Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 21: Selalu Dimulai dengan Pertempuran dan Pertemuan

DREAMER: KISAH PARA PEMIMPI
BABAK KLUB PENYIAR RADIO

Tahap 1: Selalu Dimulai Dengan Pertempuran dan Pertemuan

Bintang duduk dengan gugup. Di atas kursi, di dalam ruang kelas yang terasa sunyi, semua siswa sempat menelan ludah tanda khawatir. Bukan hanya tentang keseruan atau mungkin kekuatan. Dunia virtual yang akan mereka selami sesungguhnya adalah dunia dengan rasa sakit yang nyata.

Helm VR berwarna hitam dengan lapisan biru neon di sampingnya tergeletak di kolong mejanya. Perasaan aneh mengalir dalam benak—seperti ada daya tarik kuat yang memaksa untuk segera memasuki dunia yang baru ini. Namun, ada ketegangan yang bercampur dengan rasa penasaran. Setiap siswa tampaknya mengalami pergulatan batin yang sama, merasakan keterasingan yang tak bisa mereka jelaskan.

“Baiklah, sekarang adalah saatnya untuk memasuki dunia virtual untuk pertama kalinya,” kata Bu Sulhah, menatap para siswa dengan tatapan serius. “Dunia ini bukan hanya arena pertarungan, tapi juga tempat untuk kalian belajar, memahami kekuatan kalian, dan mungkin... menemukan sisi lain dari diri kalian yang selama ini tersembunyi.”

Bintang merasa napasnya sedikit tercekat. Ia menatap helm VR di bawah meja, membayangkan seperti apa pengalaman yang akan ia hadapi. Di sebelahnya, Oase sudah mengamati helmnya dengan penuh semangat, wajahnya tampak lebih hidup dari biasanya.

“Ayo, Bintang!” Oase menyenggolnya pelan. “Ini kesempatan kita buat menjelajahi dunia lain. Kau tak penasaran?”

Bintang menghela napas panjang, lalu menatap Oase yang sudah memancarkan antusiasme penuh. “Tentu saja aku penasaran. Tapi ada sedikit perasaan yang... tak bisa kugambarkan.”

Oase tertawa kecil. “Memangnya kau asli sepayah itu? Tenang saja. Bahkan meski kau mati di dunia virtual, mungkin kau tidak akan benar-benar mati dalam arti sesungguhnya."

"Kata-katamu jadi tidak meyakinkan setelah mengatakannya sebagai kemungkinan."

Satu per satu, siswa mulai menempatkan helm di kepala mereka, perlahan-lahan mengaktifkan perangkat yang akan membawa mereka ke dunia baru. Bintang mengikuti, mengencangkan helm di kepalanya sambil menutup mata. Perasaannya campur aduk, antara antisipasi dan ketakutan. Terdengar bunyi klik lembut saat helm terkunci, dan seketika itu juga, dunianya berubah.

Bintang mengangkat helm VR dan menghela napas, sejenak menatap teman-teman sekelasnya yang kini memasuki dunia virtual. Rasa tegang yang ia rasakan mirip dengan ujian pra-sekolah di kawah batu—tempat pertama kali ia menyadari kemampuan Persona-nya. Namun, meski tegang, kali ini ada kepercayaan diri yang tumbuh di dalamnya.

Bintang mengangguk yakin, memasang helm dan menutup matanya. Begitu perangkat aktif, kegelapan menyelimuti kesadarannya sebelum perlahan-lahan berganti dengan cahaya terang yang memancar. Bintang kini berdiri di lapangan luas, langit biru dengan awan tipis menggantung di atasnya. Udara di sini sejuk, seperti dunia baru yang penuh keajaiban.

Namun, perasaan tenang itu tak bertahan lama. Suara sistem terdengar di telinga mereka, memberi instruksi tegas. “Selamat datang di tahap pertama. Kalian akan menjalani serangkaian latihan. Dalam dunia virtual ini, kalian akan bertemu tantangan yang harus kalian hadapi untuk mengukur potensi Persona kalian.”

Bintang menoleh, melihat Oase di sampingnya. Temannya tampak lebih siap dari sebelumnya, matanya menyala dengan antusiasme. Bintang tersenyum kecil—ini adalah kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan kemampuan mereka.

Namun, situasi segera berubah ketika sosok-sosok gelap mulai muncul dari kejauhan, bergerak mendekati para siswa. Mereka tampak seperti bayangan tanpa bentuk jelas, tetapi auranya terasa mengancam.

“Apa itu?” tanya salah satu siswa dengan suara gemetar.

“Sepertinya mereka adalah lawan kita,” kata Oase, merasakan sesuatu yang menantang dari makhluk-makhluk itu. “Bersiaplah, Bintang.”

Bintang menghela napas dalam-dalam, lalu merasakan energi Persona-nya mengalir, mengisi tubuhnya. Ia mengangkat tangan kanannya, dan dalam sekejap, sebuah pedang hitam pekat muncul di genggamannya, seolah terbuat dari bayangan yang membeku. Rasa percaya diri mengalir dalam dirinya saat ia merasakan kekuatan yang dulu ia gunakan di ujian pra-sekolah.

“Baiklah... mari kita mulai.”

Bayangan-bayangan itu mendekat dengan gerakan lambat namun pasti. Bintang menajamkan fokusnya, mengangkat pedang dan bersiap menyerang. Dalam sekejap, bayangan hitam yang ia kontrol mulai berkumpul di sekeliling kakinya, mengalir seperti kabut yang siap meledak kapan saja.

Dengan satu ayunan, ia mengayunkan pedang hitamnya, menciptakan gelombang bayangan yang menghempaskan beberapa makhluk itu mundur. Namun, saat yang lain mendekat, Oase maju ke depan, tangannya terangkat dengan gerakan anggun.

Benang-benang halus, hampir transparan, mulai muncul di udara di sekitar Oase. Ia memutar pergelangan tangannya, dan benang-benang itu merentang, menghubungkan satu makhluk dengan yang lain, menciptakan jaring tipis yang menahan mereka di tempat. Dengan kontrol penuh, Oase memutar jari-jarinya, menarik makhluk-makhluk itu mendekat dan mengikat mereka lebih erat.

“Bagus, Oase!” seru Bintang sambil tersenyum penuh kekaguman. Ia tidak menyangka temannya bisa begitu terampil dengan benang-benangnya.

Namun, serangan belum usai. Beberapa bayangan lain berhasil melepaskan diri dari jaring Oase dan melesat ke arah mereka. Dengan cepat, Bintang mengangkat tangan kirinya, dan bayangan di sekitarnya berkumpul menjadi semacam perisai. Makhluk itu menabrak perisai bayangan, terpental mundur.

“Kau sudah ahli menggunakan bayanganmu,” puji Oase, tersenyum bangga.

“Aku bisa lebih bagus dari ini kalau kau tidak menyegel buku statusku,” jawab Bintang, tatapannya kembali fokus pada makhluk-makhluk di sekitarnya.

"Benar juga, aku lupa membuka segelnya." Tak ada sedikit pun rasa bersalah bagi Oase.

Satu bayangan berhasil lolos dan mendekati Oase dari samping. Bintang dengan cepat berlari ke arahnya, pedang hitamnya terangkat tinggi. Dalam satu gerakan cepat, ia membelah bayangan itu menjadi dua, membiarkannya hancur dan menyebar menjadi kabut hitam.

"Berhenti bicara dan cobalah untuk serius!"

"Untuk meluruskan saja. Aku akan tetap aman bahkan meski tanpa bantuanmu."

Angkuh dan tidak serius adalah dua deskripsi tepat untuk sikap Oase. Bentuk kerja sama terburuk di mana Bintang sebaiknya lebih memikirkan dirinya sendiri daripada Oase.

Di tengah-tengah pertarungan, Bintang mulai merasakan tubuhnya lelah. MP-nya mulai berkurang, dan setiap serangan terasa semakin berat. Oase, menyadari kondisi Bintang, segera bergerak maju, mengulurkan tangannya.

“Biar aku yang menahan mereka sementara. Kau butuh waktu untuk pulih,” kata Oase, suaranya penuh ketegasan.

"Perbedaan sikapmu yang drastis membuatku merinding." Dengan anggukan lemah, Bintang mundur beberapa langkah, mengumpulkan kembali energi sambil mengamati Oase yang kini berada di garis depan. Oase memutar benang-benangnya, menciptakan dinding pertahanan yang kuat, melindungi mereka berdua dari serangan berikutnya.

~•~•~

Dengan pola yang bergantian untuk istirahat, mereka berdua melanjutkan pertarungan melawan makhluk-makhluk bayangan, menggunakan semua yang mereka miliki. Perpaduan antara bayangan dan benang, antara serangan dan pertahanan, membentuk kerjasama yang kokoh. Mereka tidak hanya menghadapi makhluk-makhluk itu; mereka juga menemukan kekuatan baru dalam diri masing-masing.

Setelah 4 jam sejak latihan dimulai, ketika pertarungan akhirnya usai, lapangan kembali sunyi. Makhluk-makhluk itu lenyap menjadi kabut hitam, meninggalkan Bintang dan Oase yang berdiri berdekatan, kelelahan yang dipenuhi rasa lega.

“Kau lumayan,” kata Oase, tersenyum kecil.

Bintang mengangguk, membalas sindir tipis itu. “Benci untuk kuakui, tetapi kau cukup hebat sialan.”

Di dunia virtual ini, Bintang dan Oase tak hanya menjadi rekan; mereka tumbuh sebagai teman yang saling memahami dan mendukung, dengan cara mereka sendiri.

---

"Selamat karena telah melewati latihan tahap satu. Selanjutnya adalah tahap dua. Bagi kalian yang sejak tadi selalu mengandalkan orang lain, bersiaplah."

Seketika Bu Sulhah selesai dengan kalimatnya dan menghilang dari pandangan siswa, mereka pun mendapati diri masing-masing berada di tempat yang asing—labirin bawah tanah yang gelap dan berliku-liku. Bau lembab bercampur tanah membuat udara terasa berat, dan hanya samar-samar cahaya dari lantai yang menyala memberikan penerangan.

Bintang melangkah perlahan, merasa sendirian di lorong yang sempit. "Oase? Halo?" panggilnya, suaranya memantul tak ada jawaban. Dia mencoba mengingat terakhir kali dia melihat Oase, tapi ternyata setelah tiba di tempat ini, mereka langsung dipisahkan.

Langkah-langkahnya makin berhati-hati, sementara kegelapan semakin mengintimidasi. Tepat saat dia berbelok di salah satu sudut, tiba-tiba dia mendengar suara gerakan cepat di sekitarnya. Bintang mendadak berhenti, jantungnya berdegup kencang. Tiba-tiba, seekor semut magis sebesar kepalan tangan muncul dari kegelapan, disusul oleh puluhan semut lainnya yang keluar dari dinding batu, menghunus taring tajam mereka.

"Ini... bukan semut biasa!" Bintang mundur beberapa langkah, mencoba mencari jalan keluar, tapi labirin seakan terus mengurungnya tanpa ada jalur yang aman.

Seketika itu juga, Bintang mengaktifkan Persona Pengendali Bayangannya, menciptakan bayangan gelap yang mengelilingi pedang hitam yang dia genggam. Dia mengayunkan pedangnya, dan bayangan tersebut melayang tajam, membelah beberapa semut yang mendekat.

Namun, untuk setiap semut yang dia kalahkan, tiga lagi muncul menggantikan. Dia dikelilingi. Semut-semut itu mendesis, menyeringai dengan rahang terbuka yang siap menggigit. Bintang menyerang terus, membelah serangga yang mendekat dengan bayangannya, tapi serangan-serangan itu mulai melambat. Rasa lelah menyusup, sementara jumlah MP yang digunakan untuk mengaktifkan Persona mulai terasa menguras energinya.

Buruknya lagi, tempat ini gelap. Tidak ada sedikitpun bayangan yang bisa Bintang gunakan untuk menghemat MP. Karena itu, sejak dia tiba di sini, penggunaan MP-nya menjadi terlampau boros

"Kalian…terus datang!" keluhnya, suara terengah-engah mengisi lorong. Gerombolan semut akhirnya berhasil menerobos pertahanannya, dan seketika itu juga mereka menyerangnya dalam jumlah besar. Satu per satu, mereka mulai menggigit tubuhnya, menancapkan taring di kulitnya, menciptakan rasa sakit yang menusuk hingga tubuh Bintang berdarah-darah.

Berguling-guling seperti cacing yang ditaburi garam, Bintang sebisa mungkin terus bergerak. Mencoba selamat meski tahu kalau di seluruh tubuhnya sudah penuh dengan gigitan semut magis tak berperasaan.

Bintang terjatuh ke tanah, semut-semut terus menumpuk di atasnya, melilit dan menggigit seakan mengalirkan semua rasa sakit. Tubuhnya mulai mati rasa di bawah tumpukan serangga itu, sementara pikirannya makin kabur dan kosong.

Dia merasakan jari-jemarinya putus. Telinganya robek. Kulitnya tercabik, dagingnya tercerai-berai. Tetapi sakitnya masih terasa. Tanda bahwa latihan ini belum usai. Bersama pandangan yang kian menggelap, Bintang merasakan panas menggerogoti tubuhnya. Ketika matanya yang tersisa melihat taring semut sedang mendekat, kesadaran Bintang menghilang.

"GAHK!"

Di dunia nyata, tubuhnya tersentak-sentak saat ia terlempar dari dunia virtual, kembali ke ruangan sekolah dengan napas terengah-engah dan tubuh penuh keringat dingin. Bintang spontan muntah, mengeluarkan sarapannya tadi pagi di atas meja kelas, sementara siswa lain mengabaikannya karena masih tak sadarkan diri berkat helm virtual yang mereka kenakan.

Meski ia telah kembali, rasa sakit itu seperti tertinggal dalam pikirannya, menimbulkan trauma yang mendalam dan membuatnya terpaku, terdiam, serta masih terguncang dari pengalaman mengerikan itu.

Bintang menjambak-jambak rambutnya, air liur tumpah ke mana-mana. Bu Sulhah yang melihat itu sontak berlari kecil ke arahnya dan mengurus laki-laki itu dengan tindakan cepat.

WUJUD ASLI DUNIA VIRTUAL
Dreamer: Babak Klub Penyiar Radio


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro