Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 19 : Terima Kasih

Padang rumput luas sejauh mata memandang. Angin bertiup sejuk, cuaca cerah namun tidak terik, suasana  ini membuatku merinding.

Aku membuka kedua mata perlahan, mendapati dua orang duduk di hadapanku sambil meneguk secangkir teh. Satunya adalah gadis berambut hijau dengan gaun hitam. Dan satu lagi adalah, Oase yang mengenakan jubah hitam tanpa tudung. Sama persis dengan pakaiannya saat pre-test.

"Eh..."

"Ah... Bintang sudah bangun. Bagaimana perasaanmu? Merasa lebih tenang?" Tanya gadis berambut hijau setelah meneguk teh hangat yang cangkirnya masih ia pegang.

"Saking tenangnya aku sampai merinding." Jawabku pelan dan merasa canggung.

Wanita ini, kalau tidak salah. Ketua klub penyiar radio. Dilihat bagaimanapun juga, dia adalah orangnya.

"I-ini... Dimana?" Tanyaku bingung. Aku baru sadar, benar-benar tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Hal terakhir yang kuingat adalah.

[Lantai Dua, Cobra]

"Oh iya! Tugasku, bagaimana?" Aku mendadak berdiri dari posisi duduk dan menghentakkan telapak tangan ke atas meja. Membuat kue kering dan teh hangat di meja berguncang sedikit.

"Melihat keadaanmu sekarang, sepertinya sudah baik-baik saja. Syukurlah ya, Bintang." Perempuan berambut hijau itu bicara lagi. Lalu setelah itu, Oase menindih pembicaraan.

"Tugasnya dibatalkan. Itu adalah kesalahan. Kita tidak seharusnya mengerjakan tugas itu. Sudah kuduga kalau ini memang sebuah kesalahan, duh... Siapa juga yang bisa menyelesaikan tugas sulit seperti itu."

Yang kesalahan sepertinya dirimu tuh...
Bintang membatin pada perkataan Oase barusan. Karena meski begitu, Oase telah menyelesaikan tugasnya dalam semalam.

Aku melihat gadis berambut hijau itu lagi. Kemakan kue kering setelah mencelupkan kue itu ke dalam teh hangat. Setelah mengunyah makanan itu dia memasang ekspresi lezat dan puas.

"K-kamu... Ketua klub radio kan?" Aku memaksakan diri untuk bertanya.

"Ya, itu aku..." Jawabnya santai lalu lanjut memakan kue kering lagi.

"K-kenapa aku bisa berada disini? Kalian juga..." Mendengar pertanyaanku barusan, Oase menjawab.

"Situasinya cukup sulit untukmu ya. Kau sedang kebingungan kan. Ya mau bagaimana lagi... Dengarkan baik-baik loh..." Ucap Oase sambil duduk rileks dan bersandar di kursi putih.

____________________________________

Kemudian, Oase menjelaskan semuanya. Mulai dari kesalahan pemberian tugas yang menyebabkan mental terganggu. Lalu bagaimana Akram, Roi, dan Bu Sulhah mengantarku kesini. Lalu pada akhirnya, Oase menjelaskan tentang padang rumput ini.

"Ini adalah ilusi buatan Kak Dona. Aslinya, saat ini kita sedang berada di gedung UKS."

"K-kenapa Kak Dona bisa membuat ilusi seperti ini? T-tunggu. Kenapa kalian membuatku berilustrasi seperti ini? Pasti ada penjelasannya kan?" Tanyaku, lalu gadis bernama Ekidona itu menjawab.

"Jawaban dari pertanyaan pertama, aku dan Oase adalah seorang penyihir. Setiap penyihir memiliki otoritas mereka masing-masing. Oase adalah pemilik otoritas maha tahu. Kau bisa langsung mengerti setelah mendengar otoritas nya bukan?"

Jadi... Perkataannya yang selama ini selalu menebak... Itu bukan tebakan biasa.

"Lalu mengenai otoritas milikku..." Kak Dona melanjutkan penjelasannya.

"...Aku adalah pemilik otoritas ilusi. Tergantung penggunaannya, aku bisa saja membuat kewarasan orang lain kembali. Di sisi lain, aku juga bisa menghilangkan kewarasan itu. Menyembuhkan orang depresi yang mentalnya terganggu seperti dirimu adalah hal mudah untukku. Kalau kau mau, aku bisa saja membuatmu menjadi tidak berakal sekarang juga."

"Ja-jadi... Semua ilusi ini, adalah ulah..."

"Ulahku kok..." Kak Dona menyerobot sebelum kalimatku selesai.

"Ja-jadi... Apa yang kalian inginkan dariku?" Setelah mengetahui kemampuan tidak masuk akal mereka, aku panik. Jujur saja ini tidak normal. Untuk beberapa alasan, bisa saja ini akan jadi bahaya. Tapi aku harus tetap tenang, selain itu aku harus percaya dengan Oase.

"Kami hanya ingin menyembuhkan Bintang kok... Ya... Kalau ada sedikit kompensasi, aku akan senang sih..." Jawab Kak Dona sambil malu hingga wajahnya merah.

"K-kompensasi, apa yang kau mau?" Aku bertanya lagi, berharap itu adalah kompensasi yang tidak berbahaya atau mengerikan.

"Bintang, beritahukan tipe wanita idaman Bintang padaku dong... Aku, sangat-sangat penasaran... Kalau aku sudah puas dengan jawabannya, kita akan kembali dari ilusi ini."

Sudah kuduga kalau dia ini memang orang aneh...

"Kalau tanyakan saja pada Oase... Apakah tidak bisa, ya... Dia kan tahu segalanya." Aku bernegosiasi agar tidak perlu menyebutkannya sendiri.

"Bodoh... Yang kuinginkan bukanlah jawabannya. Tapi wajahmu yang merona karena malu saat menjelaskannya." Kak Dona sudah tidak terkendali saat ini. Rasa penasarannya tentang sesuatu tidak akan bisa dihentikan.

Oase memotong pembicaraan.
"Kak Dona... Apakah Kak Dona selalu minta kompensasi seperti ini... Jujur saja aku semakin memandang rendah dirimu sebagai kakak kelas. Aku sedikit, jijik."

"H-hah! Rasa penasaran itu mutlak, agung, dan indah. Memang, orang yang tahu segalanya bisa mengerti rasa penasaran? Tidak kan? Kalau begitu diam saja atau aku akan menghilangkan akalmu sekarang!"

"Uwwah seram... Yah, karena menarik aku akan menyimak pembicaraan kalian sampai selesai. Aku juga penasaran dengan wajah dingin Bintang bisa berekspresi imut seperti apa."

Ini sih perundungan namanya...

"Jadi Bintang... Bisa dimulai sekarang? Penjabarannya." Gadis bernama Ekidona menagih kompensasi dari penyembuhannya.

"Y-ya... Ga-gadis yang kusuka, ya... Seperti..."

"AH BEGITU! Sudah kuduga ternyata Bintang bisa malu-malu juga... Aaaaaa aku bersyukur bisa melihat ini dalam hidupku." Ekidona mendadak berteriak dan menyampaikan rasa syukurnya. Lalu setelah itu, Oase nampak seperti menahan tawa. Dia menunduk dan membuang nafas dengan tidak teratur.

Benar-benar dua orang aneh parah... Sebegitu penasarannya dengan tipe wanita idaman orang lain...

"Lanjutkan... Tidak perlu memikirkan respon kami." Ekidona berkata lagi sambil menghapus air mata gelinya dengan telunjuk.

"E-em... Mungkin... Rambutnya hitam panjang, tatapan dingin, tinggi, dan sedikit kasar. Ya... Begitulah. Aku juga kurang pandai dalam hal seperti ini." Aku menjelaskan pada mereka, serius aku memaksakan diriku. Saking gugupnya aku sampai menggaruk-garuk pipi dengan telunjuk.

Mendengar penjelasan barusan, Ekidona tersenyum. Senyuman kali ini berbeda, itu bukan perasaan geli atau menahan tawa. Dari tatapan matanya juga terasa berbeda. Lalu, dia berkata.

"Sudah kuduga, kau memang unik. Mengingatkan aku pada seseorang." Ucap Ekidona sambil membayangkan klise laki-laki yang ia sukai. Setelah menatap Bintang sambil tersenyum hangat, Ekidona berkata lagi.

"Bintang, maukah kau menerima pengabdian hidupku?"

"Pengabdian, hidup?" Suasananya mendadak berubah. Ini adalah suasana yang berat. Tapi aku harus tetap melanjutkan pembicaraan ini.

"Tentu saja ini tidak termasuk kompensasi. Kau bisa memilih untuk menjawab ya atau tidak." Lanjut Ekidona menyampaikan ketentuannya dari permintaannya barusan.

"Aku tidak mengerti. Pengabdian hidup itu, apa maksudnya?"

"Bahasa yang lebih mudah dimengerti adalah ikatan kontrak. Aku butuh bantuan darimu. Tapi di sisi lain, aku juga akan menguntungkan bagimu. Apakah kau ingin aku lanjut menjelaskannya?"

"Y-ya... Aku akan mendengar semua perkataan kalian sampai kembali nanti sih."

"Terima kasih. Kalau begitu aku akan melanjutkannya."

Aku adalah, seorang pemilik otoritas perempuan. Sebagaimana seharusnya, pemilik otoritas perempuan hanya memiliki waktu sampai akhir tahun kedua di SMA ini.

Aku, ingin tetap hidup. Bagaimanapun caranya, sebisa mungkin, aku ingin hidup. Karena itulah aku akan mengabdikan hidupku untukmu.

Ikatan kontrak. Saat waktunya tiba nanti, aku akan mengubah wujud diriku menjadi ilusi tak terbatas. Tapi, ilusi membutuhkan pikiran untuk menampilkan ilustrasinya. Karena itu aku butuh pikiranmu.

Dengan kata lain jika kau menyetujui kontrak ini, aku akan hidup di pikiranmu untuk selamanya. Tentu saja ini memiliki keuntungan bagimu juga.

"Lalu apa untungnya, bagiku?"

Maha tahu dan rasa penasaran itu berbeda jauh, Bintang. Aku akan katakan ini padamu.

Berbicara apa yang ku ketahui, aku hanya tahu apa yang membuatku penasaran. Berbicara apa yang membuatku penasaran, aku penasaran dengan semua yang ada di alam semesta ini.

"I-itu berarti..."

Ya, aku akan menjadi penasihat bagimu untuk berpikir. Aku akan menjadi akselerasi pikiranmu dan menjadi bagian dari caramu untuk berpikir. Tidak hanya itu, jika kau merasa gundah kau bisa datang ke tempat ini kapanpun. Apapun masalahnya, kau akan kembali tenang.

Lagi, unsur penyihir kertas akan menjadi milikmu. Kau tidak akan bisa menggunakan otoritas ilusi sih, tapi unsur penyihir bisa membuatmu lulus dalam berbagai kualifikasi.

Belum lagi untuk kebutuhan biologis. Aku ini perempuan, gadis SMA. Kau, adalah laki-laki. Saat kau putus asa dan depresi seperti apapun, aku siap mengibur mu baik secara mental maupun fisik.

Selain itu segala potensi kekuatan yang ada dalam dirimu sebagai katalis sihir gelap, aku bisa memolesnya menjadi sempurna...

Jadi, apakah kau tertarik?

"..."

Penjelasannya panjang, jujur saja itu menggiurkan. Jujur saja itu menggoda. Tapi... Aku merasa, tidak bisa menerimanya.

"K-kak Dona..."

"Panggil saja Ekidona. Aku merasa terhormat jika kau memanggil nama asliku."

"Kau memiliki seorang laki-laki yang kau sukai, kan?"

"Iya kok... Dia bahkan akan lulus tahun ini."

"Kalau begitu... Kenapa kau tidak mengikat kontrak dengannya? Kenapa kau malah memilihku? Kau bisa saja hidup bersamanya, selamanya. Bersama orang yang kau sukai..."

"Tidak, aku tidak bisa." Jawab Ekidona tegas hingga menghentikan kalimat dariku.

"H-hah?"

"Jika aku mengikat kontrak dengannya, aku akan hidup dalam pikirannya, selamanya. Aku tidak mau itu terjadi."

"Ta-tapi, kenapa!"

"Meski aku bersamanya, fisik ku tidak akan ada. Aku tidak mau mengikat dirinya bersama diriku yang tidak memiliki wujud. Aku mau dia melupakan diriku. Aku mau dia menemukan perempuan lain. Aku mau dia bahagia. Karena itu aku akan membuat ilusi tanpa batas. Bayaran dari ilusi tanpa batas adalah keberadaanku."

"H-hah? Keberadaan?"

"Ya. Jika aku membuat ilusi tanpa batas, maka seluruh manusia yang mengenalku, akan lupa. Mereka akan melupakan diriku, bahkan diriku akan seperti tidak ada. Itu akan lebih baik. Dia tidak perlu merasakan sakitnya perpisahan. Dia akan melupakanku, dan menemukan wanita lain yang bisa membuatnya bahagia."

Dia merobek dadanya sendiri. Dia menusuk dadanya sendiri. Dia menyiksa dirinya sendiri. Dia menyayat hatinya sendiri. Dia mengguyur bola matanya sendiri. Ekidona, gadis SMA yang tidak memiliki waktu panjang sudah punya keputusan bulat. Lalu keputusan itu adalah tentang...

Masa depan laki-laki yang ia sukai, harus hidup tanpa dirinya.

[Aku, akan menghapus keberadaan tentang diriku. Minimal dari dunia yang tidak jelas ini. Lalu fokus untuk mencari tahu tentang zat bernama Tuhan sampai puas.]

Terima kasih,
Atas keputusan sepihak yang merugikan diriku.

Dreamer Arc X

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro