01 - The Famous Vocalist and the Passionate Journalist
Pesta pemilu Ketua BEM Fakultas Sastra Universitas Tunas Nusantara telah usai. Sebagai jurnalis 'Jejak' majalah Fakultas Sastra, Julia Maheswari atau yang akrab disapa Lia, sudah berjaga dari tadi sore di aula, menunggu perhitungan suara selesai. Biasanya, ia tidak terlalu peduli soal pemilu kampus, ya sudah kalau calon yang dipilihnya kalah, Lia tak ambil pusing. Akan tetapi kali ini berbeda, gadis itu sangat ingin paslonnya menang dikarenakan paslon lain yang menurutnya tidak memenuhi kriteria menjadi seorang pemimpin. Sudut matanya menangkap lelaki itu, sedang asyik bermain gitar, dikerumuni para mahasiswi bernyanyi bersama saat waktu istirahat. Lia mendengkus keras-keras, tak bisa membayangkan jika lelaki itu yang akan jadi ketua BEM-nya.
Brian Mahesa Rahandika.
Bassist dan vocalist Sixth Sense, band dari Universitas Tunas Nusantara yang memiliki lima anggota. Meskipun band tersebut baru terbentuk pada tahun 2018, tapi mereka sudah memiliki fan base yang cukup besar. Itu adalah faktor utama kenapa Brian tidak layak untuk jadi Ketua BEM Fakultas Sastra. Bagaimana lelaki itu membagi jadwal untuk bertugas menyuarakan suara mahasiswa dengan bersenang-senang di atas panggung? Meskipun bukan fans mereka, tetapi Lia tahu, bagaimana sibuknya Sixth Sense, untuk seukuran band kampus. Ia pernah mewawancarai mereka. Jadi sedikit banyak, Lia tahu jadwal band itu.
Oh tidak! Perolehan suara kini sudah dipimpin Brian dengan skor 266 dan 261. Ia mengutuk para mahasiswi yang memilih lelaki itu. Mereka pasti fans-nya yang terbutakan dengan penampilan dan suara lelaki itu. Harusnya kan mereka tahu, jika memenangkan Brian dalam pemilu ini, membuat lelaki itu harus membatasi kegiatan dengan Sixth Sense.
Pukul sebelas malam, hasil akhir pun didapatkan. Lia harus menelan kekecewaannya bulat-bulat. Ia tidak berniat untuk menyalami lelaki itu. Gadis itu segera berjalan ke tempat parkir untuk mengambil motornya, padahal masih banyak yang bertahan di aula untuk menyaksikan penampilan Sixth Sense dengan gratis untuk merayakan kemenangan lelaki itu. Di koridor kampus, ia bertemu dengan Faris, mahasiswa Sastra Jepang, calon ketua BEM gagal yang ia dukung.
"Mas Faris! Semangat ya, Mas!" katanya tersenyum simpul.
"Makasih ya. Lo kok langsung pulang? Nggak mau lihat Brian perform?"
Lia menyengir, menyembunyikan dengkusannya. "Udah ngantuk, Mas. Harus langsung nulis beritanya nih."
"Ya udah, hati-hati Julia!" Meskipun mereka beda jurusan, karena dirinya adalah mahasiswi Sastra Inggris, ia dan Faris berasal dari Solo. Jadi mereka saling mengenal lewat organisasi daerah di kampusnya.
Sebenarnya, pukul sebelas malam merupakan jam aktifnya untuk menulis artikel. Ia hanya menjadikan mengantuk sebagai alasan saja. Sesampainya di kos, Lia langsung membuka laptop dan menulis berita mengenai hasil pemilu ini. Setelah selesai, ia tidak langsung tidur, melainkan menulis satu artikel lagi, yang ia harapkan dapat dimasukkan ke dalam kolom opini 'Jejak' bulan depan. Menurutnya, menjadi jurnalis adalah passion-nya. Dengan kuliah, ia semakin bisa bebas menyuarakan isi hatinya. Hal yang tidak ia dapatkan saat belajar di SMA atau pun di rumah. Lia tersenyum puas saat artikelnya rampung ditulis, sebelum menutup laptopnya, ia menambahkan judul di bagian atas tulisannya. 'Dari Nge-Band ke Nge-BEM, Totalitas Nggak Ya?' Ia bertekad, akan memastikan tulisannya ini ada pada edisi 'Jejak' bulan depan. Harus.
***
"Gila! Ketua BEM dong sekarang statusnya!" celetuk Jay, gitaris dan vokalis Sixth Sense, yang berkuliah di jurusan Matematika. "Brian lebih tinggi dari lo kastanya sekarang, Yan."
Lima lelaki itu terbahak-bahak. Rayyan—sang ketua sekaligus gitaris plus vokalis Sixth Sense, mengangguk tanpa berniat protes. "Gue mah apa, cuma punya anak buah empat. Brian sekarang punya kabinet segala, macem presiden aja lo."
Brian meneguk kaleng sodanya lalu menggeleng. "Udah udah. Buru kalian mau pesen apa, gue yang traktir. Mumpung sebelum sibuk dinas ini."
Dion—drummer Sixth Sense, melempari lelaki itu dengan kacang sambil bersorak. "Gaya banget!"
"Eh, tapi bener, sih. Setahun ini, pasti Brian waktunya terbatas banget nggak sih sama Sixth Sense?" pungkas Arsen, lelaki yang mengambil jurusan desain. Lelaki itu memainkan keyboard dan juga vokalis di Sixth Sense.
Brian mengangguk. "Betul. Ya, sesuai kesapakatan kemarin aja, kalau pas gue nggak bisa join manggung, lo ambil anak UKM Musik Tunas Nusantara, buat ngisi bas. Kalau gue nggak ada tugas negara, gue pasti ikut lah."
"Lo jangan main-main lho, Bri," tukas Rayyan. "Walaupun gue ngerti yang milih lo kebanyakan pasukan ciwi-ciwi yang suka teriak rahim anget, jangan bikin ini bercandaan. Fakultas lo, sekarang bertumpu sama lo, yang amanah loh."
Ia menepuk bahu lelaki itu. "Siap, bos!"
Ia menatap teman-temannya satu per satu, merasa beruntung karena mereka mendukung keputusannya mengikuti mengikuti pemilihan ketua BEM. Mungkin bagi sebagian orang, banyak yang menilai Brian jika lelaki itu mengikuti pemilihan ketua BEM hanya untuk coba-coba. Buat apa coba-coba, pikirnya. Selama tiga tahun berkuliah ia juga aktif dalam berorganisasi. Dia pengurus Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris. Dia juga rajin mengikuti seminar dan pelatihan, yang membuatnya berhasil memenuhi persyaratan untuk mencalonkan diri sebagai ketua BEM. Namun, mungkin di mata mahasiswa Fakultas Sastra, image dirinya yang seorang anak band, dengan penampilan sesukanya sendiri alias urakan, suka celelekan, hobi pulang malam, setiap weekend manggung, lebih melekat di hati mereka.
Well, Brian tidak memungkiri jika musik adalah hidupnya. Ia sangat mencintai Sixth Sense dan keempat sahabat yang sudah ia anggap saudara itu. Kelima lelaki itu dipertemukan lewat UKM Musik Tunas Nusantara pada 2018, di semester pertama ia kuliah. Sixth Sense dipimpin oleh Rayyan, lelaki tertua di grup itu. Lelaki itu berkuliah di jurusan Teknik Perkapalan. Keunikan band-nya adalah mereka semua vokalis, kecuali Dion sang drummer. Lelaki itu juga satu jurusan dengan Brian, di Sastra Inggris. Aliran musik mereka adalah pop-rock. Hal yang membuat Sixth Sense digilai banyak orang, tidak hanya para perempuan karena, lagu-lagu mereka sangat enak didengar. Apalagi liriknya, yang mencerminkan kehidupan muda-mudi zaman sekarang. Wajah rupawan mereka berlima juga jadi nilai plus tersendiri bagi para ciwi-ciwi kampus. Khususnya Brian, sang masterpiece di balik lagu-lagu yang bersyair sendu itu. Sekarang, ia bertekad akan membuktikan kepada para mahasiswa Fakultas Sastra, bahwa ia bisa mengemban tanggung jawab yang dipikulnya sebagai Ketua BEM Fakultas Sastra.
***
Suara sorakan menyambut Brian, ketika lelaki itu menginjakkan kaki ke dalam kelas. Teman-temannya meniup terompet dan memakai atribut-atribut lucu menyambut kedatangan sang ketua BEM yang baru. Ia tertawa melihat tingkah absurd teman-temannya ini.
"Alay banget deh, lo pada," katanya tertawa.
"Pakai ini dulu, dong." Dion memberikan topi kerucut dari kertas padanya.
"Ini kok kayak acara anak SD ulang tahun, sih?" gerutu Brian, melihat dekorasi balon dan kertas hias di sudut ruangan.
Seorang lelaki berambut cokelat menepuk punggungnya. "Guys! Sobat santuy kita jadi ketua BEM woy!" teriaknya, yang dapat sambutan sorakan meriah.
"Eh, bapak vokalis, nanti kalau mau demo-demo pakai lagu aja kritiknya, biar tetep nyeni," celetuk seorang perempuan dengan hijab merah muda.
"Boleh juga Al. Jadi, tugas negara jalan, modal buat konser tetep jalan juga, ya?" tuturnya, menjawab usul Alma, teman sekelasnya.
Brian mendengkus kencang. Kelakuan teman-temannya ini memang cukup absurd. Tidak cowok, tidak cewek, semuanya saja saja. Apalagi angkatan 2018 memang dikenal yang paling cengengesan dan santai dibanding dengan angkatan lain. Kebanyakan dari mereka ini mengikuti organisasi atau unit kegiatan mahasiswa yang berbau seni, seperti teater, seni tari, dan musik. Dan kebetulan juga, anak-anak seni memiliki image penampilan nyentrik dan kelakukan celelekan di fakultas ini. Meskipun banyak yang memandang negatif karena mereka memang suka pakai sesuatu yang aneh, seperti kaus kaki beda warna sebelah, atasan dan bawahan yang tidak senada, atau tak serapi mahasiswa lain, karena ke kampus kadang cuma pakai kaus aja, tapi itu adalah identitas mereka.
"Udah lah, buruan foto, sebelum Miss Rahmi masuk," tukas Dion.
"Ayo, sini foto, para rakyatku!" kata Brian terbahak.
"Anjir lah! Songongnya ngalahin jadi presiden," komentar Irsyad, yang berada di sebelahnya.
Meskipun umpatan terdengar dari sana sini, teman-temannya tetep mengerubuti Brian, dan siap berpose. Ghani, salah satu teman dekat Brian, mengatur timer kamera, yang diletakkan di atas tripod. Setelahnya, lelaki itu berlari dan berjongkok di depan Brian, memposisikan diri, sebelum flash kamera menyala.
"Say anjir!" teriak Brian memberi aba-aba.
"ANJIRRR!" teriak teman-temannya bersamaan lalu tertawa.
"Emang ketua BEM sekarang panutanku," ujar Dion diselingi kekehan kecil.
"Nanti tiap bulan adain konser ya, pakai anggaran kampus," tutur Carla sambil mengedipkan sebelah matanya dengan centil.
Brian tertawa menanggapi rekues aneh gadis berambut biru sebahu itu. "Gila lo! Lo jadi senat dulu sono, biar bisa kasih dana gede ke gue."
"Ini balonnya mau diberesin nggak, sebelum kelas?" tanya Raka, sang kormat.
"Nggak usah lah. Buat kejutan ulang tahun Bu Rahmi," jawab Brian asal.
"Emang dia ulang tahun kapan?" tanya Alma.
"Nggak tahu sih, kalau udah lewat ya, belated happy birthday, kalau belum ya advanced happy birthday. Gitu aja kok repot," sahutnya tanpa rasa bersalah.
Irsyad pun menjitak Brian sambil menggerutu. "Eh, sembarangan lo main pukul aja! Ini otak buat mikirin lo-lo semua setahun ke depan, kalau oleng gimana?!"
"Bacot lo! Sumpah ya, bahaya sebenernya dia jadi..."
Suara pintu terbuka membuat mereka menoleh, dan berjalan menuju tempat duduk masing-masing, karena mengira jika yang datang adalah dosen mereka. Brian yang masih berdiri di sebelah kursinya, menatap lurus ke arah pintu saat seorang gadis berambut hitam yang dikuncir ke belakang dengan wajah dingin masuk, diikuti gadis lain bermata sipit dengan rambut cokelat.
"Sialan! Gue kira Miss Rahmi," gerutu Dion dari kursinya.
"Semester berapa?" tanya Brian pada kedua gadis itu.
"Tiga, Bang," jawab si rambut cokelat tersenyum ramah, sedangan gadis berambut hitam sudah berjalan ke belakang kelas, dan duduk di kursi paling sudut.
"Kalian salah kelas atau gimana?" Selain teman-teman satu angkatannya, terkadang di kelas Brian terdapat adik tingkat yang mengambil mata kuliah di semester atas, atau kakak tingkat yang sedang perbaikan nilai.
"Pindah dari kelas B, Bang. Di sana kepenuhan, terus kita disuruh nyebar ke kelas A sama C, gitu."
Brian mengangguk-angguk maklum. Padahal perkuliahan sudah jalan selama lima minggu, tapi selama daftar hadir belum permanen dibuat oleh pihak akademik, tidak masalah, asalkan langsung melapor. Ia lalu berjalan menuju kursi belakang, spot favorit lelaki itu. Ia kemudian meletakkan tasnya di pangkuan, lalu mengambil ponsel dan mulai sibuk dengan benda persegi itu. Samar-samar dia dapat mendengar percakapan dua adik tingkatnya yang berjarak dua baris darinya.
"Ini kelas heboh banget, ada balon segala," desis si rambut hitam dengan suara serak yang terdengar cukup berat untuk ukuran perempuan.
"Eh, Kak, ini habis ada acara apa, ya?" tanya gadis rambut cokelat pada Alma yang duduk di depannya.
Alma tersenyum lebar. "Kasih surprise ke Brian, ketua BEM yang baru." Gadis itu menunjuknya, sebelum kembali berbalik menghadap depan.
Dari sudut matanya, Brian bisa melihat si rambut hitam mencebikkan bibir lalu memutar mata, terlihat jengkel. "Alay banget. Menang karena modal tampang sama lagu galau aja bangga."
Brian mendecakkan lidah lalu terkekeh pelan. Oh, baru satu hari ia menyandang status ketua BEM, itu pun belum resmi karena belum dilantik, lelaki itu sudah dapat hater. Ia tak ingin ambil pusing soal gadis itu, toh Brian juga tak mengenalnya. Semoga saja si julid tadi bisa beradaptasi di kelasnya dan tidak membuat masalah terutama dengan dirinya. Karena, ia sangat benci dengan orang-orang yang merepotkan.
TBC
***
Hai, hai yang kangen Brian dan Juleha zaman kuliah, era 'romantis-romantisnya' bisa baca Double Trouble.
Cerita ini tidak akan ditamatkan di Wattpad ya. Tapi di KaryaKarsa. Di KaryaKarsa sudah di-post sampai part 3.
Untuk urutan baca cerita Brian-Julia:
1. Double Trouble
2. Sweet Chaos
3. Gauri's Journey (KaryaKarsa) berisi ekstra part daily life Brian-Julia with Gauri, their daughter.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro