BAB 5: Roh Agung Penguasa Hutan
Hari kedua ujian pra-sekolah.
Bintang dan Oase sebenarnya ingin segera menemukan soal, mengerjakannya, dan mengumpulkannya. Sayangnya, itu tidak semudah yang dibayangkan karena mereka tak kunjung menemukan soal semalaman. Mereka pun memutuskan untuk bermalam, dan hendak melanjutkan pencariannya pagi ini.
Kala Bintang terbangun dalam keadaan punggung yang sakit dan kepala pusing, tantangan lainnya adalah tenggorokan benar-benar kering dan perut benar-benar perih. Sama sekali tidak ada asupan sejak kemarin dan siapa pun pasti akan merasakan hal yang sama saat ini. Lapar, haus, dan kedinginan yang ekstrem.
"Ini tidak bagus. Apakah mereka benar-benar tidak akan memberi kita makan?" tanya Bintang penuh harap.
Menjawabnya, Oase melihat ke arah langit dan tersenyum lega. "Tidak, mereka baru saja menurunkan makanan untuk kita. Tentu saja kalau makanan itu jumlahnya terbatas."
Mengikuti Oase yang melihat langit, Bintang pun turut paham maksudnya. Beberapa kotak kayu dijatuhkan dari atas sana dengan parasut berwarna kuning. Kotak itu pasti berisi persediaan seperti makanan dan minuman.
"Aku sebenarnya ingin mendatangi kotak persediaan itu sekarang juga, tapi kalau begitu--"
"Kelompok lain juga akan menemukan kita. Bukan tidak mungkin akan terjadi bentrok karena kurangnya makanan," lanjut Oase melengkapi kalimat Bintang.
"Tapi, diam seperti ini juga sama saja dengan mati. Kita harus memprioritaskan persediaan sebelum lanjut menemukan soal."
Atas arahan Bintang, Oase pun setuju tak membantah. "Aku setuju ...," ujarnya.
__________________
Berjalan dengan tergesa-gesa, mengikuti di mana kotak persediaan jatuh. Tentu saja, Bintang harus selalu waspada mengingat siswa lain juga mengincar kotak persediaan. Jumlahnya memang banyak, mungkin ada puluhan. Sayangnya, jumlah itu sepertinya tidak cukup untuk dibagikan kepada seluruh siswa. Belum lagi dihitung dengan siswa yang rakus dan ingin memonopoli persediaan.
Berjalan di samping Bintang adalah Oase dengan santainya. Kedua tangan laki-laki itu bersilang di belakang pinggang, berjalan dengan riang seperti sedang berlibur di hutan batu raksasa.
"Enak sekali, ya? Omniscient mengatakan sesuatu secara otomatis, seperti perjalanan ini akan aman, atau tidak ada orang di sekitar kita. Mengetahui itu pasti sungguh menenangkan."
Menanggapi Bintang yang berkeluh iri, Oase menjawabnya dengan santai. "Sama sekali tidak. Aku saat ini sedang menutup mata, menutup telinga, dan menutup pikiran dari omniscient. Aku hanya sedang menikmati suasana mendebarkan, membayangkan kita akan segera diserang atau disergap dari belakang."
"Kau ini, setidaknya cobalah untuk--"
Kalimatnya terhenti tatkala sepasang matanya menangkap pemandangan seorang gadis. Gadis berseragam putih abu itu tergeletak lemah, tertidur lelap di atas tanah berpasir. Sesaat melihatnya, yang terbayang jelas adalah, wah. Benar-benar wah. Nol pertahanan. Nol kewaspadaan. Nol pemikiran.
Jika ada serigala buas yang kebetulan lewat, maka dia akan menjadi mangsa empuk tanpa perlawanan. Benar-benar bahaya. Benar-benar gawat. Benar-benar, kesempatan emas!
"Wah, apa ini? Bintang tertarik dengan gadis itu?" ucap Oase mengagetkan Bintang yang melamun.
Bintang yang terkejut langsung menyangkalnya dengan wajah merah. "A-apa yang kau bicarakan! Aku hanya berpikir kalau dia sangat ceroboh dengan tidur di tempat ini."
"Benarkah begitu?"
"Benar!"
"Omong-omong, terlepas dari gadis yang tengah terlelap itu, kotak persediaan ada tepat di atas kita," ujar Oase sambil mengarahkan telunjuknya ke atas batu raksasa. Terlihat di puncaknya adalah kotak kayu besar yang dibalut parasut mengkerut.
"Haruskah kita membawa gadis ini bersam kita?" tanya Bintang.
Oase kemudian menjawab, "Haruskah? Menurutku tidak perlu. Dia benar-benar berada di posisi aman saat ini."
"Posisi aman? Kau ini sepertinya sama sekali tidak mengerti, ya," omel Bintang terhadap sikap Oase yang acuh.
"Aku tidak mengerti, apa pula hubungannya jika kita membawa gadis ini? Dia akan baik-baik saja meski kita mengabaikannya."
"Berhenti mengarang dengan embel-embel teman sekelas jika kau akan mengabaikan gadis lugu yang tertidur di tengah medan perang seperti ini," lanjut Bintang mencibir Oase sembari langkahnya maju mendekati gadis. Dia berlutut, hendak mengangkat gadis itu dengan kedua tangannya.
Tatkala tangan itu hampir menyentuh pundak dan pinggang si gadis untuk diangkat, suara yang asing mendadak terdengar. "Jauhkan tangan kotormu dari Putriku!"
Angin berembus kencang melindungi si gadis, Bintang mendadak terempas dengan kasar. Dia terpental jauh hingga punggungnya menabrak salah satu batu raksasa. Melihatnya, Oase hanya diam dan berkata, "Apa kubilang, dia benar-benar dalam posisi aman saat ini."
"Ah, benar juga dasar sialan! Kau yang paling tahu tentang apa yang terjadi di sini, tapi malah membiarkanku seperti itu!"
"Aku sudah memperingatimu sejak tadi," balas Oase menghela napas. "Ada Roh Agung bersama gadis itu dan dia akan melindungi gadis itu secara mutlak."
"A-apaan. Kekuatan curang lainnya sementara aku hanya punya kekuatan ampas ini!"
Dilindungi oleh Roh Agung yang digadang-gadang sangat kuat, bahkan sampai bisa tertidur di tengah medang perang dengan tenang. Jika Bintang ingin tertidur, maka dia harus bergantian jaga dengan Oase kala malam tiba. Akan bahaya jika mereka berdua tidur di saat yang sama. Namun, melihat gadis yang bisa tidur nyenyak seperti ini, Bintang sekali lagi merasa iri.
"Kau punya masalah dengan Putriku?"
Suara tegas itu terdengar sekali lagi sementara angin berembus kencang sampai menerbangkan pasir. Mengumpulkan partikel mana ke satu titik, membentuk sebuah keberadaan yang kecil, tetapi besar pengaruhnya.
Muncul secara ajaib di atas gadis yang tertidur adalah seekor kupu-kupu cantik dengan sayapnya yang berwarna merah muda. "Kelancangan seperti itu tidak bisa dimaafkan. Namun, aku akan melepaskan kalian jika kalian berhenti mengganggu dan segera pergi dari sini," ujar kupu-kupu itu yang baru muncul secara ajaib. Menggelegar, berwibawa, suaranya dipenuhi kharisma untuk seekor kupu-kupu yang cantik.
"Wah ..., Roh Agung Penguasa Hutan, Azaela. Tidak disangka kalau dirimu akan melindungi gadis ini. Apakah kau terikat kontrak dengannya?" Oase bertanya banyak, seakan-akan dia tahu segalanya tentang hubungan kupu-kupu yang dia panggil Azaela.
"Ah ..., hubungan yang terikat oleh kontrak adalah hubungan yang lemah. Aku dan Putriku terikat oleh ikatan yang lebih kuat dari itu. Kesampingkan soal hubungan kami, tak kusangka akan bertemu dengan Mage Purba Terakhir di sini. Apa tujuanmu sebenarnya? Apakah kau baru saja menemukan mainan baru untuk dijadikan boneka lainnya?" tanya Azaela sambil melihat sedikit ke arah Bintang, berprasangka buruk bahwa Bintang adalah target Oase tentang sesuatu.
"Mage Purba Terakhir, rupanya begitu kalian menyebutku. Itu benar-benar sebutan yang kejam. Omong-omong soal Bintang, dia adalah muridku," jawab Oase tersenyum ramah.
"Kau merekrut seorang murid? Tujuanmu makin tak mungkin untuk dibaca. Apaka--"
"Mari kita hentikan topik pembicaraan ini, karena ada urusan yang lebih penting," pungkas Oase menghentikan percakapan yang terus saja disodorkan Azaela.
"Muridku merasa ingin menolong Putrimu dengan tulus. Kau mungkin bisa melindunginya dari bahaya, tetapi apakah kau bisa melindunginya dari lapar dan haus? Karena itulah, muridku ingin mengajakmu bekerja sama untuk mengumpulkan persediaan," jelas Oase panjang lebar.
"Aku tidak mengerti. Kenapa harus repot-repot minta bantuanku saat penyihir berbahaya yang mungkin bisa meratakan tempat ini ada di pihaknya?"
"Seorang guru tidak ikut campur dengan urusan muridnya. Seorang guru hanya bisa membantu urusan muridnya. Karena itulah, meminta bantuanmu adalah yang paling mungkin. Bagaimanapun juga, Putrimu pasti butuh makan saat terbangun nanti." Oase memainkan telunjuknya seraya memberi penjelasan lengkap pada kupu-kupu itu.
"Begitu rupanya. Penyihir Purba rupanya juga pandai bersilat lidah. Baiklah, aku akan membantu muridmu mendapatkan makanan," balas Azaela setuju.
Beralih kepada Bintang, Oase kini berkata, "Ambil makanan itu, jangan lupa simpankan satu porsi untukku. Kau seharusnya sudah punya cukup mana setelah tidur semalaman."
"Ha? Jangan sok menjadi bos seperti itu!" Bintang tak terima dengan ketentuan yang Oase berikan.
"Sahabatku Bintang, jika aku ikut bertarung maka tempat ini akan hancur lebur. Tidak ada lagi kesempatan untuk mengajari dirimu. Karena itu, mulai saja dari yang paling dasar. Kendalikan mana yang kau punya jika memang harus bertarung atau dibutuhkan dalam keadaan tertentu. Roh Agung ada di pihak kita, kau seharusnya akan baik-baik saja meski aku tidak ikut."
"Sikapmu menjengkelkan, tapi terus jengkel tidak akan membuatku kenyang. Ingat, kau hanya punya satu porsi karena tidak membantuku untuk mengambil makanan!"
"Menurutku itu sangat tidak adil, Murid Penyihir," pungkas Azaela menyangkal kalimat Bintang. "Penyihir Purba sudah menjalin kerja sama denganku sehingga aku bersedia membantumu. Jika saja kau yang meminta bantuanku, belum tentu aku akan bergerak. Dia seharusnya layak mendapatkan lebih dari satu porsi." Kupu-kupu itu malah membela Oase dari berbagai hal yang lebih pantas untuk dibela.
"Hentikan omong kosong kalian dan ayo mulai bergerak!" omel Bintang untuk yang kesekian kali, melangkah maju mendekati kotak persediaan.
Roh Agung Penguasa Hutan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro