[23] Berdetak nggak Terkontrol
Lagi-lagi si nyebelin Reksa bertingkah. Kemarin Bora dengan semangat datang ke rumahnya karena dengar kalau dia dicari sama Merry. Ternyata pas sampai sana, Merry malah kebingungan. Beberapa kali Reksa melebarkan mata, mungkin kasih kode ke mamanya, tapi Merry tetap nggak sadar, atau memang sengaja nggak mau kerja sama.
"Tante senang sih kamu datang, tapi nggak minta Reksa bawa kamu ke sini." Jawaban Merry itu bikin Reksa nunduk dalam-dalam sambil garuk-garuk tengkuknya.
Akhir-akhir ini Reksa lagi lucu banget. Suka salah tingkah, kemakan gengsi sendiri, dan bisa lumayan gampang Bora kalahin. Bahkan Bora masih ingat ekspresinya pas ketangkap basah kemarin. Dan sampai sekarang Reksa masih nggak berani kontak mata sama Bora. Kerjaannya nunduk terus. Bora jadi merasa di atas angin kalau gini.
Bora sengaja duduk di kursi depan Reksa, yang belum ada penghuninya. Lalu menempelkan kepala di atas meja dan memajukannya perlahan sampai matanya sejajar dengan tatapan Reksa yang masih menunduk. "Lain kali kalo mau ngajak gue ke rumah, jangan pake nama tante Merry lagi, ya," ujarnya sambil nyengir. Kayaknya sekarang dia udah ketularan isengnya Reksa.
Reksa menahan napas seketika. Dia nggak pernah nyangka kalau Bora bakal segitu nekat buat meledek dirinya. Jarak mereka dekat banget sekarang sampai-sampai dia bisa merasakan napas cewek itu. Dan entah dapat keberanian dari mana, dia maju sedikit lagi lalu berkata, "Iya, gue akan bikin lo nggak perlu punya alasan lagi buat datang ke rumah lain kali."
Kali ini Bora yang mengerjap-ngerjap. Apa maksud omongan Reksa tadi? Kenapa dia harus maju lagi dan bikin jarak mereka sedekat ini, sih? Mana mukanya ganteng, tatapannya mendalam, mukanya serius. Bikin jantung Bora berdetak nggak terkontrol. Kenapa dia jadi kalah lagi sama si nyebelin ini sekarang?
"Reksa, Bora ... kalian lagi ngapain?"
Mendengar namanya dan Bora dipanggil, Reksa langsung mengangkat kepala. Begitu juga dengan Bora. Dia cepat-cepat bangkit dan memutar badan buat menghadap Bu Erli yang udah menatap mereka dengan pandangan penuh selidik. Gawat! Kalau disangka macam-macam bisa kena hukum mereka.
"Reksa lagi nggak semangat, Bu. Makanya saya coba ngelawak barusan," jawab Bora sekenanya. Semoga Bu Erli percaya dengan alasan yang dia buat.
"Sweet banget. Kalian cocok sih, memang."
"Eh?" Refleks Bora merespons seadanya. Dia sampai lupa kalau jawaban kayak gitu sama sekali nggak sopan. Sedangkan seisi kelas udah ribut menyoraki dia dan Reksa. Kenapa semua jadi serba salah gini.
Bu Erli tertawa kecil dan menyuruh anak-anak lain berhenti bersorak. Gayanya elegan. Cuma sekali angkat tangan dan semua anak langsung diam. Guru yang punya wibawa memang beda. Andai Bora juga kayak gitu. Tapi kayaknya dia memang nggak berbakat buat jadi anggun kayak Bu Erli.
"Hari ini kita nggak akan belajar. Ibu mau kalian foto dengan prakarya yang udah kalian buat. Semua itu buat promosi jualan, dan hasil penjualannya akan kita pakai buat acara ke panti asuhan nanti."
Semua murid mengangguk-angguk. Dari awal kasih tugas bikin prakarya itu, Bu Erli memang udah kasih tahu kalau akan ada kegiatan ke panti asuhan nantinya yang dananya dari hasil jualan. Cuma buat foto promosinya baru dikasih tahu sekarang.
Satu per satu kelompok pembuatan prakarya dipanggil buat foto. Anak-anak yang belum dipanggil masing-masing udah diskusi sama pasangannya mau bergaya kayak apa nanti, buat mempercepat proses. Harusnya Reksa dan Bora juga gitu, tapi kenyataannya mereka malah duduk diam. Sejak kapan suasana jadi kikuk begini.
"Bora, Reksa," panggil Bu Erli.
Bora maju perlahan. Bahkan terlalu pelan buat seorang Bora. Benar-benar nggak kayak biasa. Dan ini semua karena Reksa! Siapa suruh cowok itu bikin dia hampir kayak orang jantungan tadi? Kan dia jadi nggak bisa biasa. Disuruh foto berdua lagi. Dia harus gimana coba? Takut-takut, Bora noleh ke Reksa. Cowok itu juga masih kelihatan canggung, tapi nggak separah Bora.
"Kalian kenapa diam aja? Masa mau promosi dengan gaya kayak gitu?"
Teguran Bu Erli bikin Bora menghela napas sebentar, tapi baru selang beberapa detik, dia merasa kepalanya berat karena si nyebelin Reksa udah dengan entengnya menimpakan sikunya ke atas sana. Dari depan, Bu Erli kelihatan menahan tawa, tapi cepat-cepat mengabadikan momen itu. Tepat banget pas Bora juga lagi noleh ke Reksa dengan tatapan jengkel.
"Foto kalian paling lucu. Kayaknya bisa cepat laku," ujar Bu Erli sambil kasih lihat hasil fotonya ke mereka.
Yang awalnya kesal, pas lihat hasil fotonya Bora malah jadi senang. Foto itu kelihatan natural banget, gayanya nggak dibuat-buat. Tanpa pikir panjang, Bora minta foto itu dari Bu Erli lalu masuk ke akun instagramnya dan berniat posting. "Akun IG lo apa? Biar gue tag-in."
"Eh?" Ada jeda lumayan lama sebelum Reksa melanjutkan, "Nggak ada. Gue nggak punya IG," jawabnya agak terbata-bata, bikin Bora menaikkan setengah alis. Aneh.
***
"Kak," panggil Bora, bikin Akas yang udah mau sampai depan gerbang sekolah berhenti dan noleh. Bora buru-buru lari dan nyengir pas udah di depan Akas. "Aku ikut ke rumah Kakak boleh?"
Awalnya Akas kelihatan kaget, tapi dengan cepat berubah jadi senyum. "Kenapa nggak."
Lagi-lagi Bora nyengir. Seniornya ini kurang rasa penasaran apa gimana, ya. Bisa main setuju aja tanpa tanya alasan Bora pengin ikut. Tapi ada untungnya juga, sih. Dia jadi nggak usah mikirin alasan yang bikin ribet.
Mereka jalan terus dalam diam. Senyum Bora tiba-tiba mengembang pas sadar Akas dengan sabar ngimbangin langkah dia yang kecil-kecil. "Kak, aku boleh nanya?" tanya Bora akhirnya. Udah nggak tahan lagi sama keheningan. Habis dapat anggukan dari Akas, Bora melanjutkan, "Tyas ... udah berapa lama kayak gitu?"
Akas menarik napas sebelum jawab. "Setengah tahun. Sejak kejadian itu, dia nggak mau ngomong lagi. Mukanya murung terus. Dulu dia pernah coba bunuh diri, makanya kita minta Bi Nah bantu jagain dia."
Bora terkesiap. Dia nggak nyangka kalau keadaan Tyas separah itu. "Maaf, Kak. Emang ... kejadian apa yang bikin Tyas kayak gitu?" tanya Bora hati-hati.
"Gara-gara cowok sialan sok sempurna itu!" Akas mulai merasa kehilangan kontrol. Dia menarik napas dalam-dalam dan menghentikan langkahnya di dekat taman. Di sana juga, dia melihat Tyas dan Bi Nah. Tanpa menyelesaikan ceritanya, mereka sepakat mendatangi Tyas. "Lho, Bi. Tyas nggak dikasih jaket?" tanya Akas begitu sampai di depan mereka.
"Astaga, Den. Bibi lupa. Sebentar, ya, Bibi ambil dulu."
"Nggak usah, Bi. Aku aja," jawab Akas lembut. Lalu dia beralih ke Bora. "Bentar, ya."
Selepas dari sana, langkah Akas dipacu cepat. Dia bahkan lari sekarang. Tyas nggak boleh sampai sakit. Tyas harus terlindungi. Itu yang ada di otaknya, jadi dia harus secepat mungkin balik dan bikin adiknya nyaman. Tapi tepat di depan pintu rumah, dia berhenti. Suara bentakan itu terdengar kencang.
"Dia nggak pernah salah apa-apa!"
"Iya, dia nggak salah, tapi kamu! Kamu yang nggak becus jagain anak sampai dia bisa disakitin orang kayak gitu."
"Kamu sebagai ayahnya apa pernah jagain dia kayak gitu?! Kalau iya, dia juga nggak akan terluka!"
"Itu bukan salah Papa atau Mama!" Akas udah nggak tahan cuma berdiri di depan pintu dan dengar orangtuanya saling menyalahkan. Tangannya mengepal keras. Urat-urat di sekitar lehernya menegang. "Yang salah cowok sialan itu! Kalau dia nggak ngelakuin itu, Tyas nggak akan kayak gitu. Mama Papa nggak akan saling salah-salahan. Keluarga kita nggak akan jadi kayak sekarang! Jadi berhenti saling salahin, Pa, Ma. Demi Tyas, demi kesehatan jiwa Tyas. Aku mohon." Suara Akas melemah. Dia nggak pernah tahan kalau udah bahas adiknya.
"Dan aku yang akan bikin cowok sialan itu menyesali perbuatannya."
_____________________________________________
Akhirnya Bora deg-degan lagi karena Reksa! Cieee 😆
Kebayang nggak hasil foto mereka? Aku mau kasih gambaran tapi nggak bisa gambar(?) 😅
Sisi lain Akas dan keluarganya mulai kelihatan. Siapa sih cowok yang Akas maksud? Tyas kenapa? Apa yang bakal Akas lakuin? 🤔
Ditunggu vote, komen, dan sarannya, ya!
Ditunggu juga nanti ada double update! Jamnya belum tau, mau ditulis dulu 😆
Btw, selamat tahun baru semuanya! Semoga tahun ini jauuuhhh lebih baik dari tahun lalu 😄🙌
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro