CHAPTER 24 : Skill Keserakahan
TOK TOK TOK
Bu Susi, guru yang mengajar pelajaran kimia. Malam ini aku di depan asramanya, mengetuk pintu dan hendak menanyakan beberapa hal. Skill yang ku incar adalah keserakahan untuk saat ini. Dengan efek skill yang bisa memakan apapun, aku merasa itu skill yang cukup kuat ...
Hanya saja, syarat penguasaan bab nya sangat sulit dipahami. Karena itu aku bertanya. Lagipula Bu Susi bilang, "jika ada pertanyaan datangi saja asrama ibu. Ibu akan sangat senang jika kalian datang untuk bertanya," karena itulah aku tidak perlu ragu.
Aku mendengar Bu Susi yang menyambut kedatanganku dari dalam.
"Iya ... Tunggu sebentar," itu suara Bu Susi. Syukurlah dia ada di sini. Sebenarnya sebelum kesini, aku sudah ke asrama Bu Ninuk. Dia adalah guru fisika di kelas. Aku juga memiliki beberapa pertanyaan terkait materi fisika untuk meningkatkan statistik dan membuka skill baru. Tapi dia tidak ada. Malah, aku bertemu dengan Safri Sensei dan dia mengatakan kalau Bu Ninuk sedang ke ruangannya kepala sekolah sekarang.
______________________________
Ruangan kepala sekolah, redup, dan banyak berkas bertumpuk di mejanya. Duduk di meja kerjanya, menyandarkan dagu ke punggung tangan, kepala sekolah bertanya pada bawahannya yaitu salah satu guru.
"Bagaimana dengan para iblis tujuh soal? kuharap persiapannya sudah matang."
Lalu, guru perempuan yang ada di hadapannya menjawab.
"Berdasarkan informasi yang Nanang Sensei telaah, mereka adalah iblis buronan yang dikenal sebagai narapidana. Karena itu mereka ditahan. Lalu saya telah membujuk mereka untuk menguji para siswa dengan iming-iming kebebasan. Tentu saja saya juga meminta agar mereka tidak menahan diri saat menguji para siswa nanti. Lagipula untuk kebebasan mereka."
"Kinerja kalian memang selalu membuatku terpana ya. Baik itu Bu Sulhah, Pak Nanang, Bu Safri, dan kau ... Bu Ninuk," kepala sekolah memberi pujian pada guru di hadapannya.
"Saya hanya melakukan apa yang ditugaskan. Kalau begitu saya permisi. Saya harus menengok ketujuh iblis itu sekarang," guru yang dipanggil Bu Ninuk kemudian keluar dari ruangan kepala sekolah. Mendatangi perpustakaan dan memanggil penjaga mungilnya, Gazzelle yang duduk tepat di belakang pintu.
"Gazzelle-Sama, saya harus mengecek keadaan para iblis yang merupakan tanggung jawab saya sekarang ini. Tolong antar saya ke sana," pinta Bu Ninuk.
"Kalau begitu kau harus menutup pintu perpustakaan ini, kayaknya. Padahal itu tidak harus ku perintahkan lagi," nada bicara semrawut dan ketus seperti biasanya, begitulah tanggapan yang Gazzelle-Sama berikan. Sesuai perintah, Bu Ninuk menutup pintu dan berdiri di depannya. Sementara itu Gazzelle mengarahkan telapak tangannya ke arah pintu sehingga perpustakaan sedikit bergelombang.
"Sudah, ya. Buka saja pintunya. Aku akan menunggumu agar kau bisa kembali ke sekolah, jadi jangan terlalu lama," Gazzelle lanjut membaca buku, sementara Bu Ninuk pergi keluar perpustakaan.
Saat pintu terbuka, yang ada di depan bukanlah lorong sekolah seperti biasanya. Melainkan lorong yang penuh dengan sel dan jeruji besi. Gelap, lembab, dan berdebu. Lorong ini tidak terawat. Bahkan obor yang menempel sepanjang lorong tidak menyala terlalu terang.
Tiba di salah satu sel, Bu Ninuk berhenti. Mendapati sosok bertanduk dan berkulit putih yang duduk di kasur dalam sel. Matanya tajam dan merah, mengenakan pakaian putih besar hingga kaki. Pakaian itu lebih nampak seperti kain yang sekedar dililitkan ke tubuh. Dia memiliki tangan yang uratnya timbul dan kuku panjang juga tajam. Bu Ninuk bertanya pada sosok yang lemah dan tertahan itu.
"Bagaimana? Jika kau mengabdi untuk kesempatan ini, kau akan bebas. Kau akan dikembalikan kepada orang tuamu. Mereka pasti mengkhawatirkan dirimu sekarang. Kau adalah iblis terkuat di seluruh sel ini. Menguji para siswa hanyalah hal kecil bukan. Ikutlah dan kau akan menjadi soal nomor tujuh."
Sosok iblis itu bangun dari duduknya. Mendekati jeruji besi, berhadapan dengan Bu Ninuk yang mundur sedikit.
"Akan kulakukan. Aku hanya perlu membunuh mereka kan ..." ucapan yang dipenuhi kutukan dan dendam. Iblis itu menggenggam jeruji besi kuat-kuat dan menatap keluar. Memberikan tatapan penuh kebencian itu pada Bu Ninuk yang berekspresi datar seperti biasanya.
"Kalau begitu bagus. Mulai sekarang kau adalah nomor tujuh. Sampai saatnya tiba tetaplah hidup disini ya. Lalu ketika saatnya tiba nanti, kau harus akrab dengan enam nomor lainnya, ya," Kali ini, Bu Ninuk tersenyum pada iblis di hadapannya.
_______________________________
"Aku mengerti, kau ingin bertanya materi stoikiometri? Padahal kau masih kelas satu, kenapa terburu-buru begini?" aku sudah duduk di dalam asrama Bu Susi. Karena dia sedang makan malam, aku ikut duduk di meja makannya. Membawa beberapa buku dan catatan yang aku tidak mengerti.
"A-aku ... Ingin membuka satu skill, dan syaratnya belum terpenuhi. Karena itu aku ..."
"Tapi jika kau sudah sampai begini, berarti kau sudah menguasai semua materi sebelumnya ya. Mengejutkan sekali, aku belum pernah menemukan anak yang seperti ini."
Bahkan aku belajar lima bab biologi di minggu pertama sekolah sih ...
"Coba aku lihat," Bu Susi mengambil kertas catatan, melihat bagaimana aku mengerjakan soal. Dia menurunkan pandangannya dengan kacamata agar penglihatannya yang rabun menjadi jelas.
"Aku mengerti ... Kau melakukan kesalahan di barisan ini. Seharusnya tentukan dulu konfigurasinya. Lalu dari kesalahannya, ini bukan kesalahan fatal. Sepertinya kau telah mengerti dasarnya ya?" tanya Bu Susi.
"I-iya sih, tapi entah kenapa statistik level dan skill yang kuinginkan belum meningkat. Karena itu mungkin kupikir, ada hal yang belum ku mengerti di bab ini."
"Ini tinggal bagaimana kau mengerjakan soal sih. Sepertinya kau belum mengalami peningkatan karena belum bisa melakukan penalaran sempurna saat mengerjakan soal. Tunggu sebentar, aku akan ambilkan contoh soal. Sebelum kau bisa mengerjakannya, kau dilarang kembali ke asrama," Bu Susi beranjak dari meja makan dan mendekati meja kerja. Mencari-cari kertas dari tumpukan berkas yang jumlahnya banyak.
"A-anu ... Soalnya tidak terlalu sulit, kan?" aku bertanya.
"Sulit. Tapi aku yakin pemahamannya akan sempurna jika kau berhasil. Karena kau sudah terlanjur bertanya, aku harus mengurusnya sampai kau mengerti. Ketemu!" kertas yang dicari akhirnya ditemukan. Bu Susi kembali duduk ke meja makan dan menunjukkan soal itu padaku.
"Ini ada dua soal. Satu adalah soal prosedural. Satu lagi adalah soal penalaran. Coba kerjakan selagi aku makan," Bu Susi memberikan soal itu, lalu lanjut menyantap makan malam.
"B-baik," aku menarik soal itu yang tergeletak di meja makan, kemudian melihatnya.
Untuk soal prosedural tidak terlalu sulit sih. Selama aku hafal rumusnya dan hafal prosesnya, tidak ada masalah. T-tapi masalahnya, penyelesaiannya bakal panjang parah. Yah setidaknya aku bisa.
Aku mulai mengerjakan soal prosedural. Turunan rumus, subtitusi angka dan unsur soal, lalu menghitungnya dengan menurunkan angka ke baris demi baris. Sambil mengerjakan soal dengan prosedural panjang, Bu Susi bertanya.
"Oh iya aku melihat kau ke asrama Bu Ninuk tadi. Ada masalah juga dengan fisika?" tanya Bu Susi. Lalu sambil menulis penyelesaian soal prosedural, aku menjawab.
"A-ah ... Sebenarnya aku juga ingin membuka skill penilaian. Kupikir itu akan berguna. Tapi syarat materi penguasaan bab nya sangat sulit. Sayangnya, Bu Ninuk tidak ada di asrama."
"Benar, belakangan ini dia sering dipanggil ke ruang kepala sekolah untuk berbagai urusan. Mungkin saja dia mempersiapkan ujian kenaikan kelas nanti," jelas Bu Susi.
"E-eh, memangnya Ibu tidak tahu?" aku bertanya.
"Ketika kepala sekolah memanggil, maka apa yang dibicarakan dengan guru adalah rahasia. Kami para guru menerima perintah dan arahan dari kurikulum, yaitu Bu Safri. Bahkan aku sangat jarang dipanggil kepala sekolah loh," selesainya penjelasan Bu Susi, aku juga selesai mengerjakan soal prosedural.
"Selesai!"
"Sudah? Coba ibu lihat ..." Bu Susi mengambil jawabannya dariku. Lalu saat dia melihat jawabanku dengan kacamata, dia memberi komentar.
"Kau melakukannya benar-benar sesuai prosedur. Bukan hal buruk sih, tapi kalau kau mengakalinya sedikit, ini bisa menjadi jawaban yang pendek. Yah, aku akan membiarkan kau menemukan titik terang itu sendiri. Sekarang soal penalarannya. Ayo, ibu akan temani sampai kau selesai."
"Terima kasih, kalau begitu akan saya kerjakan."
Begitulah, akhirnya aku mengerjakan soal penalarannya sampai larut malam. Memang butuh waktu lama untuk memikirkannya. Bahkan Bu Susi juga memberikan beberapa petunjuk. Tapi akhirnya, aku bisa mengerjakannya.
"Terima kasih untuk materinya tadi, karena sudah malam saya akan kembali ke asrama. Maaf merepotkan ibu," aku yang sudah bergegas di depan pintu asrama Bu Susi pamit.
"Ayolah jangan formal begitu. Justru aku senang didatangi siswa karena ingin bertanya. Jujur saja hanya kau siswa yang begini. Sebelumnya, aku belum pernah menemukan siswa yang datang ke asrama guru untuk bertanya. Aku akan mengingatnya, namamu. Bintang, kan?" tanya Bu Susi sambil tersenyum.
"Y-ya. Saya mohon permisi."
SKILL KESERAKAHAN
DREAMER ARC X
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro