Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 6: Makanan Untuk Diperjuangkan

"Murid penyihir, aku mendeteksi ada manusia lain yang mendekat." Memberi peringatan kepada Bintang adalah seekor kupu-kupu kecil yang dapat bicara. Kupu-kupu itu terbang di sekitar kepala Bintang sambil memberi arahan yang sepertnya disampaikan lewat telepati. Dialah Azaela, Roh Agung Penjaga Hutan yang memperlihatkan dirinya dengan wujud kupu-kupu.

"Kau bisa mendeteksi sekitar? Keren!" balas Bintang terkagum-kagum.

"Itu adalah kemampuan yang biasa. Bahkan Penyihir Purba selalu mengaktifkan deteksi sekitar sambil menekan aura sihirnya."

"Penyihir Purba? Maksudmu Oase? Menurutku dia tidak sehebat itu. Dia bahkan tidak bisa mendeteksi ketiga orang yang menyerang kami sebelumnya," ujar Bintang menjelaskan kemampuan Oase yang sebenarnya biasa-biasa saja. Dia mengusap dagunya dengan telunjuk, berpikir tentang kenapa Azaela sangat hormat kepada Oase.

"Penyihir Purba, maksudku Oase memang sengaja pura-pura tidak tahu meski dia sudah mendeteksi keberadaan musuh di sekitarnya. Mungkin, dia malah berharap agar seseorang akan menyerangnya."

"Aku paham banget! Dia memang orang yang begitu!" balas Bintang setuju. "Omong-omong, kenapa kau tahu banyak banget soal dia?"

"I-itu ...." Melanjutkan kalimatnya yang dihambat keraguan, Azaela malah mengganti topiknya. "Kesampingkan soal Penyihir Purba, beberapa orang sedang coba memanjat. Dia tepat berada di balik batu itu. Jumlahnya tiga orang. Dua di antaranya memanjat, seseorang menunggu dari bawah."

"Tiga orang lainnya?"

"Tiga sisanya bergerak sendiri. Mereka mengawasi kita dari balik batu-batu di sekitar sini."

Secara sederhana, mendapat makanan bisa dengan memanjat batu raksasa dan mengambilnya sebanyak yang mereka bisa. Namun, Bintang tahu pasti bahwa risiko terbesar datang dari mereka yang mengawasi. Siswa lain akan menunggu sampai seseorang memanjat dan mendapatkan makanan. Saat orang itu lengah atau berusaha turun dari batu, penyerangan dimulai.

Berada di posisi memanjat dan menuruni batu tentu saja amat merugikan. Jika tidak ada sesuatu yang bisa membantu mobilitas maka sia-sia saja untuk memanjat batu sebesar itu.

"Tuan Kupu-Kupu," panggil Bintang.

"Namaku Azaela!"

"Azaela, kau punya rencana agar kita bisa sampai ke puncak tanpa harus memanjat?"

"Panggil aku dengan sebutan hormat. Tuan Azaela."

"Repot banget, kau repot banget! Kenapa aku harus pakai sebutan hormat sementara Oase enggak?"

"Itu karena Penyihir Purba adalah keberadaan yang kedudukannya di atasku."

"Baiklah, baiklah! Tuan Azaela yang Cantik dan Terhormat, bisakah kau membawaku ke atas sana tanpa harus memanjat?" pinta Bintang tanpa sedikit pun memelas, raut wajahnya malah dengan jelas memperlihatkan semangat permusuhan.

"Sebenarnya bisa-bisa saja dengan terbang, tetapi memakai Skill Perubahan Wujud sangat merepotkan karena akan menarik perhatian. Sebagai gantinya, kau akan naik sendiri dan aku menyusul."

"Hah? Apa maksud--"

Terempas, melayang-layang, Bintang seperti terlempar dengan sihir angin yang amat kuat. Kekuatan sihir itu bahkan cukup untuk menerbangkan Bintang sampai ke puncak, tepat di depan kotak persediaan. Menyusul di belakangnya adalah Azaela yang mengepakkan sayapnya seperti kupu-kupu biasa.

"Kita sudah berada di puncak," kata Azaela. "Giliranmu untuk membuka kotak ini dan membawa makanan."

Menarik pedang hitam dari punggungnya, Bintang berniat untuk menebas kotak itu. Kala dia mendekat dan mengangkat pedangnya, seorang laki-laki yang baru saja tiba di tebing puncak berdiri gemetar karena lelah.

"Ma-makanan itu ... milikku ...." Dia benar-benar lemas karena harus memanjat batu raksasa yang seperti menara dari bawah sana.

Sama seperti Bintang, laki-laki yang baru saja tiba itu memiliki pedang sebagai senjata. Bedanya, pedang milik laki-laki itu tersimpan di pinggangnya dengan sarung pedang hijau rumput. Pedang itu jauh lebih kecil, mirip seperti katana atau samurai daripada pedang milik Bintang yang jauh lebih panjang dan lebar.

Mengabaikan laki-laki itu, Bintang langsung mengempas pedangnya pada kotak di bawah. Menghasilkan getaran kuat dan sedikit percik api, tetapi kotak itu sama sekali tidak rusak.

"Ke-keras sekali!"

Sementara di seberang puncak, laki-laki dengan pedang hijau itu mulai memasang kuda-kuda berpedang yang mencurigakan. Kaki kirinya maju ke depan, membuat sudut 90° sementara kaki kanannya lurus ke belakang. Tangan kirinya menahan sarung berwarna hijau sementara tangan kanannya bersiap untuk menarik pedang.

Tak menyerah, Bintang sekali lagi menebas kotak kayu dengan pedang besarnya, tetapi kotak itu tak hancur juga. Dia coba untuk mengabaikan laki-laki di seberang dengan fokus kepada kotak.

Tatkala Bintang sedang menebasnya berkali-kali, Azaela berteriak. "Awas!"

Bintang pun serasa terdorong sihir angin, sementara kilat hijau seperti memotong dengan lurus ke arah depan, memotong tempat Bintang berpijak sebelumnya. Andai Bintang tetap di tempat, dia mungkin akan terkena kilat hijau yang berbahaya.

Tidak, lebih dari itu, Bintang baru saja memahami satu hal yang luar biasa.

"O-orang itu, dia cepet gila!"

Laki-laki dengan pedang hijau, saat ini sedang bediri di dekat Bintang dalam keadaan pedangnya yang sudah terhunus. Benar untuk dikatakan bahwa kilat hijau itu adalah visualisasi untuk gerakannya yang sangat cepat. Andai Bintang tidak didorong oleh sihir Azaela, tubuhnya pasti sudah terbelah dua.

"O-oi! Kau serius mau membunuhku, ya?"

"Ma-mau bagaimana lagi, bukan? Kalau tidak makan, kalau tidak menyerang, yang akan terbunuh adalah aku!"

Laki-laki itu menarik pedangnya sekali lagi, menyabet berkali-kali ke arah Bintang sementara Bintang terus menghindarinya meski terpojok.

"Tu-Tuan Azaela! Ba-bantu aku!"

Dari sisi lain puncak, Azaela pun melancarkan sihir angin yang berbahaya. Namun, pria dengan pedang hijau memiliki reflek super cepat dan dia menghindar dengan sempurna.

Gerakannya benar-benar cepat. Acapkali dia menghunuskan pedang, maka gerakannya langsung tak terbaca seperti guntur yang hanya muncul sesaat.

Azaela melancarkan sihir berkali-kali, tapi tidak ada satu pun yang terkena. Momen itu membuat Bintang jadi sedikit meremehkannya dan berteriak, "Ada apa? Apakah kekuatan Roh Agung hanya segitu saja!"

"Orang bodoh macam apa yang bisa menghina Roh Agung!" Terdengar marah, Azaela tampak melakukan sesuatu. Dia mengaktifkan wilayah sihir dan membuat angin berembus kencang di sekitar menara batu. Angin kencang itu merusak keseimbangan, batu raksasa yang menjulang seperti menara mulai goyang dan hendak jatuh karena tak kuasa.

"Wahai Ibu Bumi nan Berbelas Kasih!" Suara lain terdengar merapal, tetapi sosoknya tak terlihat di puncak. Namun, Bintang langsung sadar bahwa suara gadis yang barusan terdengar berasal dari bawah sana. "Ampunilah kerusakan yang disebabkan oleh kami, turunkanlah karunia kepada kami. Mengharap mukjizat kepada yang maha Tinggi, dengarlah doa kami. Purification!"

Sihir Azaela baru saja dimurnikan, dinetralkan, menghilang. Melirik ke arah bawah, Bintang mendapati seorang gadis lainnya yang memakai seragam putih Abu-Abu, tetapi dia membawa tongkat setinggi tubuhnya yang mirip seperti milik pendeta.

"Seorang pendeta," tutur Azaela. "Tak kusangka ada tipe langka seperti itu yang muncul di sini."

"Pendeta? Sekuat apa mereka?" tanya Bintang penasaran.

"Kita tidak memiliki waktu untuk diskusi. Ada tiga lawan yang harus dihadapi!" Mengatakan itu, Azaela sekali lagi melancarkan sihir angin yang menepis serangan rantai di belakang Bintang.

"Perhatikan bagian belakangmu, Murid Penyihir!" omel Azaela.

"Ah, iya, benar juga. Kita punya tiga lawan di menara batu, dan tiga lawan lainnya yang mengawasi di bawah sana," balas Bintang menanggapi, sembari meninjau ulang siapa saja musuhnya saat ini.

Laki-laki yang memakai pedang katana berwarna hijau, gadis pendeta yang membawa tongkat dan semacam kitab, serta gadis tinggi yang memakai rantai sebagai senjatanya. Entah apakah mereka beraliansi atau tidak, tetapi setidaknya, mereka memutuskan untuk bekerja sama dan membagi makanan saat ini.

Mengambil ancang-ancang, gadis dengan rantai mulai mencambuk sekitar dengan senjatanya itu. Menghasilkan kerusakan yang cukup parah, tetapi belum cukup kuat untuk menghancurkan kotak persediaan. Sementara Bintang sibuk menghindari serangan itu, dia mencari celah untuk bicara.

"Tu-tunggu! Ba-bagaimana kalau kita bicara? Sesungguhnya ini bisa kita diskusikan."

Sayang, gadis tinggi itu tidak mau dengar. Telinganya tertutup rapat, matanya enggan melihat. Sementara di sisi lain, laki-laki dengan samurai mulai menyusun ancang-ancang seperti sebelumnya.

Sebodoh-bodohnya orang yang berada di momen paling berbahaya, mereka pasti akan bisa paham bahwa dirinya terancam. Bintang yang tidak bodoh jelas sadar akan dirinya dan harus segera mengambil tindakan.

Alih-alih menghindar, dia berhenti dan berdiri dengan mantap. Pedang hitamnya dia genggam kuat-kuat, mencoba mengalirkan mana seperti yang pernah Oase ajarkan.

Entah jurus macam apa yang dia punya, tetapi pertarungan akan seimbang jika dia menyisipkan mana pada pedangnya. Mengalirkan sihir, pedang hitam kian menyala. Kala rantai cambuk memelesat ke arah kepala, Bintang menangkisnya dengan pedang hitam sehingga rantai itu memantul balik, kembali pada pemiliknya.

Serangan kedua, yaitu dari si pemilik samurai juga berhasil Bintang tangkis dengan berat. Bagian depan kakinya mengentak pada tanah, menahan agar tubuhnya tak sampai bergeser ke belakang.

"Kalian tidak dengar aku? Bagaimana kalau kita bicarakan ini sebenntar. Aku dan teman-temanku juga butuh makanan."

Makanan Untuk Diperjuangkan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro