05. Bonus
Aldan masih mengatupkan bibir, membiarkan lelaki di hadapannya melumat bebas bibirnya. Entah karena apa Alvan melakukan ini, dan kenapa dia berada di sini?
Padahal, sebelumnya Aldan tidak pernah melihat Alvan di klub ini. Ah, lupakan! Klub ini bebas di datangi siapa pun dan tanpa sepengetahuannya, sekalipun. Tapi Aldan yakin, Alvan pasti orang baru. Jangan tanya apakah Aldan mengenal orang seisi klub atau tidak.
Karena tak mendapat balasan, bibir Alvan berpindah ke cuping telinga, mengecupnya sekilas, lalu berbisik, "You're a man?"
"Huh?"
"Bales ciuman gue kalau lo cowok!"
Aldan menyeringai. Mungkin Alvan terlalu bodoh untuk tidak mengenali dirinya. Oh, atau karena cahaya yang super minim, hingga wajah Aldan tidak terlalu kentara, ditambah, ia juga tidak memakai kacamata. Atau mungkin dia mabuk? Ah, tidak! Sorot matanya tidak menandakan bahwa orang di hadapannya dalam pengaruh alkohol. Satu hal yang terlintas di pikiran Aldan; bahwa Alvan sedang dalam pengaruh obat perangsang. Aldan kembali menyeringai, tangannya meraih pinggang Alvan, memojokkannya tubuhnya hingga menyentuh tembok, kemudian ia berbisik, "Of course!"
Alvan kembali memulai aksinya, mengecup bibir Aldan sekilas, sengaja hanya untuk memancing lawan mainnya. Berhasil! Aldan memangut bibir Alvan yang dengan senang hati dibalasnya. Sedikit membuka bibirnya supaya memudahkan akses lidah Aldan untuk masuk. Tangannya terkalung di leher Aldan, menekan kepalanya untuk memperdalam ciuman.
Pegangan pada pinggang Alvan pun semakin mengerat, lidah mereka saling beradu satu sama lain. Aldan kalap, lupa bahwa orang yang dicumbunya adalah lelaki. Desahan Alvan tertahan kala Aldan semakin memperdalam ciumannya, lidahnya semakin dalam bermain di mulut Alvan, bukan hanya saling beradu, tapi menggelitiki langit-langit mulut hingga menyentuh ujung lidah terdalam. Aldan melepas pangutan, memberi jeda untuk benapas. Dilihatnya wajah Alvan yang tidak terlalu jelas karena cahaya yang remang-remang.
"Kita butuh ruangan yang lebih privat," bisik Aldan kemudian menarik tangan Alvan ke toilet. Begitu sampai, dilihatnya beberapa orang yang sedang menuntaskan panggilan alam. Tanpa peduli sekitarnya, Aldan mendorong tubuh Alvan hingga menempel dengan wastafel, lalu kembali melanjutkan kegiatan sebelumnya, mencumbu Alvan.
Orang yang menyaksikannya mereka hanya melotot tak percaya, lalu salah satu dari mereka berkata, "Wow! Sekarang jadi karnivora?"
Aldan melepas pangutannya hingga desahan keluar mulus dari mulut Alvan. "Gue omnivora,"
"Oke, whatever. Silahkan lanjutkan kencannya." orang itu mengajak mereka semua untuk segera keluar dari toilet, membiarkan Aldan melakukan kegiatannya dengan khidmat.
Sebelum orang itu meninggalkan toilet, Aldan berkata, "Boleh minta tolong?"
Tanpa perlu menanyakan pertolongan apa yang Aldan butuhkan, lelaki itu sudah mengerti. Alhasil, ia hanya mengacungkan ibujarinya, "Habis ini kayaknya lo mesti bayar gue." lalu keluar meninggalkan mereka berdua.
Setelah benar-benar sepi dan sunyi, Aldan mencium bibir Alvan sekilas. "Jadi?" ditatap wajah lelaki di hadapannya yang sudah dipenuhi dengan nafsu, dilihat dari pupil matanya yang membesar dan dia juga menggigit bibir bawahnya. Jadi, tanpa menunggu jawaban dari Alvan, Aldan kembali memangut bibir Alvan dengan ganas.
Alvan kembali mengalungkan lengannya pada leher Aldan. Lidahnya dengan berani mengajak lidah Aldan untuk bertempur, menelusuri seluruh rongga mulut Aldan, saat ini Alvanlah yang mendominasi ciuman. Namun, hanya bertahan sebentar, Aldan memperdalam ciuman mereka, lidahnya sudah berada di dalam mulut Alvan, mengabsen setiap deretan gigi Alvan tanpa celah. Sebagai sentuhan terakhir, Aldan mengisap lidah Alvan, rasa jeruk langsung menyambut lidahnya, dan Aldan suka itu. Sensani manis yang Aldan yakin dari minuman yang sebelumnya Alvan minum membuatnya ketagihan, ia terus mengisap, mengulanginya berkali-kali.
Aldan melepas pangutan begitu merasakan napas Alvan sudah tidak beraturan. Kesempatan itu Alvan gunakan untuk menghirup oksigen sebanyak-banyak. Lain dengan Aldan yang mempunyai oksigen di atas rata-rata. Selama bercumbu tadi, Alvan bisa merasakan napas Aldan yang beraturan.
Kegiatan mereka tidak berhenti sampai di situ karena Aldan mulai menelurusi leher Alvan, mencium, dan menjilatinya. Alvan memejamkan mata dan menggigit bibirnya, menikmati setiap sentuhan bibir Aldan di atas kulis lehernya. Tubuh Alvan menjadi semakin terbakar oleh gairah.
Setelah meminum jus jeruk pesanannya yang di antar langsung oleh teman wanitanya, tubuh Alvan memang terasa panas. Semula, ia berpikir jika itu adalah efek dari klub yang semakin ramai hingga membuatnya pengap. Namun, ia mulai menyadari kalau panas di tubuhnya bukan karena manusia yang semakin malam semakin penuh, tetapi panas karena hasrat bercinta yang semakin menjadi. Maka dari itu, ia beranjak meninggalkan teman-temannya, mencari sesuatu yang bisa menurunkan libidonya. Namun, ia tersadar kalau libidonya tidak akan turun selama efek dari obat perangsang yang diberikan temannya itu belum berhenti, ditambah ia harus melihat langsung beberapa orang yang sedang asik bercumbu, makin naiklah hasratnya.
Lalu ia berjalan menuju toilet, berniat menuntaskannya di sana. Di tengah-tengah perjalannya, Alvan melihat seorang yang juga sedang berjalan ke arah toilet seorang diri. Orang itu benar-benar sendiri di antara mereka yang berpasang-pasangan. Mungkin memang ada yang sendiri selain dia, tapi di jangkauan matanya, Alvan selalu menemukan yang berpasangan, dan yang sendiri hanya dia dan dirinya. Ya, hanya mereka berdua.
Membuang harga dirinya jauh-jauh, Alvan menghampiri lelaki itu dan langsung menciumnya. Tidak peduli jika orang itu menganggapnya jalang, atau bahkan sampai mendorongnya.
"Ahh," Alvan mendesah saat jemari Aldan dengan lihai sudah berada di atas puting dan memilinnya. Jemari Aldan yang memilin puting Alvan semakin menjadi kala Alvan terus mendesah dengan sentuhan yang diberikan bibir dan tangannya. Desahan Alvan menjadi kenikmatan tersendiri untuk Aldan hingga ingin terus mendengarnya.
Jemarinya semakin turun hingga menyentuh pusar Alvan, mengusapnya sebentar sebelum akhirnya membuka resleting celana Alvan. Kalian tahu, kalau penis Aldan sudah membesar karena ereksi semenjak bercumbu di luar tadi, sedangkan Alvan, mungkin sudah membengkak sebelum dia mencium Aldan untuk pertama kali. Oh, atau mencium seseorang yang saat ini masih tidak ia kenali.
Aldan kembali mencumbu Alvan, tangannya tidak dibiarkan menganggur, ia menurunkan celana Alvan beserta dalamannya. Penis itu mengacung seolah menantangnya untuk berperang.
Alvan meringis ngilu di bagian bawahnya karena Aldan menggesekkan penisnya dengan gundukan yang masih terbalut celana panjangnya.
Tahu bahwa partnernya itu merasa ngilu, Aldan mulai membuka resleting celananya sendiri, menurunkan sedikit, dan voila! Penisnya mengacung dengan gagah menyambut temannya. Aldan menggesekkan penisnya pada penis Alvan.
"Ahhh," Alvan melepas pangutan sehingga menciptakan benang saliva. Namun, Aldan kembali menyatukan bibirnya, mengisap bibir bawah Alvan dan menggigitnya pelan. Lidahnya kembali masuk untuk bertemu lidah Alvan yang mungkin sudah lelah bergulat. "Wa... it, ahh."
Gesekkan di penisnya semakin menjadi, Aldan benar-benar tidak membiarkan Alvan membuat celah, sedikitpun. Gantian, kini tangan Aldan yang bermain dengan penis Alvan, memberikan sentuhan yang membuat Alvan menggila. Tangannya mencengkram kencang rambut Aldan, mengantikkan desahan yang tertahan di dasar tenggorokan.
Aldan mengocok penis Alvan dengan tempo cepat, membuat lelaki yang sedang dicumbunya melepas pangutan, Alvan mendesah keenakan. Bibir Aldan kembali menelurusi lehernya, memberi tanda di beberapa tempat. Napas Alvan semakin memburu saat kocokan tangan Aldan semakin membuatnya frustrasi, ia sudah mencapai puncak.
"Ahhhhhhhh," Alvan mendongak, napasnya memburu begitu ejakulasi, sperma keluar menumpahi telapak tangan Aldan.
"Sekarang gantian, lo yang puasin gue." suaranya berat dan dalam. Semua orang yang mendengar juga tahu kalau Aldan sedang dalam fase horny. Tanpa menunggu persetujuan, Aldan langsung membalikkan tubuh Alvan menghadap cermin, memunggunginya.
"Gue... nggak suka posisi begini," gumam Alvan. Namun, di ruangan yang hanya diisi oleh mereka berdua, Aldan dapat mendengarnya dengan jelas. Meskipun masih dalam pengaruh obat perangsang, Alvan masih sadar apa yang tidak disukainya.
"Tapi gue suka," bisikkan Aldan di telinganya membuat bulu kuduk Alvan berdiri. Suara beratnya benar-benar seksi di indera pendengarannya. Tanpa sadar, Alvan menggigit bibir bawahnya begitu merasakan penis Aldan mulai menggoda lubang pantatnya. "Gue butuh pelumas."
"Di sini nggak... Ahh." desahan kembali lolos dari mulut Alvan begitu Aldan menggenggam penisnya, mengusap pangkal penis.
"Gue butuh pelumas alami." tangannya mulai mengocok penis Alvan dengan tempo lambat. Alvan menggenggam erat pinggiran wastafel, berusaha menahan tubuhnya agar tidak limbung karena gerakkan tangan Aldan yang semakin cepat.
Napas Alvan memburu, keringat membanjiri hampir seluruh wajah, bahkan tubuhnya. Ruangan tertutup ini benar-benar terasa pengap, Alvan merasakan pasokan udara yang diterimanya menipis. Panas sekali.
Alvan membawa salah satu telapak tangannya ke depan bibir, lalu menggigitnya, menahan desahan yang keluar dari mulut. Melihat itu, Aldan segera menepis tangan Alvan dan menggantikannya dengan beberapa jari yang dimasukkan ke dalam mulut Alvan.
Alvan mengeluarkan jari Aldan dari dalam mulutnya. "Lakuin dengan cepat, brengsek!"
Aldan menyeringai, tak masalah baginya untuk menyelesaikan kegiatannya saat ini. Sudah cukup sampai di sini pemanasannya. Lagi pula, mereka berdua benar-benar sudah panas. "As you wish." Aldan mempercepat tempo tangannya, lebih cepat dari sebelumnya. Tiga kali gerakkan, Alvan sudah orgasme untuk kedua kalinya di tangan Aldan.
"Ahhh... Hah... Hah...." Aldan menahan pinggang Alvan supaya tidak limbung. Membiarkan sejenak untuk mengambil napas sebanyak-banyaknya.
"Bisa kita mulai?"
Alvan masih mencoba mengatur napasnya, "Kaki gue pegel," akunya. Kalau saja Aldan tidak menahan bobot tubuhnya, mungkin saat ini Alvan sudah limbung. Kakinya benar-benar lemas. Dan ini pun, mereka baru melakukan pemanasan.
"Lo bener. Gue juga pegel ...." Aldan melumari sperma Alvan pada penisnya, juga lubang Alvan. Mengabaikan permintaan terselubung Alvan yang memintanya berhenti sejenak. Alvan merinding begitu merasakan penis Aldan mulai memasuki lubangnya. "Rileks, gue bakal buat ini cepet selesai."
Genggaman Alvan pada pinggir wastafel semakin erat begitu penis Aldan memaksa masuk semakin dalam. "Arghh!"
"Sorry," katanya, meskipun begitu, Aldan tidak menjeda kegiatannya. Malah, sekarang ia mulai menggerakan pinggul.
Alvan mendesis. Rasa sakit dan ngilu bercampur menjadi satu kala Aldan masih meneruskan kegiatannya. Dia menggigit keras pinggiran tangannya untuk menyalurkan rasa sakit.
Aldan yang melihat ekpresi Alvan dari cermin langsung berdecak sebal. Dia tidak suka melihat partner seksnya menyentuh dirinya sendiri, walaupun hanya sebatas menggigit pinggiran tangan, seperti yang Alvan lakukan saat ini.
Dengan kasar, Aldan menepis tangan Alvan, lalu membalikkan tubuhnya tanpa melepaskan diri untuk menghadap Aldan. Alvan meringis, karena pergerakkan yang tiba-tiba membuat lubangnya perih.
Aldan mencengkram erat pinggul Alvan, menaikkan salah satu kakinya untuk memudahkan akses dirinya masuk. Aldan kembali bergerak, membawa pinggul Alvan untuk membantu memperdalam penisnya.
Rasa sakit berangsung-angsur menghilang. Alvan melingkarkan kedua tangannya di punggung Aldan, mencengkram erat di sana.
Aldan memejamkan mata, memfokuskan dirinya pada satu titik. Pinggulnya terus bergerak, membantu penisnya menemukan titik paling sensitif.
"Ahhhhhhh," lenguhan Alvan disertai cengkraman kuat di punggungnya sudah membuktikan jika Aldan tepat sasaran.
"Ketemu," gumamnya. Setelah membuka mata, dia disuguhkan pemandangan erotis; Alvan, dengan wajah bersimpuh keringat sedang memejamkan mata, menikmati setiap hentakan yang Aldan berikan.
"Hah ... Ahh ... Ahhh."
Tak mau mubazir, Aldan menikmatinya, melahap bibir Alvan yang selalu mengeluarkan suara erotis. Mereka saling melumat, bergulat lidah, dan menggelitiki seisi mulut satu sama lain.
Alvan melepas pangutan begitu merasakan bahwa dia sudah mau keluar, "Gue mau... Mmph,"
Aldan kambali mencumbunya sebelum Alvan menyelesaikan kalimat. Ia sudah tahu kalau Alvan sudah mendekati ejakulasi, begitupun dirinya. Maka dari itu, Aldan mempercepat temponya. Desahan Alvan bagaikan stamina untuk Aldan. Semakin mendesah, semakin kuatlah Aldan memaju-mundurkan pinggulnya.
Aldan melepas pangutan begitu sudah mencapai puncak.
"AHHHHHH," Alvan menengadahkan kepalanya begitu sperma keluar mengenai baju Aldan.
Dia menggigit leher jenjang Alvan hingga sang empunya meringis begitu sperma memenuhi lubangnya.
Selama beberapa menit, mereka berdua masih bertahan dengan posisinya saat ini. Tidak ada satu pun yang berniat melepaskan. Aldan tersadar, dengan posisinya seperti ini malah akan membuatnya tertidur. Setelah pelepasan, Aldan benar-benar ngantuk, juga pegal-pegal di bagian kaki. Dia melepaskan diri, tanpa berkata, memasuki bilik toilet untuk membersihkan diri.
Setelah selesai, Aldan keluar dari bilik dan tidak mendapati Alvan, kecuali sepaket celananya di lantai. Aldan menoleh dan mendapati bilik sebelahnya tertutup. Berjalan menghampiri celana Alvan, dia mengambil dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang, lalu menyelipinya di saku belakang celana Alvan.
Sungguh, Aldan tidak menganggap Alvan pelacur. Hanya saja, tidak sopan meninggalkan seseorang selepas seks begitu saja, tanpa memberikan sesuatu. Bukan maksud merendahkan, sedikit pun.
Aldan berkaca sebentar, membenarkan penampilannya. Rasanya, ingin sekali cepat pulang, lalu mandi. Badannya benar-benar lengket. Sebelum Alvan keluar dari bilik, dia buru-buru keluar toilet.
Sepanjang perjalanan ke meja teman-temannya, sapaan tak pernah absen dari orang-orang yang mengenalnya. Aldan hanya tersenyum menanggapi. Sekarang yang dia butuhkan hanya rebahan, entah di mana pun itu.
"Wuah, Bosq, abis ngapain aja lo?" ujar Nino begitu melihat Aldan pertama kali. Ketiga temannya itu mengikuti arah pandangan Nino.
Aldan menguap, matanya mungkin sudah lima watt. Ia menjawab lesu, "Dari toilet."
"Toilet apa toilet," Rama menimpali, bersikap tak acuh seolah dia sudah mengetahui apa yang temannya itu lakukan.
Aldan tak menanggapi, matanya sudah berkunang-kunang. Energinya seolah terserap habis seusai seks, ia terjatuh begitu saja menimpa tubuh Ghana, lalu pandangannya menjadi gelap.
"Astaga. Lo kenapa, Dan?" Ghana panik bukan main. Seumur hidup, dia tak pernah melihat Aldan pingsan. Buru-buru mendudukan Aldan di sebelahnya, dia menepuk-nepuk pelan pipi Aldan. "Dan, bangun!"
Nino, Rama, dan Shinta segera menghampiri Aldan, membantu Ghana untuk menyadarkan Aldan, entah dengan cara apapun itu.
Ghana merubah posisi Aldan menjadi rebahan di sofa. "Ada yang bawa minyak kayu putih?"
"Gue bawa nih!" Shinta segera merogoh tasnya, lalu memberikan minyak kayu putih kepada Ghana yang dengan cepat membaluri jari telunjuknya. Begitu telujuk Ghana sudah berada di bawah hidung Aldan, suara dengkuran halus terdengar dari orang yang saat ini rebahan di depannya.
"Anak monyet. Dia malah tidur!" Ghana menyeka telunjuknya di baju Aldan. Mengumpat beberapa kali karena sudah dibuat panik oleh sahabatnya yang tiba-tiba pingsan—ralat, tapi tiba-tiba tidur. "Nyesel gue panik, sumpah!"
Nino mengusap-ngusap punggung Ghana, menvoba menenangkan. "Sabar, ini ujian," katanya mendramalisir. Diikuti Rama yang mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda setuju dengan perkataan Nino.
"Maklumilah, dia abis ena-ena jadinya capek, terus ketiduran deh," timpal Rama yang sontak membuat mereka bertiga menatapnya.
"Tau dari mana lo?"
"Tadi gue lihat, dia lagi gitu-gituan sama cowok di toilet."
"Hah, cowok?!" Ghana dan Nino menganga lebar sedangkan Shinta menutup mulutnya dengan telapak tangan, dia menganga di balik di sana.
Nino menoyor kepala Rama. "Pantesan lo lama, kutil!"
Rama mendengus.
"Coba tadi gue ikut lo ke toilet," raut wajah Ghana terlihat menyesal.
"Emang lo mau ngapain kalau udah di sana?" tanya Rama, lalu, "Mau ngecoli sampai puas?"
"Kagaklah!" elak Ghana, "Nanti kita bisa double seks."
Mereka bertiga bergidik mendengar jawaban Ghana, "EDAN!"
*****
Sungkem, telat update. Maklum, nggak ada kuota.
Btw, itu adegan nganu yang baru pertama kali terealisasikan/apasih-_-
Jadi, kalau rada nganu, ya, maklumlah.
Silahkan vomment :'))
Ann | 06/06/17
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro