Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[13] Pertama

Dia melirik jam tangannya sekali lagi. Belum terlambat. Untungnya belum terlambat. Tapi langkahnya tetap dipercepat. Kalau terlambat hari ini, bisa diomeli habis-habisan dia. Satu-satunya perwakilan sekolah untuk lomba gugur karena alasan sesepele terlambat.

Dia pikir langkahnya udah yang paling cepat sekarang, sampai terdengar suara grasah-grusuh dari belakangnya. Belum juga menoleh, cewek yang lagi mengubek-ubek ransel besarnya lewat dengan langkah cepat. Kakinya yang pendek jelas dipaksa buat melangkah selebar mungkin. Kadang desahan frustrasi keluar dari bibir mungilnya, disusul lari kecil.

"Mati gue. PR Pak Bambang belom dikerjain dan sekarang malah hampir telat. Bego! Bego! Bisa-bisanya bangun telat."

Umpatan cewek itu terdengar selaras dengan mukanya yang mengerut. Tangannya berkali-kali memukul kepala, lalu balik lagi sibuk dengan isi tasnya. Entah apa yang dicari, bahkan sampai nggak memperhatikan jalan dan tersandung. Isi ranselnya keluar sebagian, membuat umpatannya makin kencang. Dia berjongkok, memungut barang-barangnya dan memaki diri sendiri berulang-ulang.

Entah mau sampai kapan cewek itu menyalahkan diri sendiri, tapi semua kelihatan lucu baginya. Bahkan tanpa sadar sejak tadi dia tersenyum melihat tingkah cewek itu. Mungkin dia melakukan kesalahan, tapi dia juga nggak sadar kalau udah mengerahkan usaha terbaik. Kalau aja dia nggak menyalahkan diri sendiri, mungkin kesalahan lain nggak akan tercipta.

Selesai membereskan barang-barangnya, cewek itu segera berlari. Nggak ada lagi waktu buat memaksa kaki pendeknya melangkah cepat. Nggak butuh waktu lama, dia udah sampai di depan sekolah yang juga dituju cewek itu. Begitu sampai, dia melihat cewek itu lagi mengobrol dengan cowok berpenampilan rapi, selayaknya anak teladan sekolah.

"Lo ngapain ke sini?" tanya si cowok rapi dengan muka bingung.

"Sekolah lah. Sepayah-payahnya, gue nggak pernah sampai dikeluarin sekolah," sewot cewek kaki pendek tadi.

"Hari ini libur kali. Lo mah bener-bener deh, nggak pernah merhatiin apa-apa ya di sekolah?"

Cewek itu kelihatan nggak percaya. "Jangan bikin catatan bolos gue nambah, deh. Kalo libur lo ngapain di sini. Mau bohong nggak kira-kira."

"Hari ini libur karena lomba, dan gue salah satu peserta." Cowok itu menaikkan dagu, sok, atau mungkin memang benaran sombong.

Mendengar penjelasan temannya, cewek itu mengembuskan napas kencang-kencang lalu menunduk dalam. Ekspresinya persis kayak tentara kalah perang. "Ilang udah hari indah gue buat bangun siang."

"Nggak apa-apa. Anggap aja olahraga," jawab cowok rapi itu sambil mengangkat ransel besar cewek itu lalu mengempaskannya kencang-kencang.

"YA! Berat tau!" Kening cewek itu mengerut. Bibirnya yang tipis jadi kelihatan tebal karena manyun.

Begitulah Reksa mengenang gimana pertama kali dia ketemu Bora. Gimana ekspresifnya cewek itu, bikin semua orang bisa ikut merasakan apa yang dia rasain, cuma dengan ngeliat tingkah lakunya. Dan gimana dia sengaja ambil jalan memutar pas pulang sekolah tiap hari, cuma buat lewat di depan sekolah Bora dan ngeliat cewek itu. Mungkin selama ini dia bingung kenapa terus bersikap nyebelin ke Bora, tapi sekarang dia paham. Sejak dulu, dia iri sama si cowok rapi yang bisa bikin Bora nunjukin ekspresi kesal yang selucu itu.

***

Bora meniup poninya sekali lagi. Dia udah sengaja ajak Anka dan Andin datang sejam lebih cepat biar bisa tenang, tapi nyatanya nggak sama sekali. Dia malah makin tegang mikirin siapa lagi yang bakal datang, atau mungkin nggak akan bertambah lagi selain Akas. Seniornya yang satu itu memang benar-benar idaman. Udah sejak kemarin dia ingatin Bora tentang hari pertama ekskul ini dan juga datang lebih cepat buat siapin semuanya.

"Tenang aja, teman-temanku pasti datang, kok. Mereka udah semangat banget kemarin." Begitu kata Akas. Entah benaran atau cuma buat menenangkan Bora, karena nyatanya belum ada satu orang pun yang dimaksud tadi datang.

Baru juga dipikirin, udah ada dua orang yang masuk ke kelas yang mereka pinjam buat ekskul ini, salah satunya si nyebelin Reksa. Entah Bora harus senang atau sebal dengan keadaan ini. Tapi sekarang bukan itu yang mengganggu pikiran Bora. "Itu orang kok kayaknya familier banget ya, Ka," bisik Bora habis perhatiin muka cowok di sebelah Reksa.

Di samping Bora, Anka cuma bisa berdiri kaku. Tangannya mengepal dan matanya menatap Danny tajam. Sia-sia dia selama ini menghindar, ujung-ujungnya cowok itu malah sengaja nongol di depan Bora.

"Kita dulu satu sekolah, Ra." Danny menjawab bisikan Bora yang nggak digubris Anka.

"Pantes aja muka lo nggak asing," sahut Bora sambil mengangguk-angguk. "Eh tapi lo tahu nama gue? Kenal Anka juga?"

Danny mengangguk mantap. "Jelas kenal lah." Begitu melihat perubahan ekspresi Anka, dia buru-buru menambahkan, "Gue kenal satu angkatan kita, kok. Senior, junior juga sih."

"Anak gaul banget, ya," tanggap Bora memancing tawa Danny.

Obrolan mereka berhenti karena suara berisik dari balik pintu kelas. Akhirnya teman-teman yang Akas maksud datang, dan cuma Karin yang Bora kenal. Mereka semua masuk dengan cepat. Apalagi Karin, begitu melihat Reksa. Cewek itu langsung memasang senyum paling manis dan ogah pergi dari sebelah Reksa.

"Hai, Cantik." Cowok botak tumbuh kurus itu langsung berjalan ke arah Bora dan menyapa dengan senyum, yang bagi Bora, mengerikan. Sekian detik Bora cuma bisa bergeming. Matanya mengerjap-ngerjap, berusaha mencerna situasi sekarang.

"Yang lo panggil cantik yang itu apa sebelahnya, Ram?" ledek cowok yang berdiri di belakang Rama sambil menunjuk Anka.

Anka membuang napas dengan susah payah. Dari awal dia ragu buat ikut sama Bora ke ekskul baru ini, tapi karena cewek itu terus ngebujuk, akhirnya dia luluh. Dan sekarang Anka menyesal banget udah mau nurut sama Bora. Bukan cuma ketemu Danny, dia juga harus menghadapi Rama dan gengnya yang nggak jelas itu.

"Lo kenal mereka, Ka?" tanya Bora, yang cuma bisa dijawab gelengan dan ekspresi kesal sama Anka.

"Ya jelas ke Bora, dong. Dia itu yang paling cantik. Kayak matahari di hidup gue."

Sorakan bergemuruh begitu Rama selesai ngomong. Bora cuma bisa meringis. Kata-kata tadi jauh dari kata manis, romantis, dan semacamnya. Yang ada Bora malah geli, pengin muntah, dan seram mendengarnya. Baru kali ini dia ketemu cowok yang segini nyebelinnya. Eh tapi ini beda sama nyebelinnya Reksa. Yang ini nyebelin ke arah menggelikan.

"Aku yang sering sms kamu lho, Bora Cantik."

Fix Bora mau gila mendengar yang barusan. Bukan Akas atau Reksa kayak yang dia curigai, tapi cowok nggak jelas yang tiba-tiba nongol. Seketika dia menyesal udah bikin ekskul baru ini. Bukan jadi hal menyenangkan, ini malah kayaknya bakal jadi cobaan panjang.

***

Ekskul hari pertama ini cuma diisi sama perkenalan, baik dari anggota, pembina, dan tentang film itu sendiri. Bora agak bersyukur jadi penggagas ekskul ini, seenggaknya dia nggak usah lama-lama berurusan sama geng nggak jelas itu karena punya tugas sehabis ekskul selesai dan orang-orang itu udah bubar.

"Kamu pulang sama siapa, Ra?" tanya Akas begitu mereka selesai beres-beres.

Tadinya sih Bora pengin pulang sama Anka, tapi sahabatnya itu udah langsung kabur begitu selesai, sedangkan dia masih harus beresin ruangan. "Sen ..."

"Sama gue," potong Reksa sebelum Bora menyelesaikan omongannya.

Akas bersedekap lalu menatap Reksa tajam. Kali ini dia nggak akan biarin Reksa gitu aja. "Aku yang antar ya, Ra."

Bukannya jawab, Bora malah senyum-senyum sambil kedip-kedip bikin dua cowok itu natap dia bingung. "Direbutin kayak gini, jadi berasa lagi ada di drama. Menyenangkan banget."

Dua cowok itu langsung saling tatap. Sedetik kemudian, yang awalnya mereka rebutan, sekarang malah jadi saling oper. Bora yang lihat cuma bisa manyun. Kehidupan yang menyenangkan bisa segampang dan secepat itu berubah jadi nyebelin.

_____________________________________________

Kayak judulnya, di part ini banyak menyinggung kata pertama. Pertama kali Reksa ketemu Bora. Juga hari pertama ekskul mereka yang ... nggak bisa dibilang menyenangkan.

Ternyata si pelaku sms itu si cowok botak tumbuh Rama, yang kemarin nebak Reksa salah, ya 😂

Terus endingnya kira-kira si Bora bakal pulang sendiri atau sama Akas atau sama Reksa? 😆

Ditunggu vote, komen, dan sarannya, ya!

junabei

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro