia membuka salah satu laci dan membawa kotak hitam pipih padaku. "Aku ingin kamu menakainya." Dia mengeluarkan apa yang ada di dalamnya dan aku bergidik. Itu kerah kecil, menyerupai kalung tapi sekali lihat orang akan tahu itu kerah. Itu terbuat dari platinum dengan berlian bertahta di permukaannya, ada plat kecil berbentuk matahari sebagai liontin dan di sana huruf 'S' dan 'V' terjalin membentuk pola yang cantik.
"Tidak. Kamu tidak bisa memberiku kerah!" Aku meledak dan hampir tidak lagi peduli dengan ketelanjanganku saat ini.
"Aku bisa Nina, dan aku akan." Dia mendekat. Ini dia, dia akhirnya akan memukulku. Aku memejamkan mataku, menunggu sengatan rasa sakit tapi itu jarinya yang menemukan pipiku lalu bibirnya dan dengan kejutan lain dia berbisik, "Tolong, biarkan aku memakaikannya untukmu." Aku membeku saat logam dingin menyentuh leherku dan kemudian bunyi klik seperti gembok yang terkunci. Itu seolah bunyi gembok yang menyegel nasibku. Dengan linglung aku menyentuh leherku, bergidik saat jariku menyentuh bahan yang dingin.
Aku memakai kerah, pengetahuan itu tiba-tiba membuatku menangis. Aku menyentuh liontin matahari yang juga berfungsi sebagai gembok, kuncinya ada pada tangan Sinclair dan dengan kesadaran yang tidak masuk akal aku tahu dia memilikiku. Lebih dari klem fisik, itu terjadi tanpa aku bahkan menyadarinya. Dia memintaku dan aku hanya memberikannya, itu membuatku takut seberapa banyak kerusakan yang bisa dia buat padaku. Dia praktis menguasaiku sejak pertama kami bertemu, aku hanya masih menyangkalnya.
"Aku tahu Magpie, aku hanya butuh kamu. Aku perlu memilikimu, begitu buruk." Dia menarikku ke dalam pelukan yang besar. Menghirup di cekungan tenggorokanku seperti itu bisa membuatnya lega. "Kamu mungkin tidak percaya ini, tapi kamu sudah menangkapku. Sejak pertama kita bertemu, kamu sudah membelengguku padamu. Mungkin kamu yang memakai kerah tapi kau juga yang memegang rantaiku."
Aku sadar akan kebenaran setiap kata darinya. Dia mungkin tidak mengatakanya tapi aku tahu aku memilikinya lebih dari dia memilikiku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro