CHAPTER 29 : Aku Menolak
Ledakan penggiring mengeliminasi banyak siswa. Membuat 60 dari 200 lebih siswa tewas dan selesai mengerjakan ujian. Tentu saja sesuai peraturan, siswa yang mati akan log-out dari ujian. Mereka yang telah selesai karena tewas akan kembali terbangun di asrama.
Seorang siswa terbangun di asramanya. Tangannya masih mengenakan infus dan punggungnya berbaring di kasur. Helm virtual yang masih terpasang segera ia lepas.
"Ledakan itu panas ... aku merasa seluruh bagian tubuhku berpencar tadi. Bahkan rasa sakitnya masih terasa meski aku sudah terbangun."
Dia membatin sendiri. Waktu sudah menunjukkan siang hari, membuat siswa yang baru terbangun itu merasa lapar.
"Karena aku mati, ujiannya telah selesai kan?" Dia bertanya sendiri lagi di hatinya.
Masih belum sadar sepenuhnya, pintu asrama terbuka. Sebelum ujian dimulai, asrama memang tidak boleh dikunci. Selain untuk mengganti cairan infus, guru juga harus mengarahkan siswa yang baru log-out dari ujian.
Bu Sulhah mengintip dari pintu asrama. Kemudian memberi arahan kepada siswa yang baru sadar itu.
"Karena sudah sadar, nikmati saja liburannya. Remedial akan dilaksanakan seminggu lagi saat ujian selesai. Sampai saat itu tiba adalah waktu bebas bagimu. Oh iya, kau juga bisa menyaksikan teman-teman yang masih berusaha dengan mesin virtual," jelas Bu Sulhah.
"A-aku, bisa menonton mereka yang masih ujian?" tanya siswa itu.
"Bisa kok, Topan. Oke, karena tidak ada pertanyaan, ibu pamit dulu ya. Ibu juga harus memberi arahan ke siswa lain yang baru sadar."
"I-iya bu, terima kasih."
Dengan mesin ini, aku bisa melihat mereka yang masih berusaha. Seperti kata Bu Sulhah! Aku akan menghabiskan waktu seminggu ini untuk bersantai.
Ditambah lagi, aku ada tontonan bagus kan!!! Bisa melihat mereka menyelesaikan ujian sambil bersantai di asrama. Ini sih mantap. Oke, aku akan memasak makanan lalu menonton teman-teman sambil makan.
"Oh iya, kelompok ku ... apakah mereka semua tewas seperti aku ya?"
________________________
Aku berdiri paling depan di antara teman-teman. Menghadap Oase, mendengar apa yang ingin ia bicarakan.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Aku bertanya sambil mengembalikan senjata ke punggung.
"Saat orang lain mengerjakan ujian berkelompok dan kau mengerjakan ujian sendiri, rasanya bosan kan? Padahal momen ini belum tentu bisa terulang tahun depan, aku benar-benar sedih ... karena itu, Bintang. Mari buat kesepakatan denganku." Oase menawarkan ajakan yang masih terlalu klise. Membuatku harus bertanya lebih jauh.
"Kesepakatan apa?"
"Jadikan aku bagian dari kelompok Bintang. Sebagai balasannya, aku akan menjaga kalian. Baik itu monster, kelompok lain, atau hal berbahaya. Kalian bisa mengandalkan aku. Tentu saja jika kalian ingin menyelesaikan masalah sendiri hingga aku tidak boleh ikut campur, aku akan menghargainya," jelas Oase.
"J-jika aku menolak?"
"Tentu saja aku tidak akan memaksa. Sudah menjadi hak bagi kalian untuk setuju atau tidak. Tapi sebelumnya, dari kanan ada monster beruang akan menyerang. Boleh aku bereskan?" tanya Oase.
"H-hah?" pernyataan yang tiba-tiba seperti itu membuatku bingung. Tentu saja yang lain juga. Lalu dari sisi kanan di balik pepohonan, ada raungan beruang yang terdengar sangat buas. Cakarnya menghancurkan pepohonan hingga wujudnya terlihat. Beruang coklat raksasa dengan ukuran abnormal.
Dari ukurannya, itu bukan beruang biasa. Terlalu raksasa untuk ukuran beruang normal. Mungkin 10 kali lipat lebih besar dari beruang biasa.
"Aku tanya sekali lagi, boleh aku bereskan?" tanya Oase.
"Aku tidak perlu bantuan dari siapapun, El Serres!" Salsa merapal dan melancarkan serangan tombak es ke arah beruang itu. Melihat serangan yang asal-asalan seperti itu, Oase berkata.
"Beruang itu punya anti sihir di bulunya loh," kata Oase.
Tapi tidak disangka, itu benar. Serangan Salsa yang meriah barusan tidak berefek apapun. Tombak es hancur saat menyentuh bulunya dan beruang itu tidak terluka sama sekali. Masih meraung dan mengintimidasi mangsanya dengan menyeramkan.
"Saran dariku, mungkin pukulan Bagas bisa berefek besar pada beruang itu. Coba saja jika kau memang ingin mencobanya." Oase memberi saran.
Meski aku tidak mengerti kenapa dia bisa tahu kekuatan Bagas, bahkan aku tidak tahu kekuatan Bagas sampai sekarang. Tapi, mengingat Oase yang tahu segalanya, mungkin ini bisa dicoba.
Cakar raksasa beruang itu terus mengobrak-abrik tanah. Membuat pohon tumbang, dan kami harus menghindar agar tidak terluka. Sementara itu Bagas mencari celah. Dia melompat dari batang pohon yang tumbang dan meninju kepala beruang itu dengan satu tangan.
"H-hebat ...." Aku yang terkagum-kagum saat melihat tinju super kuat itu. Saking kuatnya, kepala beruang itu hancur seperti terpenggal. Tapi kepalanya yang putus sudah tidak ada. Hancur berkeping-keping saat menerima pukulan dari Bagas. Membuat pakaiannya terkena darah dari beruang yang baru saja ia bunuh.
Beruang yang berdiri tanpa kepala itu kini jatuh. Darahnya mengalir dari leher dan membasahi tanah hingga merah. Melihat pertarungan singkat ini telah selesai, Oase berkata lagi.
"Bagaimana? Aku bisa membimbing kalian. Aku bisa memandu kalian. Bahkan jika kalian mau, aku bisa melindungi kalian. Semua itu bisa kalian dapatkan hanya dengan menjadikan aku sebagai anggota kelompok. Sekarang, pertanyaan terakhir. Apakah kalian mau?" Oase bertanya lagi di samping beruang coklat tanpa kepala itu.
__________________________________
Kelompok Roi berjalan santai di tengah hutan. Rencana yang mereka sepakati adalah mencari quest untuk mendapatkan kartu. Sebisa mungkin menghindari kelompok lain atau kabur ketika diserbu, itu adalah cara main mereka.
"Cara menemukan quest itu memangnya gimana??? Sudah hampir gelap, belum ada apapun yang kita temukan ...." Akram mengeluh sambil berjalan. Sementara itu Desira masih saja mengeluhkan soal ledakan.
"Aku ingin meledakkan sesuatu, aku ingin meledakkan sesuatu, aku ingin meledakkan sesuatu." Sejak tadi, mulut Desira terus mengeluarkan suara itu. Tidak bosan atau lelah, dengan wajahnya yang murung, dia tampak sangat ingin meledakkan sesuatu.
Memang tidak ada cara khusus untuk mencari quest. Jika beruntung, maka quest akan ditemukan.
Cahaya senja, langit merah, hari mulai gelap. Ketika Akram berjalan, dia melihat tanah yang menanjak ke bawah. Area nya di samping kanan, dia seperti melihat tanah yang memang sengaja digali. Tanah yang menanjak ke bawah itu terlihat mengeluarkan cahaya dari bawah. Karena penasaran, Akram mendekati tanjakan itu. Membuat Roi yang khawatir menghentikan dirinya.
"Akram, jangan berjalan sendiri," kata Roi. Tapi sambil melihat ke bawah tanjakan yang mengeluarkan cahaya, Akram berkata.
"Ini, apa?" Akram bertanya sambil melihat ke bawah. Wajahnya bercahaya karena terkena rambatan sinar dari bawah. Membuat Roi, Dila, dan Desira ikut melihatnya.
Tanah menanjak ke bawah yang memang sengaja digali, di ujungnya ada pintu kayu. Jika melihat dari wilayahnya yang berada di bawah, pintu itu akan menghubungkan mereka ke ruang bawah tanah. Adapun sumber cahayanya timbul dari celah pintu bagian tengah dan bawah.
"Sebuah pintu?" tanya Roi.
"Dilihat dari cahayanya, mungkin ada yang sedang terjadi di dalam," kata Akram sambil menuruni tanjakan itu dan mengintip ke celah pintu bagian tengah.
Roi dan yang lain mengikutinya. Menunggu Akram yang tengah mengintip ke celah pintu. Matanya yang kanan terpejam, dia menggunakan mata kiri untuk mengintip.
Dari celah itu terlihat sangat jelas. Makhluk kecil, botak, mata merah, mengenakan celana kusam, dan tubuhnya berwarna hijau. Jelas sekali Akram tahu bahwa yang ada di balik pintu itu adalah sekelompok goblin.
Sekelompok goblin yang nampaknya tengah berpesta. Banyak makanan, buah-buahan, minuman, dan daging. Cahaya yang muncul berasal dari api unggung yang jumlahnya banyak. Mereka membakar daging, tidak jelas itu daging apa. Daging yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk, seperti sate.
Mata Akram melihat lebih detail ke setiap penjuru ruangan. Hingga dia melihat ujung ruangan. Tepat di singgasana tempat raja goblin duduk. Di bagian atas singgasana emas itu, ada kartu berwarna hijau. Kartu itu tersangkut di antara bagian atas singgasana yang bergerigi.
Dilihat dari bentuknya, itu sangat mirip dengan kartu yang mereka miliki. Meski warna kartu yang mereka miliki adalah kuning, tapi bentuk dan ukurannya sama persis dengan kartu hijau itu.
"Apa yang kau lihat?" tanya Roi.
Akram kemudian berbalik, dan mengatakan sesuatu ke teman sekelompoknya.
"Di balik ruangan ini ada kartu berwarna hijau. Sepertinya, kita telah menemukan sebuah quest," kata Akram.
"SERIUS! Akhirnya perjalanan kita memiliki ujung ...." Desira yang kegirangan lompat-lompat senang.
"Aku punya rencana, dengarkan baik-baik." Akram mengajak mereka membuat lingkaran kecil, kemudian membicarakan apa yang harus dilakukan.
___________________________
Aku masih memikirkan keputusan berat. Meski aku merasa condong ingin menerima Oase, belum tentu yang lain mau. Hari sudah mulai gelap, bahkan langit sudah merah. Aku harus menyelesaikan urusanku dengan Oase secepatnya.
"Biarkan kami rapat sebentar." Aku meminta waktu pada Oase. Kemudian berbalik dan meminta Bagas, Salsa, juga Dina agar merapat.
"Silakan saja silakan, aku akan sabar menunggu keputusan bijak kalian," jawab Oase sambil duduk bersandar ke bangkai beruang tidak berkepala itu.
🌺🌺🌺🌺 10 menit kemudian🌺🌺🌺🌺
Aku menghadap Oase yang bersandar di bulu tebal beruang coklat. Kemudian mengatakan apa keputusan dari hasil rapat kami.
"Oase." Aku memanggilnya.
"Iya," jawab Oase.
"B-bagaimana bilangnya ya ... harus kuakui kau memang sudah banyak membantuku sejak dulu. Kau selalu membuatkan sarapan dan makan malam untukku. Kau selalu membangunkan aku dari tidur ketika aku kesiangan. Kau selalu mengajariku ketika aku kesulitan memahami materi. Bahkan, kau juga sudah banyak melatih diriku di dunia virtual ini. Bagaimana cara menggunakan skill, combo skill, dan banyak hal lainnya. Aku merasa selalu menerima bantuan darimu. Bahkan di ujian ini, kau masih berusaha mengulurkan tangan untukku. B-bukan berarti aku tidak ingin menerima bantuan dari Oase lagi, tapi. Khusus kali ini, aku ingin menyelesaikan masalahku sendiri."
"Oooh, menarik. Lanjutkan, aku masih ingin mendengarnya." Oase yang masih bersandar selonjoran di bulu lembut beruang beranjak bangun.
"Aku ingin menyelesaikan masalahku sendiri. Bersama kelompokku sendiri. Aku juga penasaran. Apakah aku bisa menyelesaikan masalahku tanpa bantuan dari Oase, ya? Apakah aku bisa, minimal sekali saja. Aku tidak ingin bergantung padamu. Karena itu Oase, maaf." Aku menundukkan kepala di depannya. Menahan perasaan tidak enak ketika aku menolak bantuan tulus dari orang lain.
"Aku tidak bisa menerima bantuan darimu kali ini. Jadi kumohon, biarkan aku selesaikan masalahku sendiri. Bersama kelompok yang telah ditetapkan untukku." Aku melanjutkan.
Mendengarnya, Oase terdiam sejenak. Mendekati diriku yang masih menundukkan kepala. Kedua tangannya menyentuh bahuku, dengan lembut mengangkatnya agar aku tidak membungkuk lagi.
"Kau tidak perlu formal seperti itu ketika menolak bantuan dariku, Bintang. Angkat kepalamu."
Aku mengangkat kepala, melihat Oase yang tersenyum tulus dan semua intimidasi mengerikan saat dia datang telah menghilang.
"Aku mengerti. Aku percaya Bintang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Maaf juga karena aku selalu membebani dirimu ya. Lagipula aku juga salah karena tidak bisa menerima keputusan sistem bahwa aku harus sendiri. Bodohnya lagi, aku tahu kalau Bintang akan menolak. Tapi aku tetap mengatakannya," kata Oase sambil berbalik. Berjalan menjauhi kami sambil melambaikan tangannya. Dia membelakangi kami dan menjauh, semakin jauh dan dia mengucapkan salam perpisahan.
"Jika kau sampai meminta bantuan dariku setelah ini, kau akan terlihat sangat payah loh, Bintang."
"Aku tahu. Karena itu bagaimanapun masalahnya. Itu adalah tanggungjawab diriku bersama kelompokku. Orang lain tidak perlu merasa bertanggungjawab." Aku menanggapi salam perpisahan dari Oase yang semakin masuk ke dalam hutan dan hilang dari pandangan kami.
AKU HARUS MENOLAK BANTUAN KARENA AKU INGIN MANDIRI
DREAMER ARC X
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro