[28] Tantangan
Harusnya Reksa mengejar Bora yang meninggalkan kelas tadi. Beban yang harus ditanggungnya akhir-akhir ini udah berat, dan sekarang malah bertambah lagi. Dia pasti lagi menangis sendirian sekarang. Tapi Reksa berusaha menahan diri sebaik mungkin. Kali ini logikanya nggak boleh kalah sama perasaannya.
Reksa berdiri di depan kelas sambil terus melihat ponselnya. Nggak terlalu lama. Harusnya nggak butuh waktu terlalu lama buat Merry bisa sampai ke sini habis dia telepon tadi, rumah mereka nggak jauh, kok. Reksa melongok lagi. Begitu melihat ada bayangan di pagar sekolah, dia langsung berlari turun.
"Makasih ya, Ma," ujar Reksa sambil mengambil laptopnya dan bergegas kembali ke atas.
"Yang semangat ya, Nak." Reksa langsung menoleh mendengar ucapan mamanya. Dia tersenyum kecil lalu mengangguk pelan dan kembali melanjutkan langkahnya.
Merry nggak tahu pasti kejadian lengkapnya karena Reksa cuma cerita sedikit waktu telepon tadi. Tapi dia bisa menangkap kepanikan anaknya dengan jelas. Merry bangga dengan keputusan Reksa. Dia pasti nggak mau Bora salah paham, tapi dia lebih nggak suka kalau Bora sedih karena tertimpa masalah. Semoga dua anak kesayangannya itu akan baik-baik aja.
Langkah Reksa dipacu makin cepat. Begitu ada pilar terdekat, dia berhenti. Tangan kanannya merogoh saku dan mengeluarkan flashdisk dari sana. Sementara tangan kirinya membuka laptop dengan cepat. Semua gerakannya dilakukan secepat mungkin seolah lagi berpacu sama waktu. Dia nggak tahu waktu yang tersisa berapa lama, tapi dia nggak mau terlambat sedikit pun.
Begitu semuanya selesai, Reksa langsung melangkah cepat ke atas. Dia sampai di depan ruang guru dan mengetuk perlahan. "Permisi, Bu," ujarnya begitu tiba di depan meja Bu Irma.
Bu Irma mengangkat kepala lalu mengerutkan kening saat melihat Reksa. "Ada apa, Reksa?"
Reksa menyodorkan flashdisk yang dari tadi dibawanya. "Ini tugas Bora, Bu." Kerutan di kening Bu Irma makin dalam. "Waktu itu dia kerjainnya pakai laptop saya, tapi entah kenapa file-nya bisa hilang dari flashdisk-nya. Dan barusan saya copy ulang tugasnya ke flashdisk saya, Bu. Tugas ini benar-benar Bora sendiri yang kerjain, Bu. Dia bahkan sampai bergadang buat mengerjakannya."
"Kamu bisa jamin ini memang kerjaan dia, bukan kamu yang bantu kerjain?"
"Saya jamin, Bu. Dia serius banget waktu mengerjakan tugas ini, dan sedih banget pas tiba-tiba file-nya hilang. Saya harap Ibu mau terima tugasnya dan bisa kasih nilai tambahan buat dia."
Bu Irma mengangguk-angguk pelan lalu mengambil flashdisk yang diulurkan Reksa. "Akan Ibu periksa."
"Terima kasih, Bu." Reksa menunduk dalam lalu berbalik.
"Dia beruntung punya teman sebaik kamu." Omongan Bu Irma membuat Reksa menoleh dan tersenyum singkat. Mungkin bagi orang lain, Bora yang beruntung. Tapi nyatanya bagi Reksa, dia yang beruntung bisa kenal Bora. Dia bisa ketemu sama cewek kuat dan super ceria yang selalu sukses bikin dia terheran-heran. Bora juga yang bikin dia bisa melihat masalah-masalah yang nggak pernah dia alami sendiri. Dan yang terpenting, dia beruntung karena bisa tahu rasanya sayang sama orang selain keluarga.
Setelah keluar dari ruang guru, Reksa langsung berlari menyusuri seluruh lorong sekolah. Dia yakin Bora ada di suatu tempat, dan dia harus menemukan cewek itu secepat mungkin. Habis mengurus masalah yang bikin Bora sedih, sekarang tinggal kesedihannya yang harus diusir. Reksa terus berlari sampai dia menemukan bayangan dua orang di pilar paling pojok. Langkahnya berhenti seketika.
Matanya masih terus menatap Bora yang menangis dan Akas yang menepuk-nepuk pelan pundak cewek itu. Walau hatinya sakit karena nggak bisa jadi orang yang menghibur Bora, tapi dia nggak menyesal datang terlambat. Seenggaknya dia berhasil cegah Bor Kecil kesayangannya buat makin sedih.
***
"Aku nggak mau lihat kamu nangis sendirian. Aku mau selalu tahu kapan kamu lagi sedih dan butuh dihibur. Aku pengin bisa jadi orang yang kamu andalin tiap saat. Dan untuk itu, aku mau kamu jadi pacar aku, Bora. Kamu mau, kan?"
Bora mengangkat kepalanya begitu mendengar omongan Akas barusan. Apa dia nggak salah dengar? Seniornya itu barusan nembak dia? Dia nggak lagi mimpi atau mengigau, kan? Jelas lah, dia nggak lagi tidur sekarang. Tapi kenapa bisa tiba-tiba begini? Bora masih diam aja, berusaha mengumpulkan semua akal sehatnya. Dulu kayaknya ini dia idam-idamkan banget, tapi kenapa pas benaran terjadi, dia nggak sesemangat itu? Apa mungkin karena semua masalah yang lagi dia hadapi? Bora nggak tahu. Dia benar-benar nggak tahu.
Mata Bora mengerjap-ngerjap, bikin sisa-sisa air mata tadi jatuh lagi. Akas mengangkat tangannya dan menghapus air mata yang jatuh itu. Bibirnya mengembangkan senyum yang begitu lembut, yang dulu selalu dipuja Bora. "Aku serius, Bora. Kamu pasti tahu kalau aku selama ini suka sama kamu, kan?"
Bora nggak bisa mengangguk atau menggeleng. Dia sendiri bingung. Sejak dulu dia selalu nggak mengerti sama sikap Akas padanya, tapi nggak pernah berani tanya. Dia nggak pernah yakin apa senior yang begitu sempurna dan jadi pujaan banyak orang, mungkin buat suka sama dia. Apalagi sekarang pas Akas ngomong sendiri kayak tadi. Dia nggak berani buat percaya.
"Sejak ketemu kamu, aku tahu kamu itu cewek yang beda. Yang cantik dan terkenal banyak, Ra, tapi kamu itu unik dan istimewa. Aku makin yakin habis kenal kamu lebih dalam. Dan sekarang aku makin ngerti, kalau semua yang aku mau itu melindungi kamu. Bisa kamu kasih posisi istimewa itu ke aku, Ra?"
Sekali lagi Bora tertegun. Omongan Akas tadi kedengaran begitu manis di telinganya. Muka seniornya itu juga nggak kayak lagi main-main. Dia bahkan yakin kalau yang dilihat di muka Akas itu semuanya ketulusan. Tapi entah kenapa mulutnya masih kaku, nggak bisa membuka sama sekali, bahkan sekadar buat jawab iya.
***
Dari sudut matanya tadi, Akas yakin banget kalau dia lihat Reksa. Pasti cowok itu ada di sana buat cari Bora dan memastikan keadaan cewek itu baik-baik aja. Tapi untungnya Bora nggak lihat. Bahkan dengan nggak lihat Reksa datang ke sana aja, Bora masih nggak jawab pernyataan cintanya, apalagi kalau lihat? Akas yakin, Reksa pasti salah satu alasan diamnya Bora.
Akas bisa lihat Reksa yang berjalan tanpa semangat. Cowok itu pasti begitu karena melihat dia dan Bora tadi. Dia udah berhasil balikin keadaan dan bikin Reksa tertinggal satu langkah. Sekarang dia cuma harus pastiin Bora menerimanya. Maka dia memacu langkahnya cepat-cepat sampai menyusul Reksa. Dia berhenti tepat di depan Reksa dan menatap cowok itu tajam. Selama sekian detik mereka cuma adu tatap.
"Jangan deketin Bora lagi," ujar Akas akhirnya dengan penuh penekanan di tiap kata.
Kening Reksa langsung berkerut. Ada apa sama cowok di depannya ini? Kenapa datang-datang melarang kayak gitu? Di depannya, Akas juga berdiri dengan ekspresi yang sama. Tangannya bersedekap dan pandangannya nggak diturunkan sama sekali. Reksa berusaha meneliti maksud cowok itu, tapi nggak menghasilkan apa-apa.
"Gue nggak ada niat ngejauhin Bor Kecil," jawab Reksa singkat, lalu berniat pergi.
"Gue udah nembak dia," ujar Akas yang langsung bikin langkah Reksa berhenti. Melihat itu, Akas kembali berdiri di depan Reksa. "Jadi jangan pernah deketin dia lagi."
Mata Reksa sempat membesar sebelum akhirnya dipejamkan cukup lama. Ternyata keterlambatannya kali ini berefek fatal. Akas pasti manfaatin momen tadi buat bikin Bora luluh. Dia nggak tahu harus gimana sekarang. Apa dia masih bisa bilang nggak apa-apa kayak tadi? Dia nggak yakin, karena nyatanya hatinya terasa makin sakit sekarang.
"Lo nggak tau cewek? Mereka sering susah buat nolak orang, apalagi pas lagi galau. Dan lo pasti ambil keuntungan dari momen tadi." Reksa menjawab seadanya karena nggak bisa menemukan alasan lain buat menenangkan diri. Padahal dia yakin, Bora bukan tipe cewek kayak gitu. Dia yakin cewek itu nggak segampang itu luluh cuma karena lagi galau.
Akas tersenyum miring. "Kalau gitu, gue tantang lo main basket pulang sekolah nanti. Kalau lo kalah, lo harus jauhin Bora."
_____________________________________________
Haiiii! Akhirnya selesai juga diketik updatean kedua ini. Maaf yaaa malam begini 😔
Jadi begitu alasan Reksa telat datang buat menghibur Bora. Menurut kalian pilihan Reksa buat ngerjain itu duluan tepat nggak? Walau akhirnya dia telat dan Bora keburu ditembak Akas!
Kira-kira nanti lombanya siapa yang menang ya? Pada maunya siapa nih? 😆
Ditunggu vote, komen dan sarannya ya!
Sampai ketemu Kamis! Nggak lama kok 😆
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro