Chapter 9: Second Letter
Maki dan Mai tak bisa memaksa Kasumi untuk datang ke psikolog, yang mereka lakukan sekarang hanya menemani gadis itu hingga bertemu doppelganger-nya.
“Onee-san, ada surat lagi,” ujar Kenichi setibanya mereka di rumah.
“Ha'i, onee-san baca sekarang, ya.”
Kasumi tak lagi menunda, selepas berganti pakaian ia membuka surat, Maki dan Mai duduk mengapitnya, ingin ikut membaca.
“Tak apa-apa 'kan kami ikut baca?”
“Bukan masalah.”
Halo, Miwa Kasumi.
Apa kabarmu? Semoga kau baik-baik saja.
Surat ini adalah dua dari tiga surat yang akan aku kirim padamu selama tiga hari berturut-turut. Tenang saja, aku bukan doppelganger atau siapapun yang akan membahayakan hidupmu. Kalau kau tak percaya aku bukan doppelganger-mu, silakan cek punggungmu.
Sedikit cerita, aku menitipkan surat ini pada pengantar surat, istrinya langganan kreasi rajutanku jadi aku tak canggung meminta tolong padanya untuk mengantar surat ini di hari-hari yang telah kutentukan. Besok di surat terakhir akan kuberitahu siapa diriku, oke? Kau jangan takut, kau aman.
Aku hanya ingin berpesan padamu, hidup ini memang berat, tapi jangan menyerah. Kalimat yang basi, ya? Haha, aku payah menyemangati orang.
Hidup demi orang lain membuatmu terbebani, hiduplah demi dirimu sendiri. Aku tak melarangmu hidup demi dua adikmu atau teman-teman yang selama ini menemanimu.
Namun, aku berpesan satu hal. Mulai semuanya dari dirimu sendiri, jadikan alasanmu hidup, bekerja, belajar, dan lain-lain demi dirimu sendiri. Dengan catatan secukupnya saja, jangan terlalu berlebihan hingga membuatmu egois dan menghalalkan segala cara. Setelah itu, barulah hatimu bisa melakukan sesuatu karena orang lain secara ikhlas.
Mengapa harus mulai dari dirimu sendiri? Takutnya jika kau melakukan sesuatu bukan karena keinginanmu sendiri, kau akan kecewa mendapat hasil tak sesuai ekspektasi. Maaf aku berbelit-belit.
Aku beri contohnya, ya? Misalnya kau berdandan cantik demi pemuda yang kau cintai, kau berharap dia menatap dan menyukaimu, lalu respons yang kau dapat malah pengabaian. Apa hatimu akan hancur? Tentu, kau akan merasa buruk rupa dan tak berharga.
Beda cerita jika kau berdandan demi kepuasan dan kebahagiaanmu, kau akan tetap bahagia dan mengabaikan respons orang lain.
Hiduplah demi dirimu sendiri, orang-orang tak berhak mengaturmu, mereka hanya bisa memberi saran. Eksekusi terakhir terletak pada tanganmu.
Jangan paksakan dirimu bila lelah, istirahat dan pergi jauhlah sementara dari aktivitasmu. Jangan abaikan dirimu, Kasumi.
Jangan seperti aku yang menyesal karena tak melakukan itu semua.
Satu lagi. Bunuh diri bukanlah akhir segalanya, seberat apapun yang kau rasakan. Aku tahu terkadang beban hidup itu terlampau berat untuk kau pikul sendiri, terutama kau tak punya tempat bersandar, tapi mengakhiri hidupmu bukanlah solusi.
Istirahat boleh, tapi jangan mengakhiri secara sepihak. Aku yakin ada banyak keindahan dunia yang akan diperlihatkan padamu. Semangatkan dan kuatkan dirimu, fake it until you make it. Kau berharga, setidaknya untuk dirimu sendiri.
Bertahan di tengah kerasnya hidupmu sendirian sampai sekarang adalah suatu pencapaian yang menakjubkan. Hm ... kau seperti berdiri di atas tebing tinggi sesudah melewati banyaknya rintangan, kau diberi pilihan terjun atau menatap pemandangan yang tersedia.
Pilihlah pilihan kedua walau tubuhmu dipenuhi luka, percayalah luka itu perlahan akan menghilang dan kau disuguhkan indahnya dunia ini sebagai hadiah ketangguhan dirimu.
Jika kau berada di titik terendahmu ingat saja apa yang aku katakan, oke? Jangan jadi manusia lemah sepertiku.
Tertanda,
Pengirim.
“Isi suratnya baik, tapi dia seakan tahu lebih banyak tentang dirimu,” ujar Mai.
“Bahkan tentang sesuatu yang tak kuketahui,” sambung Kasumi lirih.
“Katanya kau aman, ya? Bagaimana kita pastikan sekarang?”
“Iya, ya. Aku sedikit canggung memperlihatkan punggungku, tapi tak tahan juga merasa dikejar doppelganger.”
Kasumi menarik kaus yang dipakainya ke atas dan memunggungi Maki juga Mai. Punggungnya bersih, tak ada tanda dengan warna apapun.
“Tidak ada apa-apa, berarti doppelganger-mu sudah mati,” ucap Mai, diiringi jatuhnya kain putih menutupi punggung Kasumi.
“Kau tak ingat pernah membunuhnya?” tanya Maki.
Kasumi membalikan tubuh, ada banyak yang dia lupakan. Masalah utang dan sewa rumahnya serta cara ia membunuh doppelganger-nya.
Satu lagi, sebagian besar memorinya sebelum berusia tujuh belas tahun tak ia temukan dalam otak.
“Aku tak ingat sesuatu.” Kasumi berusaha menggali memori, kepalanya sakit karena tak kunjung jua menemukan jawaban.
“Besok kita akan tahu siapa pengirim surat itu dan penjelasan yang belum ia sampaikan hari ini.”
“Tunggu.”
“Apa, Kasumi?”
“Aku punya langganan yang suaminya seorang pengantar surat.”
[]
Tiga chapters (+epilog) menuju tamat~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro