Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 5

Happy reading🐥

Jangan lupa pencet gambar bintang yang ada di pojok bagian bawah sebelah kiri ;)

****

Saat Abid masuk ke dalam kamar Syabil, pria berwajah tampan itu mengernyitkan dahi kala tidak menemukan Syabil berada di tempat tidurnya. Namun, saat menatap lurus ke depan, netranya menemukan sosok Syabil yang tengah berdiri di balkon. Posisinya yang membelakangi Abid, tidak membuat wanita itu sadar jika kini Abid sudah berada di sampingnya.

Abid menggeleng pelan kemudian mengembuskan napas pelan. "Jangan ngelamun, Bil!" tegurnya seraya menepuk bahu Syabil dengan pelan.

Syabil sendiri yang tadinya memang melamun, berjengkit kaget saat merasakan sentuhan tiba-tiba. "Abang."

"Ngelamunin apa, sih? Kan, Abang udah bilang jangan melamun terus. Kamu mau keserupan?"

Syabil seketika mendelik ke arah Abid, lalu melayangkan sebuah pukulan di lengan kekar pria itu. "Omongannya ih!" Detik berikutnya tatapan Syabil berubah sendu. Dia menunduk seraya memainkan jari-jemarinya. "Aku bener-bener ngerasa nggak enak sama Mas Andre, Bang. Dia untuk sementara waktu harus pake bantuan tongkat kalau mau jalan ... dan itu karena kesalahan aku," lirih Syabil.

Walau kejadiannya sudah lewat seminggu, tetap saja rasa bersalah selalu menghantui Syabil. Dia juga selalu berandai-andai agar kejadian itu tidak terjadi, tetapi ya ... namanya penyesalan pasti akan selalu datang di belakang.

"Kamu mau ngerasa bersalah dan nggak enak gimana pun nggak akan ngebuat kaki Mas Andre langsung bisa jalan tanpa memakai tongkat. Daripada kamu ngerasain dua hal itu mending kamu doain Mas Andre biar kakinya cepat pulih dan bisa berjalan seperti sedia kala tanpa bantuan tongkat lagi."

Syabil menatap Abid. "Kalau doa-in sih pasti, Bang."

"Lagian ummi sama abi lagi pergi ke rumah Mas Andre, buat jengukin dia. Jadi, daripada kamu bengong di rumah mending ikut Abang," ujar Abid.

"Ih, kok ummi sama abi nggak bilang kalau mau pergi jengukin Mas Andre. Kan, aku juga mau ikut, Bang," protes Syabil.

"Kenapa protes sama Abang?" tanya Abid seraya menaikkan sebelah alisnya. "Udah, buruan kamu siap-siap! Abang juga mau siap-siap."

Abid yang hendak pergi ditahan oleh Syabil. "Eh, bentar, Bang. Kita mau ke mana malam-malam gini?" tanya Syabil bingung.

"Ke rumah temen Abang." Setelah itu Abid keluar dari kamar Syabil.

****

"Loh ini rumah siapa, Bang?" tanya Syabil setelah mobil Abid berhenti tepat di depan gerbang berwarna hitam menjulang tinggi.

Setelah menyalakan klaksonnya. Abid melirik ke arah Syabil. "Rumah temen Abang."

"Loh, Mas Alif udah ganti rumah lagi?" tanya Syabil bingung.

Abid yang mendengar ucapan Syabil itu juga ikut mengernyit bingung, lalu berkata, "Kamu pikir teman Abang cuman Alif?" Syabil  mengangguk sebagai jawaban.

"Bukan," ujar Abid lalu jari telunjuknya dia arahkan pada pria yang sedang membukakan pagar. "Dia juga teman Abang. Azam, dosen kamu. Lupa?"

Syabil mengikuti ke mana jari telunjuk Abid menunjuk, hingga sepersekian detik dia bisa melihat Azam yang sudah selesai membukakan pagar untuk mereka. Untuk beberapa saat Syabil terdiam, karena bisa-bisanya melupakan fakta jika selain Alif, Azam--dosennya juga adalah teman abangnya.

"Ayo turun!"

Syabil sampai tidak sadar jika kini mobil Abid sudah berada di pekarangan rumah Azam. Detik berikutnya, dia menatap Abid. "Bang, aku tunggu di sini aja, ya?"

"Jangan ngada-ngada. Ayo buruan turun!"

Syabil mendengkus kesal setelah Abid sudah keluar lebih dulu. Sebenarnya jika Syabil tahu Abid akan ke rumah Azam, sudah dipastikan dia tidak mau ikut. Dia lebih baik di rumah sendirian walaupun sebenarnya takut, daripada harus bertamu ke rumah dosennya sendiri. Pasti rasanya canggung, kan?

Syabil segera keluar dari mobil, setelah pria itu mengetuk kaca jendela dan menyuruhnya untuk segera turun. Setelah turun dari mobil pandangannya langsung menatap ke arah Azam, dengan cepat Syabil memberikan senyumnya pada pria berwajah datar itu. "Selamat malam, Pak," sapa Syabil sesopan mungkin.

Kan, sangat tidak mungkin jika Syabil tidak menyapa dosennya itu, walau sebenarnya dia merasa malu dan juga canggung. Wajah Syabil seketika berubah lempeng saat Azam hanya membalas sapaannya dengan anggukan singkat dan menyuruh mereka untuk masuk.

Gitu doang? Balas senyum juga kek. Kan, senyum itu ibadah, batin Syabil mencibir, tetapi tetap mengikuti langkah tuan rumah untuk masuk.

Saat tiba di ruang tamu, Syabil mendapati dua orang paruh baya yang jika dia tebak pasti orang tua dari Azam. Abid tampak akrab dengan orang tua Azam, tetapi di mata Syabil keduanya begitu asing. Mungkin, karena belum pernah bertemu dengan mereka sebelumnya.

Syabil seketika merekahkan senyumnya saat Abid memperkenalkan dirinya pada orang tua Azam. "Syabil, Tante," ucapnya memperkenalkan diri, seraya menyalimi tangan ummi Azam yang Syabil ketahui bernama  Maryam. Setelah itu Syabil beralih pada abi Azam yang bernama Kholik.

Setelah dipersilakan duduk, Syabil mulai mengobrol dengan Maryam. Sementara Abid, Azam, dan Kholik juga sedang mengobrol. Awalnya Syabil memang merasa canggung dengan Maryam, tetapi lama-kelamaan sudah tidak lagi. Karena ternyata Maryam memiliki sifat yang hangat juga lemah lembut membuat Syabil nyaman mengobrol dengannya.

"Azam gimana waktu ngajar di kelas kamu?"

Ada keterkejutan di wajah Syabil setelah mendengar pertanyaan Maryam. "Loh, Tante tahu?"

"Tahu, waktu itu dia pernah cerita ke Tante."

Syabil sontak melirik ke arah Azam yang berada di arah jam sepuluh, tetapi detik berikutnya Syabil kembali menatap Maryam karena ternyata Azam juga melihat ke arahnya. "O ... oh gitu, Tan," ujar Syabil seraya tersenyum canggung.

"Om, main yuk!" Teriakan itu berasal dari tangga, hingga kini semua atensi beralih menatapnya.

Azam memanggil Zul dengan gerakan tangan dan tanpa disuruh untuk kedua kalinya anak lelaki yang tengah membawa robot mainan dan juga mobil mainan di tangannya berjalan menghampiri Azam. Namun, saat akan melewati Syabil, langkahnya seketika berhenti dan menatap Syabil yang sedang tersenyum ke arahnya dengan bingung.

"Hai, Zul. Masih inget Kakak nggak?" sapa Syabil seraya menaikkan tangannya sejajar dengan telinga.

Untuk beberapa saat Zul tampak terdiam, dengan mimik wajah seolah berpikir. Namun, beberapa detik selanjutnya mata bulat dengan netra hitam itu membulat sempurna dan berbinar.

"Kakak, em ...." Zul tampak bingung, karena dia lupa nama Syabil.

Syabil yang mengerti jika Zul melupakan namanya pun mengulurkan tangannya hendak kembali berkenalan. "Nama Kakak Syabil. Kamu pasti lupa, kan?" ucap Syabil seraya tersenyum.

Zul mengangguk kecil, detik berikutnya tangan kecilnya menerima uluran tangan Syabil. "Nama aku Zulkarnain," ucap Zul seraya menaik-turunkan tangannya.

"Main yok, Kak!" ajak Zul setelah berkenalan dengan Syabil.

"Ayo!" jawab Syabil bersemangat. "Eum ...." Namun detik berikutnya Syabil mengatupkan bibir seraya menyengir ke arah Abid. Syabil, tahu yang dilakukannya barusan sedikit tidak sopan, terlebih lagi untuk pertama kalinya dia menginjakkan kaki di rumah ini.

"Gak apa, Syabil. Kamu boleh main dengan Azam." Maryam seolah mengerti denhan kecanggungan Syabil.

Setelah mendapat persetujuan dari Maryam, Zul akhirnya menarik tangan Syabil sedikit menjauh dari ruang tamu menuju karpet bulu berwarna abu-abu yang berada di sudut ruangan, tepat berada di depan tangga. Setelah mendudukkan diri di atas karpet keduanya mulai bermain sembari mengobrol dan bercanda. Tak jarang pula Syabil menjahili Zul hingga bocah itu kesal, tetapi setelah mendengar lelucon Syabil dia kembali tertawa.

Azam yang hendak menaiki anak tangga seketika berhenti dan berbalik saat mendengar tawa Zul dan Syabil. Azam tidak tahu hal apa yang membuat kedua manusia berbeda generasi itu bisa tertawa seperti itu. Karena tidak ingin mengganggu, Azam kembali melanjutkan langkahnya untuk ke kamar mengambil sesuatu.

Tak berselang lama dia kembali turun dan kembali menghentikan langkah saat Syabil dan Zul masih tertawa di depan sana. Sedikit keingintahuan mengapa mereka tertawa seperti itu? Muncul di lubuk hati Azam. Dia hanya penasaran, karena Zul bukan tipe anak yang mudah akrab dengan orang baru. Namun kepada Syabil, bahkan mereka baru dua kali bertemu tetapi sepertinya Zul biasa saja dengan Syabil, tidak takut sama sekali.

"Om kenapa liatin kita? Mau ikut main juga?"

Pertanyaan Zul itu membuat Syabil yang duduk membelakangi tangga seketika berbalik dan mendapati sosok Azam yang berdiri di anak tangga terakhir sedang menatap ke arahnya. Syabil menatap Azam dengan bingung, lalu dia menaikkan kedua alisnya. "Bapak mau ikutan main sama kita?" tanyanya seraya menggoyangkan robot yang ada di tangannya.

Azam menggeleng pelan. "Tidak." Setelah mengatakan satu kata itu, Azam berlalu meninggalkan Syabil dan Zul yang kini saling memandang, detik berikutnya dengan barbarengan mereka mengedikkan bahu. Kemudian kembali melanjutkan permainannya yang sempat tertunda.

To be continued.

Haluu semuaa! Assalamualaikum ;)

Maaf ya aku upnya malam banget, hehehe.

Daan semoga part ini kalian suka dan ngefeel juga.

Jangan lupa tinggalin jejak ya manteman.

Jangan lupa juga follow :
Ig : ayuniswy.story
Tiktok : ayuniswy_

Seehuuu di BAB 6.

Wassalamualaiku.

Jazakumullah Khairan.

Ay.

Pinrang, 20, Agustus, 2021.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro