Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🐣15. Sora Kenapa?

"Abang, Zea setuju kalau Abang pacaran sama Kakak Cantik," ucap si gadis kecil di meja makan saat melakukan sarapan sekeluarga.

Astaga, seperti ada kecoa yang lewat di tenggorokkan Nusa barusan hingga dengan cepat cowok itu mengambil segelas air putih dan meneguk banyak-banyak.

"Udah, Bang. Jangan salting kayak gitu," balas Nisa—sang ibu—wanita paruh baya yang tengah mengoles selai stroberi untuk sang suami justru terkekeh. Mengingat bagaimana perempuan yang disebut Zea terus melantur di ruang tamu sampai dirinya dan Zidane pun terkejut.

"Enggak, Ma. Aku biasa aja sama dia. Ceweknya juga kecentilan," balas Nusa.

Walau sebenarnya ia sendiri pun tak yakin dengan si perkataan. Semalaman—sejak kegiatan belajar kemarin—wajah Ziva terus terbayang. Tapi tidak, tak mungkin secepat itu ia bisa jatuh cinta. Lagi pula, ia juga sudah berjanji untuk tidak membuka hati bagi gadis menyebalkan itu. Bisa-bisa sang telinga rusak.

"Heh, Nusa! Jangan ngomong sembarangan!" protes Zidane yang tengah meneguk segelas kopi hitam.

Si pria paruh baya itu tahu betul bagaimana sang putra bisa luluh. Bagi siapa pun yang berhasil menyayangi Zea, maka rintangan untuk meluluhkan hati Nusa pasti akan terlewati dengan mudah.

Tidak sadar saja cowok berusia 17 tahun itu pernah bercerita bahwa saat ditanya tentang kriteria pacar ketika awal mula masuk SMA, ia menjawab, "Yang penting sayang Zea. Itu udah lebih dari cukup."

Sekarang ia dipertemukan dengan Ziva yang membuat Zea jatuh hati untuk pertama kali. Apakah itu tidak lebih dari cukup?

"Lagian Papa sama Mama juga setuju kalau kamu pacaran sama dia. Masa SMA itu boleh loh dinikmati, jangan pacaran sama ekskul choir terus," sahut Nisa dengan senyum kecil.

"Aku kayaknya udah mau berangkat, deh, Ma, Pa," balas Nusa yang segera bangkit.

"Tapi masa Abang kemaren marahin Zea, Ma, Pa? Pas ada Kakak Cantik." Bibir Zea kembali manyun sepuluh senti. Ya ampun, kemarin adalah perdana Nusa berkata dengan nada cukup kencang.

"Itu tuh ini, Ze, mau nunjukkin ke calonnya kalau dia itu tipe cowok yang tegas," jawab Zidane.

Nusa semakin memantapkan niatnya untuk pergi dari ruang makan. Segera melangkah dan mengacak rambut milik adik kesayangan, lantas berpamitan dengan kedua orang tua sebelum pergi camping.

"Abang kenapa buru-buru? Sekolah Abang kan masih 45 menit lagi," tanya Zea penasaran. Biasanya paling cepat pun tiga puluh menit sebelum.

Tak ada jawaban, Nusa segera melangkah keluar dari rumah.

"Anak SMA jaman sekarang mah ada-ada aja, ya." Nisa berucap.

🤝🤝🤝

Semua angkatan kelas sepuluh dan juga sebelas sudah berkumpul di lapangan. Karena tak mau membawa banyak tas, mereka semua mengikuti anjuran kepala sekolah. Para carrier sudah melekat di punggung masing-masing anak.

Ada yang aneh dengan Sora kali ini. Dirinya terus berdiri di barisan paling belakang, tak seperti biasanya selalu mengincar bagian paling depan.

Sementara Ziva tentu saja masih betah berdiri lama-lama di barisan pertama. Bukan ingin menjadi pusat perhatian orang yang memberikan arahan, tapi tentu saja sudah bisa ditebak. Nusa pun memimpin barisan. Semakin mudah bagi Ziva untuk melirik pemandangan indah.

Gue pengen, deh, nanti kalo udah di gunung gitu bisa berduaan sama Kakak Ganteng. Biar kayak di novel-novel gitu. Apalagi kalo misalnya gue kepeleset, terus dia bantuin, aah ... gila. Mau banget, Woi! batin Ziva histeris sampai tak tersadar seulas senyum ia kembangkan.

Beberapa guru yang berdiri di depan pun hanya bisa memaklumi. Dalam sejarah hidup Ziva, gadis itu tak pernah berperilaku norma layaknya siswi lain, jadi tak usah heran jikalau melihat penyakit anehnya kambuh. Tersenyum sendiri dalam lamunan.

Hanya ada satu cara untuk menyembuhkan penyakit itu. Menjentikkan jari di depan wajah Ziva atau berteriak mengenai hal-hal bahaya, seperti ada kebakaran. Pasti ia sadar dan ikut berlari ke sana- ke mari karena panik.

Tapi kali ini ada yang berbeda, Nusa meminta para guru untuk menggantikan posisi itu.

Nusa berjalan mendekati Ziva. Tangannya meraba ke bahu perempuan itu. Lalu matanya fokus pada mata Ziva yang tak berkedip sama sekali.

"Ziva, besok lo keluar, ya, dari ekskul. Jangan hadir lagi di sana," ucap Nusa sembari menahan tawa. Ia tahu betul bahwa gadis di hadapannya ini sangat takut jika hal itu sampai terjadi.

Ziva terkejut. Matanya langsung mengedip beberapa kali. Namun yang membuatnya lebih terkejut adalah baru menyadari kehadiran Nusa di sana.

"Eh, iya, jangan! Aku masih suka ada di sana, nggak pernah bosen liatin kalian latihan nyanyi doang. Walau jadi pajangan juga nggak apa, kok!" balas Ziva cepat. Tidak, ia tak mau berpisah dengan Nusa. Kebahagiaannya kali ini hanya satu, berjuang untuk bersama Nusa. Di rumah pun ia tak terlalu bahagia, lantaran Mela yang memiliki hobi untuk berceramah.

Jelas hal itu membuat semua orang yang sedang menunggu penguman dimulai tertawa puas. Benar-benar unik. Mereka baru menemukan bahwa apa yang ada di novel ternyata juga terjadi dalam dunia nyata.

Sampai akhirnya dehaman kepala sekolah berhasil mengheningkan suasana. Laki-laki itu akan segera memulai pengumuman mengenai apa yang harus dilakukan saat kamping berlangsung, serta pembagian bus.

💩💩💩

Takdir seperti memihak pada Ziva. Anak ini nyatanya selalu beruntung kapan pun dan di mana pun ia berada. Satu bus bersama Nusa dan Sora adalah kelangkaan yang terjadi, apalagi Biru berada di bus lain. Sungguh beruntung.

Namun, karena Ziva masih merasa kasihan pada Sora yang duduk sendirian, akhirnya gadis itu memilih untuk menghampiri Sora. Walau keinginan untuk bersebelahan dengan Nusa sangat bergejolak.

"Hai, Ra!" Ziva melambaikan tangan. "Kita bareng, ya, biar lo nggak sendirian kalo gue sama Kakak Ganteng."

Sora sama sekali tak menganggap kehadiran Ziva di sana. Ia terus melirik ke arah luar, apa mungkin masih merasa kesal karena pertengkaran di kelas kemarin?

Di saat Ziva sudah duduk, Sora justru pergi bersama barang bawaannya. Menghindari Ziva adalah hal utama yang Sora inginkan saat ini. Bukan karena benci, tapi ia merasa bahwa Ziva membawa sebuah kesialan yang menimpa dirinya secara terus-menerus.

"Loh, lo mau ke mana, Ra? Kok nggak mau duduk sama gue? Ih aneh anak satu ini." Ziva menatap Sora tak mengerti. Biasanya mereka selalu berdua, tapi terlihat jelas ada perasaan tidak suka yang terpancar dari wajah Sora.

Sora tak menjawab, ia justru mencari kursi kosong lain yang tak ada penghuninya. Ingin menenangkan diri dari segala pembicaraan mungkin adalah satu tujuan, tapi bukan itu yang utama.

Ziva semakin tak mengerti dengan apa yang diperbuat Sora. Apakah dirinya sedang dirasuki oleh jin pemarah hingga sikapnya berubah seperti itu?

"Nggak jelas, ih," kata Ziva sembari menatap langkah Sora.

Namun, keberuntungan lagi-lagi memihak pada Ziva. Seharusnya ia bersyukur Sora pergi, karena berkatnya Nusa jadi mengisi kursi kosong di sebelahnya.

"Kakak Ganteng beneran mau duduk sebelah aku?" tanya Ziva tak percaya. Benar-benar tidak tertebak. Apakah ini adalah wujud terima kasih Nusa karena sudah menghibur Zea hampir setiap hari?

Nusa mengangguk kaku, lalu segera terduduk dan meletakkan tas ransel miliknya di bawah kursi.

Apa jangan-jangan Sora melakukan ini semua karena disuruh oleh Nusa? Ah, andai iya, itu adalah hal termanis yang pernah Ziva rasakan. Tapi ... tunggu, bukankah Sora dan Nusa tak saling mengenal?

Baiklah Ziva tak boleh terlalu banyak berpikir, biarkan saja Sora yang bertindak tidak jelas. Sekarang adalah waktunya menggoda Nusa.

"Kakak Ganteng sehat, 'kan?" Ziva meletakkan tangan kanannya di kening Nusa. Suhunya normal seperti suhu tubuh miliknya. Aaaaa ... Ziva benar-benar tak menyangka.

"Terpaksa," balas Nusa penuh penekanan. Dirinya memang sedang tidak sakit secara fisik maupun mental, itu semua ia lakukan karena tak tahu harus duduk bersama siapa. Semua sudah penuh, entah bagaimana pula pembagian nama di kelasnya sampai harus digabung dengan kelas Ziva.

Saat bus berjalan, suasana bus mendadak sepi. Banyak sekali dari mereka yang justru tertidur lelap. Sementara Ziva, masih betah sekali gadis itu untuk menoleh, tampak seperti tak takut apabila sakit leher karena menyaksikan ketampanan wajah Nusa tanpa henti.

Dalam hati sang gadis terus berteriak histeris. Ya ampun, kenapa rencana Tuhan seindah ini? Sip, Ziva janji, akan semakin sering pula ia beribadah agar didekatkan dengan cowok ini.

Astaga, nikmat mana yang kau dustakan? Kemarin saja waktu di rumah, mereka tak duduk bersampingan, melainkan ada Zea yang menyempil di tengah.

"Ngapain liatin gue?" tanya Nusa sinis.

"Nggak apa, itu bakat terpendam Ziva," balasnya santai.

"Gue risih."

"Ziva enggak."

Dalam hati Nusa berdoa agar ia terus diberikan kesabaran yang lebih. Semoga jika tidak mengomel lagi, dirinya akan diberi umur panjang.

Baiklah, demi meredam emosi, Nusa segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Membuka galeri, lalu menculik earphone dari dalam tas ransel yang sedari tadi bersembunyi di bawah kursi, dan mendengarkan lantunan lagu choir.

Mata cowok itu terpejam. Menikmati tiap lantunan yang dianggap mampu menenangkan hati. Namun, selang tak lama, kenapa volume suara yang didengar menjadi semakin kecil? Lebih tepatnya hilang sebelah.

Setelah ia membuka mata, astaga ternyata sang pelaku lagi-lagi berulah. Menculik earphone di telinga kiri milik Nusa, dan membuatnya juga bertengger di telinga.

Kok bisa, ya, suka sama lagu kayak gini? tanya Ziva dalam hati. Jujur ia mulai bosan, tapi tak apalah, demi Nusa apa pun rela dilakukan. Nadanya memang enak, tapi ia tak mengerti arti dari tiap lirik. Jadi, mengantuk semakin lama.

Sebuah lirikkan sinis mendadak Ziva dapatkan dalam hitungan detik. Bukannya merasa takut atau bersalah, sang gadis justru tersenyum. Memamerkan sederet gigi putih yang ingin ikut tampil di hadapan cowok takpan.

"Kenapa?" tanyanya sok polos.

"Siapa yang suruh lo make barang orang tanpa izin? Lo tau itu namanya mencuri?" tanya Nusa yang berhasil membuat beberapa orang mencuri pandang ke arah mereka.

"Tadi kan Kakak Ganteng ketiduran, jadi Ziva ambil aja. Biar bisa sama-sama bobo."

"Gue bukan ketiduran, gue menikmati suasana."

"Merem itu sama dengan bobo."

Baiklah, setelah menyadari banyak lirikkan mata yang mengarah kepada mereka, lebih baik Nusa diam. Biarlah gadis ini bahagia sekali-kali.


Happy reading!

Love u,

Bong-Bong❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro