Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jurig 2 - Doa Buka Puasa

"Ya ampun. Capek ngejar ni anak satu." Ada suara kursi menahan empasan tubuh. "Lincah amat kayak beruk. Muncul di mana-mana."

"Yah, cepat banget capeknya! Aku masih mau maiiin." Wira hendak mengambil ponsel Gala lagi, tapi kini refleks cowok itu bekerja lebih cepat, sehingga serangan Wira bisa ditepis dengan mudah.

"Jangan ganggu, ah."

"Dih, orang tua cepet capeknya." Wira bergumam sebal.

"Heh! Tadi mukamu kayak kucing kurang gizi, kenapa sekarang bisa nyebelin gitu? Cepet amat berubahnya." Gala ikutan dongkol. Pandangan cowok itu sejenak teralihkan dari ponsel. "Lagian, aku baru lulus SMP. Tua dari mananya?!"

"Dari Jonggol." Wira terkekeh.

Gala tak menanggapinya lagi selain memutar bola mata malas. Dibuka obrolan WhatsApp bapaknya, Yandi. Bisa dilihat pria itu membombardir Gala dengan pesan bertubi-tubi yang memiliki inti serupa: mencari pacar.

Dicomot satu biskuit di meja menepis jengkel yang mendadak hadir menyeruak. Pria itu selalu punya cara untuk mengusili orang. Mengapa dia sangat ingin anak tunggalnya punya pacar?

Bapak:
Gala atos dugi?
(Gala udah sampe?)

Gala terlonjak dari kursi melihat notifikasi masuk. Kunyahan cowok itu terhenti ketika ibu jarinya mengetikkan sesuatu untuk membalas.

Insting Yandi sebagai ayah kuat sekali. Kok bisa tahu Gala ingin bicara? Eh, apa cuma memperhatikan status online?

Gala:
Atos, Pak.

Bapak:
Kumaha kos si Bibi?
(Gimana kos bibimu?)

Gala:
Enakeun, da, Pak.
(Nyaman, kok, Pak.)

Bapak:
Lamun kabogoh kumaha?
(Kalau pacar gimana?)

Gala hampir tersedak mati membaca pertanyaan itu. Segera dia sesap teh yang sudah hilang hangatnya membasuh perih di kerongkongan, lalu kembali menekuri ponsel dengan laju ketikan yang mengganas perlahan.

Gala:
Ck. Bapaaak.

Abi karek lima belas taun.
(Aku baru lima belas tahun.)

Kunaon miwarang milari kabogoh wae, sih?
(Kenapa nyuruh cari pacar mulu, sih?)

Gala mengirim stiker beruang putih yang wajahnya berubah galak dan memerah, tapi centang biru menjadi akhir pembicaraan. Cowok itu bersandar sambil membuang napas. Obrolan singkat begitu saja sudah menguras tenaga.

"Pasti Bapak ketawa-ketawa di sana." Gala mengusap wajahnya geregetan.

Namun, tak berhenti di situ, Gala bisa merasakan sesuatu berkelebat, saat itu juga gawainya tersambar untuk yang kedua kali.

"Aduh, lama-lama aku bisa darah tinggi!" Gala memandangi Wira yang berlari sambil menoleh ke arahnya.

Tiga detik berikut, Wira terdiam karena reaksi tak sesuai dugaan. Dia kemudian berbalik dan mengembalikan ponsel cowok yang tampak kehilangan semangat hidup.

Gala berdecak. "Aku yang di-bully di sini. Nggak usah murung gitu wajahnya." Dia mengambil kembali ponsel dan melihat chat Yandi.

Gala:
Abdi bogoh ka anjeun.
(Aku suka sama kamu.)

Cowok itu terbelalak sampai matanya mau keluar. Dengan tergesa dia berusaha menarik pesan, tapi centangnya sudah menjadi biru. Gala cepat-cepat keluar dari aplikasi dan menutup ponsel. Benar saja, notifikasi dari Yandi sekonyong-konyong masuk beruntun.

"Wiraaaaaa!"

Yang dipanggil spontan kabur ke dalam. Gala baru saja ingin menyusul dan menjambak bocah itu jika tak terhalang klakson truk di depan kos. Barang-barang cowok itu sudah sampai.

"Beruntung kamu, ya! Kalau nggak, kepalamu udah kubikin sate!" jerit cowok itu meski tak melihat batang hidung Wira. "Aaah! Memang bener banget kutipan 'don't judge a cover by its book'. Eh, bukan. Don't book its judge by cover. Eh, kok kayak makin nggak bener. Ah, yang paling penting, harusnya aku nggak minta tolong dia nemenin aku dari awal kalau tahu kelakuannya kayak setan."

"TOLONG, WIRA! TOLONG!" Listrik padam kala bulan menggantikan matahari membuat Gala gemetar di pelukan Wira. "Nggak ada angin, nggak ada hujan, napa bisa mati lampu, sih?!"

Wira menyibak jendela. "Guntur kayak ngundang maut gini Aa bilang nggak ada angin, nggak ada hujan? Apa telinga Aa sudah kesumbat cangkul?"

"Kamu cepet ambil lilin aja, sana!"

"Emang di sini ada lilin?"

Gala berdecak. "Terserah, lah. Mau lilin, kek. Jigong apimu, kek. Yang penting bisa nerangin biar nggak gelap-gelap amat."

Saat itu, tanpa aba-aba Wira mengembuskan napas melalui mulut tepat ke hidung Gala di tengah kegelapan.

"Astagfirullah, bau naga." Gala mual-mual seperti bapak hamil mengidam ketek abang angkot. "Wira! Kamu gila, ya?"

"Lah, disuruh kasih jigong," sindir Wira.

"Capek. Aku capek!" Gala memekik frustrasi. "Kamu diem aja, udah, sambil ngawasin ada hantu atau nggak di sini."

***

Pagi akhirnya menyeret pergi malam yang menakutkan. Gala meregangkan tubuh ketika matanya masih beradaptasi dengan cahaya.

Cowok itu menoleh sana sini. "Wira, kamu di mana? Orang tuamu udah datang, ya?"

"Alo ngomong sama siapa?" Suara Lilis membuat Gala tersentak.

"Eh, itu. Semalam ada seseorang yang ..."

Wira tampak gelisah di tempatnya. Seketika dia maju dan menembus tubuh Gala dari belakang. Iya, main tembus.

Gala terkejut bukan main melihat Wira keluar dari badannya. Diliriknya depan-belakang secara bergantian. "Kamu ...."

Melihat Gala masih setengah percaya, Wira mengulangi lagi perbuatannya barusan, tapi kali ini dari depan. Tiba-tiba bulu kuduk Gala berdiri setegak lap Kanebo kering.

"Kamu han-han-han ..."

"Ye tu-hantu, ye tu-hantu. Bapaknya meninggal jadi hantu. Ye tu-hantu, ye tu-hantu. Ibunya meninggal jadi hantu." Wira bernyanyi sambil menari. "Hantu. Hantuuu! Ngomong hantu aja susah amat."

"Ya, Tuhan! Aku tidur semalaman sama setan!" jerit Gala memeluk tubuhnya sendiri merasa ternoda. "Allahumma lakasumtu wabika aamantu wa'alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar roohimiin! Aamiin!" Gala berteriak.

"Alo kenapa tiba-tiba doa buka puasa?" Lilis risau melihat Gala kejang-kejang seperti ikan menggelepar di pasir panas. "Semalam ada seseorang yang kenapa?"

Cowok itu terperangah menyadari dirinya bukan sedang melafazkan ayat kursi. Gala merasa tatapannya mulai berkunang-kunang. Bulir peluh menetes dan membasahi pelipis.

"Semalam ada seseora-sesehantu yang ..."

Bruk!

"Lebay!" seru Wira sambil bersedekap. Menatap dingin pada cowok yang terkapar menyedihkan di lantai.

"Gala!" Lilis segera membopong keponakannya agar bisa berbaring ke kasur. Agak kewalahan karena di perut ada calon beban keluarga. Eh, maksudnya, buah hati.

Setengah jam kemudian, Gala tersadar dari pingsan ala Sleeping Burik. Namun, ketakutannya belum habis, Wira masih berdiri di hadapannya.

Lagi-lagi cowok itu bergetar. Pikirannya mengembara ketika awal bertemu Wira sampai bersama sepanjang malam tadi. Wajah pucat di kuburan, sosok yang tak bisa dikejar karena bisa muncul di mana-mana, juga tingkah tengilnya. Semua dikumpulkan menjadi satu kesimpulan nyata.

"Aku sempat bilang kalau sifatmu kayak setan, ternyata beneran setan! Pantas aja nggak takut ditinggal ibunda!"

"Jaga mulutmu!" Wira melipat tangan di depan dada. Gala kaget bocah itu tak lagi memanggilnya aa.

"Kamu kayak belum pernah disentuh aja. Ditabrak dikit pingsan. Lebay banget. Padahal tadi malem pas tidur, kamu seneng-seneng aja digerepe hantu om-om," sambungnya.

"Siapa yang digerepe?!"

"Kamu!"

"Amit-amit! Mustahil! Nggak mungkin! Sembarangan! Ngawuuur!"[]

Karya temen sejurusanku:
dkfmxk : Restar(t)
merosems : My Love From The Past
SeiongJeans : Jiwa yang Tertukar
Quintis8 : Jurig

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro