[11] Cemburu
Tugas, tugas, tugas! Bora hampir gila rasanya mikirin itu. Kayaknya tiap hari ada aja guru yang kasih tugas buat pelajaran yang mereka ajar. Kapan ya anak sekolah baru bisa bebas dari tugas? Tugas Tata Busana yang kemarin aja belum selesai dan sekarang udah ada lagi tugas Bahasa Indonesia. Meringkas novel. Bora sih suka baca novel, tapi ya cuma buat dinikmati. Sesekali dia juga bikin resensi, tapi kalau bikin ringkasan, ya cuma buat tugas sekolah ini.
Kalau dibolehin meringkas novel apa aja yang mereka suka sih, Bora masih bakal terima dengan senang hati. Tapi masalahnya tugas kali ini dikhususkan buat meringkas novel karangan guru mereka, yang masih asing banget buat Bora. Apalagi genre-nya kayaknya berat gitu, kata gurunya tadi sih tentang perang. Bora curiga, guru itu sebenarnya lagi promosi terselubung.
Bora masuk ke perpustakaan dan langsung menuju rak novel. Matanya menjelajah ke tiap baris rak. Sial! Buku yang mau diambil adanya di rak paling atas. Bora mengembuskan napas kencang sampai poninya beterbangan. Dunia ini memang suka banget ngerjain dia kayaknya. Dengan sekuat tenaga, Bora jinjit dan merentangkan tangannya tinggi-tinggi. Tapi segimana pun usahanya, semua tetap harus balik ke kenyataan. Dia terlalu pendek buat bisa ambil buku itu. Kalau diingat-ingat, kejadian ini mirip kayak pas dia berusaha merebut bola basket dari Reksa kemarin. Bora langsung geleng-geleng. Buat apa juga diingat-ingat.
Masih juga gagal, Bora berhenti bentar lalu lirik ke kanan-kiri. Nggak ada siapa-siapa sekarang. Perpustakaan memang biasa sesepi ini kayaknya. Perlahan, dia naikin kakinya ke rak paling bawah. Dia mesti super hati-hati. Nggak lucu banget kalau sampai rak ini patah gara-gara dia manjat.
Tangan Bora masih menggantung, dikit lagi sampai bisa dapatin bukunya. Tapi tiba-tiba ada tangan lain yang terjulur panjang melewati kepalanya. Nggak tanggung-tanggung, ada dua tangan dari sebelah kanan dan kiri. Kedua tangan itu sama-sama berhenti di buku yang Bora pengin ambil.
Bora balik dan ngeliat Reksa dan Akas, yang juga lagi saling tatap. Tangan mereka masih menggenggam buku itu, seakan lagi adu kuat, siapa yang berhasil dapatin. Bora mengerjap-ngerjap, masih nggak ngerti sampai berapa lama dua orang ini akan bertingkah kayak gitu. Sampai akhirnya Akas yang lepasin bukunya duluan, dan beralih ke buku sebelahnya.
"Kamu mau ambil buku ini, kan?" Akas menyodorkan buku yang baru diambilnya. Tapi tepat saat itu juga, Reksa menyambar dari samping, membuat pandangan Bora juga ikut beralih padanya.
"Nih," ujar Reksa sambil menyodorkan buku yang jadi rebutannya dengan Akas tadi. Sedangkan buku lain yang Akas ambil disembunyikan di belakang, seolah Bora nggak pernah lihat kejadian tadi. "Ayo kerjain."
Akas yang ngeliat dari samping cuma bisa ketawa kecil. Cowok yang lagi cemburu memang bahaya dan suka bertingkah aneh. Tapi sekarang Reksa udah berani tunjukin kecemburuannya, dan itu tanda bahaya buatnya. Akas nggak bisa tinggal diam. Dia mengekor dua orang itu ke meja yang baru mereka tempati dan duduk di sebelah kiri Bora.
"Kali ini tugasnya apa?" tanya Akas begitu duduk.
"Ngeringkas novel, Kak. Tapi kayaknya novel ini bahasanya berat banget deh, bikin nggak minat." Bora menjawab sambil manyun.
"Aku udah pernah ngerjain itu sih dulu. Emang bahasanya susah. Dikumpulin kapan? Mau lihat contoh punyaku?"
"Mana boleh gitu! Tugas harusnya dikerjain sendiri. Lo senior kenapa ngajarin yang sesat gitu, sih?" potong Reksa.
"Eh nyebelin, lo kenapa sih, dari tadi ganggu mulu?" Bora udah nggak tahan diam aja. Dari tadi Reksa ganggu kesempatan dia berduaan sama Akas.
"Yang ada juga kalian yang ganggu! Gue lagi mau baca, kalian malah ngobrol."
Bora mendengkus. "Siapa juga yang suruh lo duduk sini?"
"Kan gue duluan yang ke sini. Kita tepatnya." Reksa menekan nada omongannya pada kata kita, sambil melirik tajam ke arah Akas.
Kening Bora berkerut kesal. Sedangkan Akas masih aja senyum. "Oh iya, Ra. Ekskul kita udah acc lho," ujar Akas mengalihkan pembicaraan.
Mulut Bora baru terbuka dan Reksa udah menyambar. "Lo jadi bikin ekskul baru?"
Bora langsung melirik Reksa tajam. "Sekarang siapa yang ganggu coba!"
"Anggap aja impas," jawab Reksa santai.
Argh! Kalau Bora bisa minta satu kekuatan khusus, dia pasti minta supaya bisa ngehilangin orang, dan pasti orang pertamanya Reksa. Cowok ini nyebelinnya udah nggak tertolong kayaknya. Nggak bisa banget dia bikin hidup Bora damai sebentar aja.
"Kas, lo dipanggil Bu Dwi, tuh," ujar teman sekelas Akas yang baru aja masuk.
Akas mengangguk sekilas lalu memperhatikan Bora dan Reksa di depannya. Keberuntungan kayaknya lagi nggak berpihak ke dia. "Aku duluan, ya. Kalau masih nggak ngerti, tanya aja. Ok?"
"Dari tadi harusnya," bisik Reksa yang sebenarnya nggak pelan-pelan amat, tapi ketutup sama muka seriusnya yang berakting baca novel.
Comblangin gue kalo emang kalian nggak ada apa-apa. Bora udah hampir balik ke kelasnya kalau nggak ingat sama omongan Karin yang itu. Kenapa juga Karin harus minta dia yang nyomblangin sama Reksa, kenapa nggak usaha sendiri aja coba. Bora menimbang-nimbang bentar, alisnya naik turun kayak lagi main. Baiklah, paling nggak dia harus bantuin, walau cuma sekali.
"Tipe cewek yang lo suka kayak gimana?" tanya Bora akhirnya.
Reksa langsung mengangkat wajahnya yang sok serius. "Kenapa? Lo mau pastiin lo masuk apa nggak ke kriteria itu?"
"Gue sih yakin, yang lo sebutin nanti pasti ciri-ciri gue," jawab Bora penuh percaya diri. Alisnya sengaja diangkat setengah, memberi kesan menantang.
"Tinggi, rambut panjang, mancung, jago main basket," jawab Reksa sambil memberi penekanan di tiap kata. Matanya masih menatap Bora dalam-dalam, lalu tersenyum puas ngeliat cewek itu cemberut.
Itu ciri-ciri Karin! Masa iya, Reksa juga suka sama Karin? Bora geleng-geleng. Cowok nyebelin itu pasti cuma sengaja nyebutin ciri-ciri yang bertolak belakang sama ciri Bora. Dia yakin itu, seenggaknya buat saat ini.
***
Entah udah berapa hari, Anka nggak terlalu ingat. Tapi yang pasti, semuanya mulai habis cowok itu muncul di depannya. Sejak itu, Anka nggak berminat keluar kelas, selain buat ke toilet atau ada pelajaran yang mengharuskan dia buat pindah. Bahkan beberapa kali Bora datang dan ngajak dia ke kantin, tapi selalu ditolak dengan berbagai alasan.
Tiap kali Anka nggak keluar kelas juga, cowok itu selalu datang. Untungnya dia nggak pernah papasan atau buruknya ketemu Bora di kelas ini. Anka sendiri nggak tahu sampai kapan bisa ngehindar, tapi dia akan berusaha yang terbaik buat ngejaga semuanya. Termasuk hatinya sendiri.
Dan mimpi buruk itu datang lagi. Cowok itu udah berdiri di depan pintu dengan senyum lebar yang nggak pengin Anka lihat. "Hai, Ka. Ke kantin, yuk."
Anka udah bosan dengan ajakan itu. Tiap hari cowok itu datang, bahkan sehari bisa dua kali di tiap istirahat. Dan kalimat kayak gitu yang selalu diucapkannya. Tiap kali dia datang pula, Anka nggak pernah jawab, sama kayak sekarang. Tapi herannya cowok itu kayak udah belajar ilmu kebal, jadi nggak mempan dicuekin kayak apa pun.
Tanpa melirik sama sekali, Anka membenamkan kepalanya ke tangan yang dia lipat di atas meja. Biasanya hal ini jadi jurus yang ampuh, dan kayaknya kali ini juga berhasil. Tapi kali ini cowok itu pergi lebih cepat. Biasanya Anka masih sempat dengar beberapa temannya ngomong kalau cowok itu ganteng, sweet banget ngeliatin Anka kayak gitu, bahkan ada yang ngambil foto. Sebenarnya Anka risi, tapi mau gimana lagi, dia harus bertahan supaya cowok itu nggak mikir macam-macam.
"Kalau nggak mau ke kantin, harusnya kamu bawa bekal, Ka. Kamu udah kurusan, lho." Anka yakin itu belum terlalu lama, tapi suara cowok itu udah terdengar lagi. Dia mengangkat wajah dan ngeliat steroform di atas mejanya. "Aku nggak akan pergi sampai kamu makan ini."
Terserah! Anka yakin cowok itu nggak akan bisa bertahan lama. Paling lama pun cuma bisa sampai bel masuk. Maka Anka balik lagi membenamkan kepalanya di tangan. Sebentar lagi. Dia cuma perlu bertahan sebentar lagi.
Dan cowok itu benar-benar nggak mengalihkan pandangannya dari Anka dan tetap di sana sampai bel masuk bunyi.
_____________________________________________
Hai!
Reksa tingkahnya makin lucu nih. Cemburu bikin orang jadi konyol emang. Ada yang gemes sama Reksa? 😂
Terus udah ada yang bisa nebak kira-kira Anka kenapa?
Ditunggu vote, komen, dan sarannya, ya!
Sampai ketemu Kamis!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro