BAB 19: Antara Sekolah Sihir dan Sekolah Teknologi
Bu Sulhah tersenyum kecil saat melihat rasa ingin tahu yang terpancar di wajah para siswa. Dengan langkah tenang, ia mulai menjelaskan aturan-aturan kelas dengan cara yang menyenangkan namun tegas.
“Baiklah, siswa kelas 1-A. Di bawah meja kalian, ada helm virtual masing-masing yang sudah siap dipakai. Helm ini akan menjadi alat utama kalian untuk memasuki dunia virtual yang telah kami rancang. Di sana, kalian bisa berlatih, menaikkan level kekuatan, dan mengumpulkan Koin Magis. Dunia virtual ini akan menjadi arena latihan yang akan berdampak pada setiap ujian tahunan kalian,” ujar Bu Sulhah sambil melirik setiap wajah penuh antusias di hadapannya.
Sebagian besar siswa tampak penasaran dan tidak sabar untuk mencoba helm tersebut. Namun, Bu Sulhah melanjutkan sebelum ada yang terburu-buru untuk mengambil helm.
“Selain helm, di kolong meja juga ada ponsel khusus yang telah kami sediakan untuk setiap siswa. Ponsel ini bukan hanya sekadar alat komunikasi biasa. Melalui ponsel ini, kalian akan menerima berbagai informasi penting terkait pelajaran, tugas, dan evaluasi. Satu fitur yang mungkin menarik perhatian kalian,” lanjutnya sambil tersenyum, “adalah bahwa jumlah Koin Magis kalian akan tercantum di sana.”
Para siswa berbisik satu sama lain, terkesan dengan teknologi yang ada.
“Koin Magis?” salah seorang siswa, dengan mata berbinar, mengangkat tangan.
“Betul sekali,” Bu Sulhah menanggapi dengan tenang. “Koin Magis akan menjadi semacam mata uang kalian di sini. Kalian bisa menggunakannya untuk berbelanja, mentransfernya ke teman, dan transaksi lainnya di sekolah ini. Ini akan membantu kalian belajar mengelola sumber daya dengan baik.”
Lalu, Bu Sulhah mengangkat tangannya sedikit, memberi isyarat agar mereka tenang. “Karena kalian adalah siswa unggulan kelas 1-A, sekolah memberikan kalian 6 juta Koin Magis sebagai bekal awal.”
Wajah-wajah di kelas menunjukkan berbagai ekspresi: dari takjub, senang, hingga bingung.
“Setiap bulan, Koin Magis yang kalian miliki akan ditambah atau dikurangi berdasarkan evaluasi kalian—baik dalam akademik, praktik, maupun level yang berhasil kalian capai di dunia virtual. Jadi, berusahalah sebaik mungkin agar Koin Magis kalian terus meningkat,” Bu Sulhah menyampaikan dengan nada serius namun membesarkan hati.
Siswa-siswa kelas 1-A menyimak penjelasan Bu Sulhah dengan penuh perhatian. Keberadaan helm virtual, ponsel canggih, dan sistem Koin Magis itu memicu semangat mereka untuk segera memulai.
Seorang siswa mengangkat tangannya dengan penuh antusias. Dia memiliki ciri khas yang mencolok: kacamata bulat yang membingkai wajahnya, rambut hitam yang dibelah tengah, dan tentunya, mengenakan seragam putih abu-abu seperti siswa lainnya.
“Ibu tadi sempat menyinggung soal ujian tahunan,” katanya dengan nada penasaran. “Memangnya itu apa?”
Bu Sulhah tersenyum lembut menanggapi pertanyaan itu, seakan sudah menduga akan muncul rasa ingin tahu seperti ini.
“Ujian tahunan adalah salah satu tantangan terbesar yang akan kalian hadapi setiap tahun,” jelas Bu Sulhah. “Ini adalah ujian di mana kemampuan kalian diuji secara menyeluruh di dunia virtual. Bentuk ujian tahunan bisa berbeda-beda—tergantung panitia ujian, yang dalam hal ini adalah Bu Safri. Kalian bisa menghadapi ujian bertema survival, battle duel satu lawan satu, bahkan mungkin skenario kolaborasi yang membutuhkan kerja sama tim.”
Para siswa mulai saling pandang, tampak bersemangat sekaligus sedikit khawatir.
“Panitia ujian, Bu Safri, akan mengatur setiap detailnya. Jadi, kalian harus selalu siap menghadapi berbagai jenis tantangan. Pengalaman dari dunia virtual ini tidak hanya akan membantu kalian memahami kemampuan kalian sendiri tetapi juga mempersiapkan kalian untuk ujian-ujian berikutnya,” lanjut Bu Sulhah, suaranya penuh semangat yang membangkitkan motivasi siswa.
Siswa berkacamata itu mengangguk, tampak berpikir serius. Para siswa lainnya pun mulai merasa ketegangan yang menyenangkan di udara, seolah-olah petualangan baru di dunia virtual sudah menanti mereka di depan mata.
Bu Sulhah melanjutkan penjelasannya, kali ini tentang atribut penting yang akan menjadi fondasi bagi setiap siswa di dunia virtual.
“Selain Koin Magis, ada tiga atribut utama yang harus kalian pahami: Mana Point (MP), Skill Point (SP), dan Health Point (HP),” katanya dengan tegas.
“Mana Point atau MP adalah batas kemampuan kalian untuk menggunakan sihir. Semakin tinggi nilai MP kalian, semakin lama kalian dapat menggunakan sihir tanpa kehabisan tenaga. Ini sangat penting, terutama saat menghadapi tantangan yang membutuhkan kekuatan sihir yang tinggi.”
Siswa-siswa saling berpandangan, memperhatikan dengan seksama setiap penjelasan.
“Selanjutnya, ada Skill Point atau SP. Ini adalah batas kemampuan kalian untuk menggunakan skill. Semakin banyak SP yang kalian miliki, semakin banyak skill yang bisa kalian aktifkan dalam pertempuran atau tantangan lainnya. Jadi, pengelolaan SP juga sangat krusial untuk strategi kalian.”
Bu Sulhah berhenti sejenak, memberikan kesempatan bagi siswa untuk mencerna informasi tersebut sebelum melanjutkan.
“Terakhir, ada Health Point atau HP. Ini menunjukkan batas ambang kehidupan kalian. Semakin tinggi HP kalian, semakin sulit untuk dieliminasi dalam pertempuran. Jika HP kalian habis, berarti kalian tidak dapat melanjutkan dan dianggap ‘kalah’.”
“Ketiga atribut ini—MP, SP, dan HP—adalah yang terpenting di dunia virtual. Kalian perlu memperhatikan setiap atribut ini agar dapat bertahan dan berkembang di setiap ujian yang akan datang,” jelas Bu Sulhah dengan penuh keyakinan.
"Kalian akan memperoleh MP harian setiap kali log-in ke dunia virtual. Login harian memberi benefit 50 MP dan efek ini bisa ditumpuk. Dalam jumlah MP tertentu, kalian bisa menaikkan level dan membuka lebih banyak skill baru."
Siswa-siswa mulai mencatat dengan serius di ponsel mereka, menyadari bahwa pemahaman ini akan menjadi kunci untuk berhasil di kehidupan sekolah yang penuh tantangan ini.
Berikut urutan peringkat siswa di kelas berdasarkan jumlah MP total mereka, dengan data lengkap dari yang tertinggi hingga terendah:
Tatkala seluruh siswa tengah fokus mencatat penjelasan Bu Sulhah, sebuah papan peringkat muncul begitu saja di layar ponsel mereka.
1. **Oase** - MP: 7.300.000
2. **Sasa** - MP: 1.200.000
3. **Deni** - MP: 850.000
4. **Akram** - MP: 710.000
5. **Wafi** - MP: 640.000
6. **Okta** - MP: 520.000
7. **Desi** - MP: 470.000
8. **Dhik** - MP: 420.000
9. **Daina** - MP: 390.000
10. **Ilham** - MP: 370.000
11. **Aila** - MP: 230.000
12. **Fath** - MP: 110.000
13. **Andin** - MP: 80.000
14. **Dinar** - MP: 46.000
15. **Angel** - MP: 27.000
16. **Bintang** - MP: 6.100
17. **Ido** - MP: 5.900
18. **Musyaf** - MP: 5.800
19. **Ira** - MP: 5.700
20. **Lina** - MP: 5.650
21. **Kayla** - MP: 5.600
22. **Hijri** - MP: 5.580
23. **Tiara** - MP: 5.570
24. **Razan** - MP: 5.560
25. **Hanifah** - MP: 5.540
26. **Ali** - MP: 5.530
27. **Roi** - MP: 5.520
28. **Fritz** - MP: 5.510
29. **Aisha** - MP: 5.500
30. **Dhea** - MP: 5.490
31. **Andin** - MP: 5.480
32. **Fiyah** - MP: 5.470
33. **Wulan** - MP: 5.460
34. **Bagas** - MP: 5.450
Layar ponsel menunjukkan peringkat dan jumlah MP total masing-masing siswa, dengan Oase di peringkat teratas dan Bagas di peringkat terakhir. Bintang melirik ke arah Oase dan bergumam tak suka. "Apa-apaan poinnya! Aku harus login setidaknya selama 400 tahun untuk menumpuk MP sebanyak itu."
Kelas Atas dan Peringkat Atas
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro